#25: Nero is Naru

1.3K 191 6
                                    

"Cinta adalah hasrat yang tiada batas dari gejolak hati yang tiada tertahankan." 

  —Robert Frost 

๑۩๑๑۩๑๑۩๑

Toko bunga dengan interior chic baru tutup di jam sepuluh, setelah pelanggan laki-laki keturunan barat, bermata biru, berambut pirang tanpa cat dari salon, selesai memilih bunga yang bisa dia bawa, katanya untuk hadiah ibunya. "Maafkan aku, karena aku takut salah memilih hadiah untuk ibuku, ini pertama kalinya aku membelikan dia bunga di sepanjang aku hidup sebagai anaknya." Gadis berambut panjang pirang, si pemilik toko hanya tersenyum letih. Dia berpikir, bagaimana bisa lelaki itu mencium, mengusap atau menyeleksi begitu detail barang dagangannya.

Awalnya gadis berambut pirang panjang itu mengomel dan melarang, ketika satu pot seng berisi bunga krisan jatuh dan padahal, seluruh bunga itu baru datang pagi tadi, tapi lelaki itu menyeleksi semuanya dan sanggup katanya untuk mengganti rugi. "Tidak kurang, 'kan? Kalau kurang, kau bisa menghubungi aku. Maaf, soal tadi."

"Kau sudah yakin bunga itu asli, tidak beracun, dan tidak ada tawon yang sedang bersembunyi di sana?" si laki-laki pirang itu tertawa malu. "Tidak masalah. Kau baru saja menggantinya dengan tunai, sudah lunas. Aku yakin itu." Ino Yamanaka menginginkan ini segera berakhir. Dia lelah, saat sepanjang sore dia harus mengikuti lelaki itu berkeliling toko bunganya yang lumayan besar—karena Ino tentu berharap, dia tidak ingin bunga-bunga yang baru datang itu hancur lebih banyak lagi.

Nero segera keluar dari toko bunga itu, dia berjalan kaki dengan hati-hati membawa sekitar dua puluh tangkai Gazania berwarna oranye dan kuning, atau beberapa terlihat kecokelatan. Hanya ditanam saat musim panas tiba dan bisa hidup di tengah tanah kekeringan, ia terkejut bukan main ketika menemukannya berada di bagian paling pojok, di sebuah etalase bunga-bunga indah atau ternilai setengah langkah di sana. Di temapt itu, Gazania terlihat sangat mewah untuk dimiliki. Terakhir kali dia melihat bunga itu ketika berada di Alpine.

Dia berhenti ketika suara bip penyeberangan terdengar nyaring—mobil dan seluruh kendaraan di depannya siap melintas. Nero memutuskan tetap berada di trotoar sambil melindungi bunga itu. Tetapi tidak lama dari itu, beberapa orang mendekat ke arahnya. Tidak berbicara apa pun.

Salah satu dari mereka menarik sebuah kertas foto dari dalam jas Armani yang dikenakannya. Kemudian tanpa persetujuan Nero, pria itu menyamakan sosok yang ada di dalam foto tepat di samping wajah pemuda itu.

Nero diam saja karena dia berpikir bahwa mereka salah satu dari orang-orang yang dibawa oleh Ibu dan Ayahnya. Namun mereka terlihat berbeda dari yang biasa Alesto dan Keth perkenalkan padanya. Salah satu dari mereka sepertinya orang Jepang, tapi dia berbahasa Italia. Lalu si orang Asia mulai berbicara santai dan memohon maaf atas apa yang telah dia lakukan. "Silakan, kakek Anda hanya ingin tahu keadaan Anda. Sekali lagi saya meminta maaf."

Nero masih diam.

Sedangkan peringatan dari Hinata membuatnya tetap tenang, tidak gegabah untuk mengambil tindakan seperti yang pernah dia lakukan. Apalagi, dirinya tidak benar-benar terancam untuk saat ini.

Sebuah Bentley Mulsanne berwarna hitam sangat menyilaukan mata berhenti di pinggir dekat Park Hyatt. Orang Asia tadi membimbing dirinya berjalan mendekati mobil tersebut. Nero masih diam tak berani berkomentar. Ini tentu di luar dari perkiraannya bahwa dia harus bertemu keluarga lainnya tanpa persiapan matang. Dia takut salah mengambil tindakan—takut salah menjawab, maka hal itu bisa membebankan orangtuanya.

Pria berjas Armani lainnya membuka pintu mobil tersebut.

Nero berusaha meneliti penumpang di dalam sana, tapi tidak terlalu lama, mereka seakan mendorongnya untuk segera duduk. Ia tidak bisa menerka-nerka. Dia tidak bisa mengambil ponsel supaya segera menghubungi Ayah dan Ibunya. Badannya menegang seketika.

E N O R M O U S ✔Where stories live. Discover now