"Sebenarnya tidak ada yang terlalu rahasia, Tuhan mengungkapkan rahasia-rahasianya dengan mudah kepada setiap ciptaanNya."
—Paulo Coelho
๑۩๑๑۩๑๑۩๑
Sebelum masuk ke Park Hyatt ada beberapa bagian halaman yang bisa dijumpai di sana—halaman dengan paving yang sangat luas. Di akhir musim dingin, setiap pohon-pohon yang ada di sana masih tampak gundul.
Tepat siang ini pada pukul 12, Nero bersandar pada salah satu pohon, dan sepanjang waktu dia hanya memandangi para pejalan kaki di depannya, menunggu seseorang menghampirinya.
Berputar dua jam yang lalu, ponsel yang dia letakkan di atas meja makannya berdering sampai beberapa kali. Laki-laki itu berusaha mengabaikan panggilan tersebut. Dia tahu bahwa Hinata berusaha menghubungi dirinya dengan alasan sesungguhnya kehadirannya demi membujuk wanita bernama Kushina.
Dalam beberapa jam waktunya di tengah malam, Nero rupanya mulai terjangkit penyakit sulit tidur. Sekalipun dia melakukan olahraga ringan atau berlari mengelilingi gedung apartemennya, semua itu tidak berhasil. Ia hanya merasakan lelah, tapi tidak bisa tidur. Membolak-balikkan badannya di atas ranjang sampai-sampai dia merasa risi pada kelakuannya sendiri. Membuat ranjangnya berderit lalu menggema di dalam kamarnya.
Mengenai setiap pikirannya sekarang. Siang ini para targetnya berkeliaran secara leluasa di sekitarnya. Jika dia masih terlibat di antara kehidupan mengerikan seperti beberapa tahun yang lalu. Dia akan berdiri di sini dengan alasan lain. Membunuh sebagai tindakan selanjutnya tanpa membuang-buang waktu.
Kedua matanya mulai menunjukkan kilatan emosi yang sangat membara. Namun saat dia menutup rapat-rapat, kemudian membukanya. Ia mulai reda dengan sangat cepat, karena niat membunuh berhasil dirinya tenangkan—sebaliknya sampai sekarang Nero tidak tahu, bagaimana caranya membuang apa yang sudah mengalir ke dalam pikirannya. Ia telah teracuni oleh setiap hal-hal radikal yang membuatnya terkadang gelap mata.
Hinata segera keluar dari hotel, selepas ia mengantar Bibi Kushina bertemu suaminya dan seluruh pengawal wanita itu tampak kegirangan menjumpai wanita berambut merah itu sampai di tempat tujuannya dengan selamat.
Setelah sampai di samping Nero, dia menepuk pundak pemuda itu. "Hei," menyapanya kecil, dan dia sangat senang bahwa Hinata melakukannya dengan sangat cepat. Kabur dari sini tanpa dia berpamitan pada gadis itu, Nero selalu berpikir akan membuat banyak kesalahan setelahnya. "Mau aku traktir makan siang?"
"Kau tidak berpikir untuk menyapa pamanmu terlebih dahulu?"
"Sebelum ayahku datang, kita harus cepat-cepat pergi dari sini."
Dari dalam sebuah BMW hitam Hiashi melirik halaman paving Park Hyatt, menemukan putrinya bersama seorang pemuda yang tidak begitu asing baginya. Dia berani bersumpah pernah melihat entah di mana. Karena fokus pada pemuda yang bersama putrinya, Hiashi tidak memusatkan pandangannya terhadap sang putri yang terlihat jauh lebih bebas menyunggingkan senyumannya.
Mobilnya membelok ke arah depan lobi.
Masih di dalam mobil, dia terus mengingat setiap momen yang seakan berjalan lambat seperti potongan film. Pintu kemudian dibuka oleh seorang concierge, tapi Hiashi hanya melirik sebentar, tanpa sungkan masih duduk, justru kini ia tengah menghubungi seseorang dari ponsel-nya, menghubungi putranya yang sepertinya baru bangun.
"Apa kau tahu teman Hinata?" Neji mengernyit heran saat ayahnya bertanya seperti itu—untuk pertama kali di sepanjang dia mengenal ayahnya. Pria itu jarang sekali menyeleksi teman putrinya. "Yang mana saja, aku ingin tahu teman laki-laki adikmu. Wajahnya agak kebarat-baratan, dan rambutnya berwarna pirang." Neji mengerang, dipaksa mengingat ketika baru bangun itu pekerjaan yang paling menjengkelkan. "Kau ingin Lamborghini atau apa itu—terserah! Yang pasti, aku ingin kau mencari tahu siapa teman adikmu."
YOU ARE READING
E N O R M O U S ✔
De TodoKeluarga kaya raya kehilangan putra mereka dalam perjalanan keliling Eropa. Sementara ada dua pria Jepang yang mengadopsi anak laki-laki dan menjadikannya sebagai pembunuh bayaran andal. Tepat dua puluh tahun kemudian, anak laki-laki itu mulai menge...