KISHA POV
Oke.
Kalau bukan karena cowok ini tiba-tiba melompat ke arahku dan menyergap dengan tangannya untuk membungkamku seperti seorang pemerkosa, aku tidak akan menendangnya dengan keras tepat di bagian harta berharganya seperti sekarang ini. Dan seperti yang kuduga, cowok itu menjerit keras sambil mengelus harta yang menjadi masa depannya di lantai untuk mengurangi rasa sakit.
Rasakan itu!
Aku hampir mengatakannya saat erangan kesakitan cowok itu sama sekali tidak berhenti. Apa aku benar-benar sudah menghancurkan masa depannya? Gawat. Aku tidak mau menghancurkan masa depan seseorang dengan cara seperti ini. Mungkin yang sedikit lebih keren, seperti percobaan pemerkosaan yang dilakukan Daniel.
Tidak, tidak. Apa yang kupikirkan di saat seperti ini? Aku melirik Reo yang kini berusaha menenangkan diri, menarik nafas dan menghembuskannya beberapa kali seolah ia masih berusaha untuk menerima rasa sakit itu.
Karena di dorong oleh rasa kasihan dan sedikit merasa bersalah atas tindakan spontanku, aku mendekatinya dan mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.
"Ehm... lo ngga apa?"
Dan aku berani bersumpah, aku bisa melihat tatapan mata Reo yang setajam elang padaku sesaat. Aku bahkan bisa melihat urat-urat di lehernya keluar, seolah ia akan mengeluarkan suara yang dapat membunuhku beserta kutukan dan umpatan yang tidak pernah kudengar sebelumya. Tapi ternyata kekhawatiranku sama sekali tidak terjadi.
Dengan tenang, Reo berkata dengan suara penuh kerendahan dan penekanan. "Lo... hampir ngebunuh gue."
"Sori," cuman itu yang bisa kuucapkan. Namun dalam sekejap aku mengingat apa yang ia lakukan sebelum aku menendangnya. "T-tunggu! Itu kan karena lo tiba-tiba nerjang terus ngebekap gue! Gue ngga salah dong kalo mengeluarkan jurus membela diri sebelum lo berbuat macam-macam!"
Reo menghembuskan nafas, berusaha duduk meski kedua tangannya masih mengelus ke tempat hartanya membuatku harus membuang muka untuk mencari pemandangan yang lebih baik. Cowok ini benar-benar ngga tau malu!
"Gue benci cara cewek membela diri," sinisnya
"Dan seperti yang gue bilang, itu salah lo bersikap kayak pemerkosa!"
"Buat kesekian kalinya, jangan lo samain gue ama Daniel," tegurnya
Aku mempelajari satu hal tentang cowok ini. Jangan pernah berdebat dengannya atau perdebatan itu tidak akan pernah habis. Malah, akan semakin melenceng dari topik. Omong-omong soal topik, apa yang kami bicarakan sebelumnya?
Hmm... oh, aku ingat!
"Jadi, lo tau siapa para panitia ini?" tanyaku membuat Reo berdecak
"Masih aja-"
"Gue akan terus nanya soal ini kalo lo belum jawab. Lo pasti tau sesuatu!"
Kali ini Reo melepaskan kedua tangannya, mengangkat keduanya di udara layaknya mengisyaratkan ia mengalah. Apa aku berhasil memojokkannya?
"Perasaan gue ngebawa lo kemari bukan buat menginterogasi gue."
Ternyata tidak.
"Lo tau siapa para panitia ini... kan?" tanyaku dengan nada menuduh
Mata cokelatnya yang bagaikan elang menatapku,"Ya. Gue tau mereka. Bahkan gue mengenal dengan baik. Apa lo mau tau siapa aja, hm?"
Kemana keberanianku tadi? Oh, dia mengaku! Kisha, dia mengaku mengenal dengan baik para panitia itu! Apa lagi yang lo takutkan? Tanya dia!
Tapi... jika cowok ini tau tentang siapa aja para panitia itu, berarti cowok ini bisa melaporkannya pada para panitia itu karena aku berusaha mencari tahu siapa mereka! Dan aku bahkan tidak tahu, hukuman apa yang membuat seluruh sekolah tunduk pada mereka...

KAMU SEDANG MEMBACA
It's a game, baby!
RomanceBagaimana jika kebebasanmu direngut hanya karena sebuah permainan yang menjadi tradisi di sekolah barumu?