*****
Hera bersenandung riang sambil memilih sayuran dan bahan makanan lain di pasar, sementara Rena berjingkrak-jingkrak di sektarnya, usianya sudah hampir delapan tahun, tapi tingkahnya masih seperti anak lima tahun. Tapi, Hera paham. Selama ini Rena tidak bisa bercanda bebas dengan ibunya karena Hera terlalu sibuk bekerja. Diam-diam Hera merasa bersalah.
"Kamu tidak mau beli apa-apa, sayang?" Tanya Hera sambil menggandeng tangan Rena dengan tangan kirinya, sementara tangan kanan membawa belanjaan mereka.
Rena menggeleng, "nggak, Ma, aku gak mau apa-apa," sahut gadis kecil itu.
Hera tersenyum dan memutuskan membelikan kue yang di sukai Hera sebelum kembali ke rumah.
Sampai di rumah, Rama baru saja bangun tidur dan sedang meminum kopi paginya. Hari Sabtu memang waktunya santai, begitulah kebiasaan Rama.
"Kenapa kamu baru bangun sih?" Omel Hera.
Rama menghela nafas, "aku lelah, jadi sudah sepantasnya jika aku mendapat selingan untuk bersantai di tempat tidur," sahut pria itu lancar.
Hera mendengus, dia sibuk menyimpan bahan makanan yang dia beli ke lemari es sementara Rena mulai melahap kue yang Hera beli dengan ayahnya.
"Kalau mau ke pasar kan kamu bisa minta antar, Hera," kata Rama dengan mulut penuh.
Hera mendengus, "kamu asyik di alam mimpi, sangat sulit di bangunkan, bagaimana mungkin aku memintamu mengantar, hm?" Gerutu Hera jengkel.
Rama cuma tersenyum, Rena cekikikan.
"Pa, pergi ke kebun binatang yuk? Sudah lama kita gak ke sana," cetus Rena.
"Sayang, kamu lelah, mendingan kamu istirahat dan kita bisa pergi besok," ujar Hera.
Rena cemberut.
"Tidak apa-apa," kata Rama pada Hera, "kita bisa pergi hari ini, ayo!" Seru Rama.
Hera memandang pria itu seakan ingin sekali memukul kepala bodohnya. Bukan apa-apa, tapi sejak di pasar tadi Rena pasti akan kelelahan dan akan sakit, lebih baik mereka berangkat besok saja. Tapi, tentu saja Rama tidak paham itu.
Tipikal seorang ayah adalah memanjakan anak perempuan mereka!
"Yey!! Kita berangkat!" Seru Rena riang.
Hera memelototi suaminya yang cuma mengangkat bahunya dengan santai. Hera menghela nafas pasrah.
"Kalian bersiaplah, aku akan membuat bekal untuk kita," kata Hera.
Rama mengangguk, "kalau gitu, Papa mandi dulu," kata Rama pada Rena. Gadis itu mengangguk riang.
Di kebun binatang, Rena terus menarik tangan ibunya kesana kemari sementara Rama mengikuti dengan tangan yang menentang rantang perbekalan mereka. Rama sudah menolak bekal itu, mereka bisa membeli makan di luar, tapi Hera berkeras harus membawa makanan dari rumah karena terjamin kebersihannya. Rama sama sekali tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya itu.
"Ma, liat!! Itu jerapah!" Pekik Rena menunjuk hewan berleher panjang itu.
Hera mengangguk, mengusap rambut Rena dengan sayang.
Berjam-jam kemudian atau begitulah yang di rasakan Rama, dia mulai merasa lapar dan mengajak anak istrinya untuk makan. Mereka makan di bangku yang terbuat dari semen bermotif pohon tumbang.
"Makan dengan lahap, Rena," Hera menyuapkan makanan ke mulut Rena.
Rama makan nasinya dengan lahap, mengabaikan ocehan Rena yang tidak bisa berhenti itu.
"Ma, aku gak mau brokoli," keluh Rena.
"Sayang, ini bagus untuk kesehatan, lihat jerapah tadi? Dia tinggi karena makan sayur," kata Hera.
Rama mendengus mendengar pernyataan itu. Hera memelototinya.
Rena mau makan dengan paksa setelah mendengar itu. Dia juga mau tumbuh tinggi seperti jerapah.
Saat itu ponsel Rama memekik nyaring sekali. Buru-buru Rama mengambil ponselnya dari saku celana. Dia terlihat gugup.
"Siapa?" Tanya Hera.
Rama berdehem, "teman, aku jawab ini dulu, kalian lanjutkan saja," Rama menjauh dari sana untuk menjawab teleponnya.
"Teman mana coba sampai harus menjauh gitu?" Sungut Hera tidak mau ambil pusing dan melanjutkan makannya.
*****
Muriel menatap Michael tidak habis pikir. Dia tidak mengerti kenapa Michael masih ada di sana padahal adiknya itu sangat ingin pergi saat ayah memaksanya bergabung dengan perusahaan.
"Aku tidak tahu alasanmu tetap tinggal," kata Muriel dingin.
Michael mengangkat bahunya, "aku juga ingin tahu," katanya.
Michael menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dan memandang kakaknya dengan aneh. Dia merasa sudah tidak memiliki perasaan apapun pada pria di depannya itu. Seperti orang asing.
"Kakak juga mengirim kak Ichsan pergi kan?" Tanya Michael.
Muriel mendengus, "dia sendiri yang memilih menikahi wanita murahan itu dan membuat Papa marah, tak ada kaitannya denganku," katanya benci.
Michael memutar matanya, "aku pikir, Papa tidak akan tersulut kalau kakak tidak ikut campur masalah kak Ichsan," kata Michael.
Muriel mendelik, "kamu pikir aku ikut campur masalah pria sialan itu?" Sengatnya.
Michael mengangguk. Dia tahu, kakak sulungnya itu sangat suka mengadu domba antara dia dan ayah mereka. Bahkan kakak keduanya sudah menjadi korban. Tersingkir dari keluarga. Akibat si sulung ikut campur. Entah apa motivasi kakaknya itu, Michael sama sekali tidak tahu.
Dugaan pertama Michael adalah kakaknya itu ingin menguasai harta mereka sendirian. Tapi, Michael merasa itu sangat konyol dan tidak masuk akal.
"Kita tidak sedang membahas Ichsan. Kita membahas kamu," geram Muriel.
"Aku tidak mau pergi, kak, aku ingin tinggal di sini," kata Michael santai.
Muriel menahan marah, "dulu kamu sangat ingin pergi, ingat itu," sergah Muriel.
Michael mengangguk, "emang, tapi sekarang tidak lagi," jawabnya.
Muriel berdiri dan memelototi Michael. "Jadi, kamu akan tetap tinggal?" Tanyanya.
"Yup," jawab Michael.
Tanpa mengatakan apapun, Muriel meninggalkan apartemen Michael dengan hati marah.
Michael menghela nafas, dia merogoh ponsel dan mencari sebuah nama di buku telponnya. Dia hanya memandangi nama itu dengan ragu.
Dia ingin menelpon. Tapi, dia ragu. Tapi, dia ingin...
Oh, Michael merindukan dia.
"Sial, Michael, sadar! Dia istri orang!" Seru Michael, memarahi dirinya sendiri dan melempar ponsel itu ke bagian sofa yang lain dan beranjak pergi meninggalkannya.
Michael harus membuat otaknya istirahat agar tidak terlalu memikirkan wanita itu.
*****
"Kamu buru-buru sekali, ini masih jam lima, Rama," kata Hera setengah mengantuk.
Rama tidak langsung menjawab, dia sedang sibuk berpakaian.
"Kamu ada rapat atau apa sih?" Tanya Hera.
"Aku harus menyiapkan persentasi, ini sangat penting,"
Rama memakai dasinya dengan berantakan, menyambar tas dan mencium pipi Hera dengan tergesa-gesa.
"Aku jalan, sampaikan sayangku buat Rena, maaf aku tidak bisa mengantar kalian,"
Dan Rama menghilang di balik pintu. Hera menghela nafas dan masuk ke dapur.
"Bagus juga kalau dia rajin, siapa tahu dia akan naik pangkat," kata Hera.
Dia mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk Rena.
------
End
------Salam sayang Wiwi 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Happy √
ChickLitHera bahagia, dia mencintai keluarganya, suaminya dan anak perempuannya, dia juga mencintai pekerjaannya walaupun dia memiliki bos yang menyebalkan. Tapi, apa yang harus dia lakukan saat seseorang menghancurkan pernikahan yang selama ini dia jaga? A...