Sunday (2)

5.3K 375 44
                                        


Kisha POV

Bego banget.

Asli.

Kenapa aku bisa hidup sih kalo harus sebego ini?

Memang sih, aku sudah curiga kemana cowok ini akan mengajakku setelah meninggalkan warung makan dan ingin pergi hanya berdua saja. Apalagi, cowok ini sudah dengan paksa resmi menjalin hubungan denganku.

Bukan aku tidak tahu bersyukur karena sudah mendapatkan kekasih yang jika hanya berdiri di jalanan saja sudah memancing perhatian karena fisiknya yang membuat semua orang setuju jika dia harusnya berada di majalah atau TV.

Tapi sekali lagi aku harus ingat dengan pepatah lama yang mengatakan agar tidak pernah menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja. Contoh hidupnya adalah Reo sendiri.

Siapa yang peduli jika cowok ini sempurna secara fisik dan materi jika kenyataannya, sifat cowok ini benar-benar sebelas dua belas dengan sampah?

"Lo kok diem aja?" tanya cowok itu sambil mengelus pipiku dengan tangannya yang halus

Aku langsung menepis dengan kesal, menjauhkan tubuhku sedikit darinya. "Gimana gak kesal kalo lo ternyata ngebawa gue ke tempat mencurigakan kayak gini?"

Mataku berkeliling ke arah bangunan kotor di sepanjang jalan yang kulewati dengan orang-orang menyapa kami. Meskipun sepertinya Reo tidak mengenal mereka, tapi entah kenapa cowok itu memakai topengnya dan bersikap ramah kepada mereka semua.

Tapi bukan itu yang membuatku merasa jika tempat ini mencurigakan. Tapi ke arah mana cowok itu membawaku. Karena semakin kami berjalan, semakin rumah penduduk tidak lagi terlihat dan hanya pohon-pohon mengelilingi.

"Santai aja, Sha. Kayak gue mau perkosa lo aja di sini," ujarnya santai

Aku langsung merinding, "Lo mau ngerasain tendangan gue di harta berharga lo lagi, hah?"

Kak Reo tertawa geli, "Kalo lo lakuin itu, gue ga punya pilihan buat mengikat kedua tangan dan kaki lo."

Kakiku langsung berhenti melangkah dan menatap cowok di depanku itu dengan curiga. "Lo... benar-benar mau bawa gue ke sini buat-"

"Lo pikir gue Daniel?" potongnya tersinggung lalu berdecak. "Gue mau tunjukin sesuatu ke elo."

Tentu saja ada rasa lega saat cowok itu mengatakannya. Tapi bukan berarti aku tidak akan waspada karena cowok sepertinya itu selalu mempunyai rencana dibalik rencana. Manipulator sejati yang aku yakin, bakalan menjadi psikopat yang hebat jika dia mau.

Tiba-tiba saja Kak Reo berhenti berjalan dan aku hampir menabraknya. Punggungnya yang kokoh akan membuat hidungku sakit jika harus menabrak yang seperti itu. Aku menoleh untuk melihat apa yang membuat cowok itu berhenti tiba-tiba dan mataku membulat dengan terkejut saat tahu apa yang ada di depan kami.

Kuburan

Dan kuburannya terlihat tidak terawat sama sekali, seolah sudah terlupakan sejak lama hingga aku tidak bisa membaca kuburan siapa itu karena bahkan namanya saja sudah hampir terhapus.

"Uhm," aku berusaha membuka suara karena akan cukup menyeramkan jika di tempat seperti ini kami berdua hanya berdiam diri. "Ini... kuburan siapa?"

Cowok itu menjawab tanpa menoleh, "Bisa lo lihat sendiri namanya."

Aku melirik ke arah nisan dan berusaha membacanya, tapi karena sudah tertutupi oleh lumut dan tulisannya memudar, aku benar-benar menyerah untuk membacanya. 

"Tulisannya sudah tidak terbaca lagi," jawabku

Menyerah untuk membuatku membaca, cowok itu menghela nafas. "Ini kuburan nyokap gue."

It's a game, baby!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang