Eps 5

4K 210 4
                                    

*****

"Namanya pak Jaya dan bu Irene adalah istrinya, wanita itu, menurut kabar yang beredar, adalah seorang wanita perfeksionis dan tidak mau menerima kesalahan sekecil apapun, jadi usahakan untuk menangani dia, kamu paham?" Tanya Michael panjang lebar.

Hera mengangguk, dia di ajak hanya karena agar menghandle urusan ibu Irene itu, supaya Michael bisa fokus dengan kepala keluarga alias pak Jaya. Mereka adalah pasangan suami istri pemilik dari perusahaan ternama yang selama ini bekerja sama dengan perusahaan Michael.

"Saat makan malam nanti, cobalah buat wanita itu senang, puji dia setinggi langit, katakan 'cantik' meskipun dia tidak cantik, paham?" Tanya Michael lagi.

Hera mengangguk, "saya paham, Pak," katanya.

Michael mengangguk dan memperhatikan penampilan Hera, dia mendengus, menurutnya wanita itu berpenampilan seperti ibu rumah tangga alih-alih wanita karir, tapi, Michael diam saja.

"Sekarang ayo kita berangkat ke restoran, walaupun masih dua jam lagi, tapi kita harus jaga-jaga, karena siapa tahu jalanan macet," kata pria itu.

Hera merasa hari ini bosnya itu sangat cerewet. Tanpa mengatakan apapun, dia berjalan mengikuti langkah Michael.

Di restoran, sesekali Michael memberikan instruksi agar Hera membenarkan tatanan rambutnya atau lipatan pakaiannya. Meskipun kesal, dia menurut saja.

Dua orang berdiri di samping meja mereka. Michael menyambut dan Hera mengikuti. Mereka bertukar salam.

"Senang bertemu dengan Anda dan istri, akhirnya," kata Michael, memerankan tokoh manusia baik dengan apik.

Hera mendengus dalam hati, dia tersenyum pada dua tamunya.

"Dia istrimu, Michael?" Tanya pak Jaya.

Michael terkekeh, "bukan, dia salah satu karyawan di perusahaan," katanya.

Pak Jaya mengangguk senang, dia tersenyum hangat pada Hera.

Dari yang bisa di lihat Hera, dia merasa pak Jaya bisa bersikap hangat dan ramah pada semua orang. Pria paruh baya itu kelihatannya sangat menyenangkan.

Berbeda dengan istrinya yang sejak tadi cuma diam dan cemberut, wanita itu terlihat kesal entah karena apa.

"Anda cantik sekali, nyonya," kata Hera memuji.

Bu Irene menatapnya dengan alis terangkat, Michael tersenyum hambar, tapi saat pak Jaya menatapnya, buru-buru Michael menata ekspresinya menjadi lebih baik.

Astaga, semua sandiwara ini benar-benar membuat Hera jengah dan ingin tertawa juga.

Mereka makan malam dengan hangat, walau kebanyakan cuma Michael dan pak Jaya yang mengobrol.

Kelihatannya pak Jaya kelihatan senang-senang saja. Hera tidak mengerti kenapa pria itu mau memutus kerja sama perusahaan mereka yang sudah lama terjalin.

Setelah makan selesai, pak Jaya dan istrinya undur diri, meninggalkan Michael dan Hera yang cuma bisa menghela nafas lega.

Mereka harus melakukan makan malam sekali lagi dengan pasangan itu besok. Astaga, Hera bisa gila jika begini. Belum lagi siangnya juga Hera harus bisa mengambil waktu ibu Irene agar bisa mengenal lebih dekat. Sungguh, Hera tidak membutuhkan itu!

"Apa ini yang di namakan perjalanan bisnis?" Desis Hera, mendelik pada Michael.

Entah dia mendapat keberanian dari mana, yang jelas, Hera sedang kesal, jadi dia tidak peduli siapa Michael sebenarnya.

"Ini namanya melobi, orang miskin sepertimu tidak akan paham," sahut Michael sinis.

Hera mendengus.

"Omong-omong, kenapa mereka mau putus kerja sama?" Tanya Hera.

Michael tidak menjawab dan malah beranjak begitu saja. Hera memekik protes dan buru-buru menyusul pria itu sambil menggurutu kesal.

"Pak, apakah kejadiannya seperti di drama-drama itu?" Tanya Hera menjadi antusias.

Michael memutar matanya, dia mendorong Hera dengan kasar ke dalam mobil. Hera cemberut dan memasang sabuk pengaman sambil mengutuki bosnya.

"Anda kok gak jawab? Apa rahasia perusahaan?" Tembak Hera lagi, Michael mendengus.

"Kamu cerewet sekali," gerutu Michael sinis, dia menginjak pedal gas dan mulai meninggalkan parkiran.

"Iya, apakah kejadiannya seperti di drama yang sering ibuku tonton?" Serbu Hera.

Michael meliriknya sekilas, dia tidak paham, kenapa Hera menjadi seperti sekarang. Beberapa waktu ini dia mengenal perempuan itu di tempat kerja, Hera tidak terlihat seperti sekarang.

"Seperti apa misalnya?" Pancing Michael mulai meladeni rasa ingin tahu Hera.

"Anda menolak di jodohkan dengan putri keluarga itu," sambar Hera.

Michael terkekeh hambar.

"Aku sarankan jangan terlalu banyak nonton drama, otakmu akan mudah terkontaminasi," ejek Michael.

Hera cemberut, "terus kenapa?" Tanyanya ketus.

Michael merasa dia mulai terbiasa dengan sikap kurang ajar Hera setelah belakangan ini mengenalnya.

"Kata Papa, ibu Irene itu istri baru pak Jaya, dan wanita itu berusaha membujuk pak Jaya memutus kerja sama agar perusahaan mereka menjalin kerja sama dengan perusahaan kerabat ibu Irene yang adalah saingan papa selama ini," kata Michael terus terang.

Hera menepuk jidatnya. Cerita yang di sampaikan Michael benar-benar seperti drama yang pernah dia tonton dengan ibu dan adiknya di rumah.

"Jika begitu, kita pasti tetap akan kehilangan pak Jaya," kata Hera menyimpulkan.

Michael mengangkat bahunya, "aku sudah katakan itu, tapi, Papa memaksa, katanya, paling tidak kita harus tunjukan niat baik pada pak Jaya, masalah dia bakal tetap memutuskan kerja sama atau tidak, itu urusan nanti, menunjukkan kesan baik pada rekan itu yang utama, kamu paham?" Kata Michael.

Hera menatap pria itu. Diam-diam dia merasa kagum dengan penjelasan Michael, pria yang selama ini dia sangka tidak dewasa, angkuh, arogan, sombong, tapi rupanya pria itu juga bisa berpikir bijak.

Setelah sampai di hotel, Michael kembali mengantar Hera sampai depan pintu kamar.

"Istirahatlah, besok kita masih harus bekerja," kata Michael.

Hera mengangguk, dia masuk ke kamar dan meninggalkan bosnya.

Hera duduk di ranjang dan menghela nafas panjang. Ternyata, menjadi orang kaya yang memiliki perusahaan besar itu tidak gampang...

Hera menyambar ponselnya dan menelpon Rama, dia sudah kangen suaminya.

"Sayang!" Rama langsung menjawab di deringan pertama.

Hera tersenyum, dia berbaring dan memeluk bantal, "kamu sudah makan?" Tanya Hera.

Terdengar helaan nafas yang sangat panjang, Hera sangat hafal tabiat suaminya, "aku sudah makan, Rena sudah tidur, kamu sudah makan?"

"Aku baru pulang makan malam dengan client juga bos," kata Hera.

"Belum apa-apa aku udah kangen banget sama kamu."

"Alah gombal, kalau bareng aja bawaannya bikin kesel," ledek Hera. Rama terkekeh.

Mereka memang lucu. Jika berjauhan, mereka akan sama-sama kangen. Tapi, jika bersama, mereka selalu saja ribut.

"Lusa aku pulang," kata Hera lagi.

"Baiklah, nanti setelah itu kita makan malam di luar yah?"

"Tentu," sahut Hera cepat.

"Kalau gitu, kamu istirahatlah, kamu pasti capek," kata Rama.

Hera mengangguk, dia menutup telponnya dan memeluk gulingnya semakin erat.

Dia rindu rumah.



------
End
------

Jangan lupa jejaknya yah,,, makasih,,, semoga di berikan semangat nih karena lagi down banget 😅😅

Salam sayang dari Wiwi 😘😘😘

Be Happy √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang