Eps 15

3.2K 167 6
                                    

*****

"Senang sekali bisa makan dengan kalian lagi," kata pak Jaya, dia menyalami Hera dan tersenyum lembut.

"Sama-sama, Pak, kami titip salam untuk ibu Irene," kata Hera berbasa-basi.

Pak Jaya terkekeh dan mengangguk-angguk. Michael ganti menyalami pria itu. Mereka sudah selesai makan siang dan waktunya berpisah.

Pak Jaya pergi dengan mobilnya sementara Hera dan Michael masih duduk di restoran.

"Terima kasih, Hera," kata Michael tulus.

Hera mengangguk, dia berdiri dan menenteng tasnya.

"Aku akan mengantarmu pulang," kata Michael.

"Tidak usah, pak, saya bisa..."

"Akan sangat tidak tau terima kasih jika saya membiarkan kamu pulang sendiri," sela Michael.

Hera tersenyum dan mengikuti pria itu meninggalkan restoran.

"Apa kamu masih belum berubah pikiran tentang kembali ke kantor, Hera?" Tanya Michael saat mobil sudah melaju.

"Saya...saya senang dengan kondisi sekarang," kata Hera tidak jujur.

Michael tersenyum tipis.

"Kamu tahu, kamu bisa datang kapan saja dan akan di terima," kata Michael serius.

Hera memandangnya. Dia sangat ingin kembali. Tapi, dia ragu. Dia belum membicarakan masalah ini dengan Rama. Dia bahkan tidak mengatakan pada Rama tentang hari ini. Jika Rama tahu dia pergi dengan Michael, Rama pasti akan marah.

"Kamu berbakat, jangan lupakan itu, Hera," kata Michael saat mobil berhenti.

Hera tersenyum, "terima kasih, Pak," kata Hera sebelum keluar dari mobil.

Michael menunggu hingga Hera masuk ke dalam rumah sebelum pergi dari sana.

Di tengah jalan, Michael tidak sengaja melihat Rama sedang minum kopi di salah satu kafe, pria itu duduk di dekat jendela kaca, jadi Michael bisa melihatnya dengan jelas walau dia ada di dalam mobil. Tapi, bukan itu yang membuat Michael tertarik. Melainkan orang yang bersama pria itu.

Rama tertawa lepas, seakan tidak memiliki beban sama sekali.

Michael mendengus dan memilih segera pergi dari sana sebelum dia bertindak bodoh. Michael tidak mau ikut campur.

Saat Michael kembali ke kantor, sudah ada Jonathan yang menunggu di ruangannya. Tahu-tahu pria itu memeluk Michael begitu saja dan tertawa lepas.

"Apaan sih?" Gerutu Michael melepaskan diri. Dia dewasa jadi dia tidak mau di peluk seperti itu.

Jonathan mendengus dan menggeplak kepala putra bungsunya itu, Michael menggerutu.

"Tadi Pak Jaya telpon, katanya dia sangat senang bertemu kalian," kata Jonathan.

Michael mengangguk dan duduk di kursinya, "bisa kan tidak usah pake peluk dan segala macam itu?" Keluhnya.

Jonathan memutar matanya, dia duduk di kursi yang berseberangan dengan Michael.

"Nah, mana dia? Papa juga ingin bertemu dengannya," kata Jonathan.

"Siapa?" Tanya Michael masih belum paham.

Jonathan mendengus, "tentu saja orang yang makan siang denganmu tadi," jawab Jonathan geram.

Oh.

"Dia sudah aku antar pulang," kata Michael.

Jonathan mengernyit tidak paham, "kenapa pulang? Ini belum waktunya pulang," katanya.

Michael menghela nafas, "Pa, dia sudah tidak bekerja di sini lagi, bersyukurlah karena dia mau membantu tadi," kata Michael.

Jonathan diam saja. Dia cuma asyik memperhatikan mimik wajah Michael yang seperti ingin marah entah pada siapa dan karena apa.

Jadi, Jonathan memilih pergi, "sampaikan terima kasih papa padanya oke?" Kata pria itu sebelum pergi.

Michael mengangguk gusar. Dia masih memikirkan Rama dan itu membuatnya merasa sangat kesal. Dia tidak bisa berbuat apapun, itu menambah kekesalan Michael.

*****

Seperti biasa, Hera akan menemani Rama makan malam dan mendengarkan cerita suaminya itu tentang rutinitas pekerjaan. Hera akan menjadi pendengar yang baik. Dia juga sudah memutuskan bahwa lebih baik Rama tidak tahu tentang kepergiannya dengan Michael siang tadi. Hera tidak mau merusak suasana hati Rama yang sepertinya sedang bagus hari ini.

Pagi hari, Rena berkeras ingin berangkat ke sekolah sendirian. Dia merasa sudah besar dan tidak harus di antar oleh ibunya lagi. Meskipun cemas, Hera membiarkan saja karena diam-diam Rama berbisik --tanpa sependengaran Rena-- bahwa dia akan mengikuti putri mereka nanti, itu cukup membuat Hera sedikit lega.

Hera tinggal di rumah setelah Rama buru-buru pergi untuk membuntuti sang anak. Hera cuma diam di depan televisi padahal pekerjaan rumah sangat banyak, tapi entah kenapa Hera sangat malas melakukan apapun. Dia merasakan firasat tidak enak...

Hera memegangi dadanya, "aku harus melupakan ini, iya, sebaiknya aku jalan-jalan keluar dan cari udara segar" cetusnya.

Hera sengaja berjalan kaki ke minimarket terdekat, tidak ada yang ingin dia beli, tapi Hera memaksa dan hanya membeli minuman soda. Dia duduk di depan minimarket itu sambil minum dan memandang kendaraan yang berlalu-lalang.

Hera tidak sadar saat seseorang duduk begitu saja di sampingnya.

Orang itu berdehem. Hera menoleh dan tersedak karena kaget.

"Sialan, Yuli," engah Hera.

Yuli mendengus, dia meminum air mineral miliknya.

Hera menatap gadis itu dengan sebal. Dia keluar untuk mencari udara segar dan mengusir firasat tidak enak, Hera tidak habis pikir, kenapa dia malah bertemu dengan Yuli, dari sekian banyak orang yang bisa dia temui, kenapa harus Yuli?

"Lama tidak bertemu, mbak" kata Yuli, dia memandang Hera dari atas sampai bawah, mencibir, "mbak terlihat seperti ibu rumah tangga umumnya," komentar Yuli.

Hera mendengus, "kenapa kamu keluyuran di jam kerja begini?" Sengat Hera.

Yuli terkekeh, "aku sedang bekerja, kebetulan di sekitar sini, aku haus dan beli minum eh ada mbak," ujar Yuli.

Hera memutar matanya, "apa kamu tidak bisa membeli air di tempat lain?" Tanya Hera sinis.

Yuli mencibir, "ini tempat umum, siapa saja boleh membeli di sini," sahutnya.

Hera mengangguk cepat, "aku tahu itu, tapi, aku tidak mau bertemu denganmu," kata Hera blak-blakan.

Yuli mendelik, "mbak pikir aku juga mau bertemu mbak?" Sengatnya.

Hera berdiri, "silahkan lanjutkan pekerjaanmu, aku pulang dulu," kata Hera.

"Aku menunggu pacarku," celetuk Yuli saat Hera sudah berbalik.

Hera berhenti dan menoleh, Yuli berdiri dan menghampiri Hera sambil tersenyum manis.

"Aku sudah punya pacar dan dia mencintaiku," kata Yuli dengan manisnya.

"Apa peduliku?" Tanya Hera sambil melebarkan matanya.

Yuli tersenyum semakin manis, "kami akan menikah tidak lama lagi," katanya.

Hera mengangguk, "bagus juga, kamu sudah waktunya menikah," komentarnya.

Yuli mengangguk, "iya, makanya aku setuju menikah dengannya dalam waktu dekat," kata Yuli.

Apa peduliku? Pikir Hera kesal.

Hera tersenyum manis, dia mengangguk dan melenggang pergi.

"Dasar gadis aneh, menikah saja sana, itu bukan urusanku," gerutu Hera pada diri sendiri.

------
End
------

Selamat siang,,, 😘😘

Be Happy √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang