"Cinta itu mempunyai kesanggupan yang hebat. Dia bisa membuat binatang menjadi manusia, dan manusia menjadi binatang."
—William Shakespeare
๑۩๑๑۩๑๑۩๑
New York Bar, Park Hyatt Lt. 52
Tempat itu sama seperti restoran di lantai yang sama, dengan menyajikan panorama Tokyo, ditambah menampilkan sekitar empat lukisan besar karya Valerio Adami. Di akhir pekan, keluarga Hyuuga menjadi pelanggan tetap. Seluruh anak-anak mereka menikmati makan malam dengan berbagai menu khusus sebagai tamu kehormatan (makan malam di luar menu yang sudah tertulis).
Seorang gadis di pertengahan dua puluhan menekan setiap langkahnya untuk segera masuk ke dalam bar. Ketika mereka (para penjaga di depan pintu masuk bar) tahu siapa yang datang, kedua penjaga tersebut tetap berdiri tegap sembari membungkuk kecil. Membiarkan gadis lusuh itu melewati mereka.
Hinata Hyuuga terlihat tidak begitu baik. Ia bahkan tak mengenakan gaun ataupun hak tinggi untuk datang ke sana. Biasanya, ia gadis anggun, serta dia selalu mendapatkan perhatian dari setiap orang yang ada di sana. Meski begitu, tampilan apa adanya dari gadis itu malam ini, sama sekali tidak menutupi kecantikannya yang alami.
"Katakan padaku," koktail di gelas keempat dihabiskan dengan segera ketika melihat adiknya masuk ke bar. Neji bersendawa sebentar. "Kau berbohong padaku supaya aku cepat ke sini malam ini juga?"
"Keluarga Uzumaki tinggal di sini, mengapa aku harus mengarang cerita? Kau bahkan bisa pergi ke tempat mereka, berteriak meminta kebenaran," kata Neji setengah mengerang, di tengah ia merasakan kepalanya pening.
"Aku yakin kau akan langsung tercengang. Tapi, lebih baik kau mendengar semua itu dariku dulu, daripada kau terlibat dengan masalah rumit mereka, dan paling bodohnya kau melempar kemarahanmu pada mereka," dia tetap berdiri, Neji mengamati adiknya yang sangat kacau. Pakaiannya tidak disetrika. Apakah sejak keluar dari rumah, adiknya sudah terbiasa menjadi gelandangan? Setidaknya dia harus membuat gadis tidak tahu diri itu menjaga emosinya. Ia tidak mau mengeluarkan banyak uang hanya untuk mengganti rugi ketika adiknya mengamuk di sini. "Mau aku pesankan mocktail? Karena aku yakin kau tidak akan mau menikmati alkohol jika sudah seperti ini."
"Aku tidak ingin minum apa pun!"
"Kau terlihat kacau. Kau seharian bersama dia?" pertanyaan itu keluar sembari Neji melirik sebuah bayangan aneh tepat di leher adiknya. Ia memberanikan diri untuk menyentuhnya, tetapi Hinata dengan cepat menepis tangannya minggir. "Ya!" bersamaan dengan itu, Neji justru menjerit. "Kau... tidur dengannya?"
"Itu bukan urusanmu. Dan sekarang, kau harus menceritakan apa yang sedang terjadi dan apa yang sudah kau dapatkan. Dimulai dari apa yang kau katakan lewat telepon. Jangan sampai kau mengatakan omong kosong lagi. Atau kau ingin kartu kreditmu mendapatkan begitu banyak tagihan malam ini."
Neji menarik napas, walau dia kesal, ia tetap tenang. "Baiklah," seru Neji dengan kepalanya tiba-tiba mendidih. "Jawab lebih dulu, apakah kau tidur dengan dia?"
Hinata memicing ke arah kakaknya. Pergulatan batin antara dia mengaku atau tidaknya—dan mengapa ia harus takut untuk mengakuinya. "Ya." Neji tertawa geli. "Bukankah kau tidur dengan bermacam wanita? Mengapa aku tidak begitu juga?"
"Mereka hanya pelacur, Hinata,"
"Kau memperkenalkan salah satu dari mereka adalah pacarmu, mengapa kau sekarang bilang jika mereka pelacur?" Nata menyalak pada kakaknya. "Kau bisa membayangkan sekarang jika adikmu diperlakukan sama seperti kau memperlakukan mereka?" Neji mengerang frustrasi. Dia meremas tisu hingga kusut. "Jadi, jangan mendebat apa pun di sini, itu sudah di luar dari apa yang harusnya kita bahas. Cepat ceritakan, mengapa Nero bisa menjadi Naruto?"
YOU ARE READING
E N O R M O U S ✔
SonstigesKeluarga kaya raya kehilangan putra mereka dalam perjalanan keliling Eropa. Sementara ada dua pria Jepang yang mengadopsi anak laki-laki dan menjadikannya sebagai pembunuh bayaran andal. Tepat dua puluh tahun kemudian, anak laki-laki itu mulai menge...