"Satu-satunya kebijaksanaan sejati adalah dengan kau tidak mengetahui apa-apa."
—Socrates
๑۩๑๑۩๑๑۩๑
24 Desember—Tokyo, Malam Natal.
Lagu-lagu Natal tidak berhenti diputar di setiap toko, swalayan, bahkan supermarket besar. Atau dengan pernak-pernik Natal yang sangat kental, menghiasi setiap kanopi di sebuah kedai kopi, dan juga dengan lampu hias dibalutkan pada pohon-pohon gundul tepi jalan. Warna terang atau lembut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pejalan kaki. Hiasan-hiasan dan lagu Natal, serta sebagai malam yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga besar.
Sementara tidak semua orang di dunia ini berbahagia di malam Natal dan berkumpul bersama seluruh keluarga mereka.
Dalam 12 jam seorang Nero tertidur, setelah dia memutuskan untuk mengambil libur bekerja di malam Natal. Namun karena apartemen kecil yang disewa dengan harga 70,000 yen per bulan, dekat dengan gedung-gedung pertokoan, restoran, beberapa kedai kopi—dia terbangun dengan suara Natal yang menjadikannya masa lalu kelam kembali berputar sebagai mimpinya.
Setelah mencuci muka hanya beberapa menit saja. Nero keluar dari gedung apartemennya untuk mencari kudapan menyambut Natal—walau sebenarnya ini sudah waktunya menikmati makan malam.
Malam ini, tepat dia terbangun dari mimpi buruk, keberuntungan bahwa gajinya yang terlambat sampai beberapa minggu ditransfer si penanggung jawab dari tempat kerjanya. Tapi sebenarnya dia bukan tipikal pria yang suka mengeluh, jika gajinya selama 2 bulan itu tidak kunjung masuk ke dalam rekeningnya.
Dia mengunjungi kedai ramen yang menjadi langganannya. Disambut oleh dentingan gelas demi menyambut malam Natal. Belum lagi suara pelayan ataupun koki kedai ramen tersebut, ketika meneriaki pelanggannya yang masuk dengan, "Irasshaimase!" terus menggema bahkan bercampur dengan suara lainnya.
"Porsi jumbo ekstra bawang, serta satu piring gyoza." Seorang pelayan wanita menyebut pesanan yang sudah dihafalnya. "Karena malam Natal sangat ramai, jadi... tunggu sekitar 20 menit ya."
Nero mengambil duduk di dekat jendela. Sangat jarang menemukan kedai ramen yang membuka cabang mereka dekat pinggir jalan raya—dengan di samping kiri kedai ini terdapat kafe gadis SMA, di mana semua pelayannya menggunakan seragam-seragam SMA—lalu di samping kanan, kafe dengan tema yang bergonta-ganti di setiap musimnya. Tepat Nero mengingat tata letak tempat ini, dia justru memfokuskan pandangan pada seorang gadis bertubuh agak pendek dengan pakaian santa yang sangat ketat.
"Ah, ternyata gadis itu lagi," dia menopang pipinya sembari memandangi gadis itu dari dalam kedai ramen. Ia tampak semangat membagikan brosur kafenya, walau sebagian dari mereka membuang begitu saja, tanpa merasa sungkan pada sang santa cantik dan seksi itu masih melihatnya.
Namun tidak sedikit pula dari mereka justru mulai merayu tidak tahu malu dan sepertinya menawari untuk bermalam bersama. Terlihat dari wajah gadis santa itu yang cukup malu-malu dan menggeleng berkali-kali demi menolak.
Di tengah penolakan tersebut, sepertinya Paman-Paman hidung belang sehabis pulang dari kerja tidak menghiraukan penolakan dari si santa. "Tidak, saya tidak bisa, saya di sini sedang bekerja." Dan ketika Nero hendak berdiri, pesanannya pun datang, lalu ia kembali ke tempat duduknya.
"Ini pesanan yang kau inginkan, dan selamat makan." Pelayan setengah baya—bukan pelayan wanita tadi—kembali masuk ke dalam dapurnya setelah mengantar pesanan, tapi tidak lama dari itu, ia kembali keluar dengan pesanan untuk pelanggan lain.
Nero mengamati keluar kedai seraya dia meniup asap panas dari ramennya yang mengepul. Namun justru berhenti saat Paman-Paman yang menggoda gadis santa masih ada dan merayu sembari menarik pergelangan tangan gadis itu.
YOU ARE READING
E N O R M O U S ✔
RandomKeluarga kaya raya kehilangan putra mereka dalam perjalanan keliling Eropa. Sementara ada dua pria Jepang yang mengadopsi anak laki-laki dan menjadikannya sebagai pembunuh bayaran andal. Tepat dua puluh tahun kemudian, anak laki-laki itu mulai menge...