#29: Hiashi Hyuuga

1.2K 200 6
                                    

"Masa depan dimulai hari ini, bukan besok."

  —Paus Yohanes Paulus II 

๑۩๑๑۩๑๑۩๑

Di bulan Mei, saat Jepang memasuki musim semi. Pohon-pohon sakura berjenis prunus pendula tersebar di halaman rumah keluarga Hyuuga. Ada setidaknya enam pohon yang hidup sejak dua ratus tahun yang lalu. Keluarga tersebut tetap mempertahankan pohon-pohon itu di sana. Dan ketika musim semi tiba ditandai dengan mekarnya sakura, halaman itu akan berubah menjadi lautan kelopak sakura, menyerupai karpet merah muda yang sangat indah. Setiap pohon bahkan dilengkapi lampu hias yang membalut seperti sebuah syal hangat. Bentuknya ada yang berupa bintang atau justru dengan hati sementara Sir Uzumaki tidak bisa mengalihkan tatapannya dari pohon-pohon tua itu. Dia sudah puas dengan banyaknya perdu di halaman istananya yang ada di Inggris. Dia bisa mencontoh halaman ini, mendatangkan sakura dan menanamnya di halamannya bukan sesuatu yang sulit.

"Sungguh, aku akan jujur, aku suka halaman rumah ini," sang Ayah tampak bahagia mendapatkan undangan, dan di sinilah pria itu sekarang memandangi seluruh halaman itu tanpa menemukan celah.

Selesai menyesap teh, Kushina melirik ayahnya dengan menyunggingkan senyuman, ia tampak anggun dengan gaun putihnya dan menyampirkan sebuah jubah karya rumah mode Prancis Maison Margiela berwarna hitam, rambutnya terurai dan dia hanya perlu meletakkan si merah ke pundaknya. "Ayah sudah bosan memiliki pieris japonica atau yang sedang Ayah bangga-banggakan tentang acer rubrum yang mengilau itu?"

Sir Uzumaki menoleh. "Aku tidak pernah membanggakan pohon yang mirip dengan rambutmu itu," semua orang tertawa, Hikari menahan untuk tidak meluapkan tawa kerasnya atau dia dicap sebagai wanita tidak sopan di hadapan seorang Duke. "Ayah hanya ingin mengganti suasana saja. Seperti di sini, jika musim semi tiba, betapa indahnya jika halaman rumah kita bisa seperti karpet warna merah muda ini," seorang pelayan mendekatinya dan menuangkan teh ke dalam cangkir yang sudah kosong, selesai dengan itu, Sir Uzumaki melanjutkan, "Kau harusnya bangga, aku jarang memuji, dan ini pertama kalinya aku bertemu teman anakku. Terima kasih untuk undangannya." Sir Uzumaki menepuk punggung tangan Hiashi sementara pria itu pun senang, bisa mengundang seorang bangsawan ke rumahnya.

Sudah puas dengan halaman rumah keluarga Hyuuga, dia melirik seorang gadis—anak gadis dari keluarga ini. Dia sama anggunnya seperti sang Ibu. Ia mengingat jika namanya adalah Hinata. Oh, manis sekali jika dia memanggilnya sebagai Natalia. Dan, dia tidak akan meragukan penilaian cucunya untuk gadis itu. Rambutnya yang gelap tergerai, gadis itu pun tidak terlalu memamerkan perhiasan di tubuhnya, hanya sebuah kalung emas putih yang tampak berkilau jika cahaya lampu jatuh mengenainya.

"Dulu, putriku menikah di umur dua puluh tahunan dan aku tidak menyesalinya," kata pria tua itu tiba-tiba sambil melirik dua anak muda yang saling menyuapi. Nero langsung terdiam ketika menyadari bahwa kakeknya sedang memerhatikan dirinya dan Hinata. "Akan lebih cepat kalau aku mendapatkan seorang anak kecil." Hiashi tersedak ketika dia memasukkan daging kerang ke dalam mulutnya. Terkutuk masakan seafood sialan ini! Dan dia lebih menyalahkan karya dari koki rumahnya daripada menyalahkan sang bangsawan yang sedang bertamu.

Sir Uzumaki menoleh pada Hiashi, lalu bertanya, "Apa kau tidak apa-apa?"

"Sepertinya koki saya sedang salah menghidangkan menu masakan," pria tua itu mengernyit, bersamaan dari itu Hiashi menarik gelasnya, dia meneguk air putih cukup banyak. Berharap rasa pedas yang menyangkut di tenggorokan cepat hilang. "Tenang, saya sudah baik-baik saja," katanya, saat menemukan raut khawatir dari ayah temannya.

๑۩๑๑۩๑๑۩๑

Selesai dengan menu utama, pada pukul delapan malam, mereka pindah ke sebuah balkon penuh dengan panganan yang dihidangkan prasmanan. Di sana mereka menikmati teh sambil berbicara banyak hal. Namun Sir Uzumaki seakan mendongeng di tengah sana. Hanabi begitu saja tertarik saat mendengar cerita-cerita zaman dulu terjadinya peperangan, pemberontakan atau sebagainya. Tepat itu juga, Nero mendekati kakeknya meletakkan sebuah yuzu green tea cake. Kakeknya meliriknya sebentar. "Kakek harus coba, ini enak. Aku sering sekali makan ini jika berada di Park Hyatt bersama Ibu dan Ayah."

E N O R M O U S ✔Where stories live. Discover now