Athan dan Thalia sudah masuk ke mobil lagi. Ditengah perjalanan menuju destinasi berikutnya, mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah tempat makan khas Jogjakarta.
Athan sibuk memilih menu makanan, sedangkan Thalia berusaha mengalihkan perhatiannya dari lelaki tampan itu dengan sok-sokan bermain ponsel. Padahal Thalia hanya sedang membuka snapgram saja, tanpa berniat melihatnya.
"Aku pesen gudeg Tha. Kalo kamu apa?" tanya Athan yang membuat Thalia setengah terkejut.
"Samain aja."
"Kamu milkshake strawberry kan?" Thalia mengangguk. Lelaki ini masih mengingat minuman favoritnya. Minuman yang harus ada saat Thalia makan di sebuah tempat makan.
Pelayan itu pergi setelah Athan menyebutkan menu makanan yang mereka pesan dengan mengangguk hormat.
"Tha, setelah ini kita mau kemana?"
"Hmm, Taman Bunga Matahari?"
Athan mengangguk. "Kamu tau tempatnya?"
"Tau. Dulu waktu kecil gue pernah di sekitar sana sama Papa Mama, belajar sepeda."
"Bisa?"
Thalia menggeleng. "Gue nggak pernah bisa ngendarai sepeda, sampai sekarang. Semenjak gue jatuh dari sepeda, Papa ngelarang gue buat belajar lagi."
"Oh, itu alasannya kenapa di gudang kamu banyak sepeda?" tanya Athan dengan tertarik.
"Iya, gara-gara Papa ngelarang, setiap tahun gue minta dibeliin sepeda walaupun gue tau gue nggak bisa ngendarainya. Mau belajar, tapi Papa udah bersikeras ngelarang. Jadi yang gue lakuin cuma koleksi sepeda."
Thalia jadi ingat. Dulu, saat masih SD, Thalia pernah merengek pada kedua orang tuanya untuk dibelikan sepeda karena ia malu. Ia malu tak punya sepeda dan tak bisa mengendarainya disaat teman-temannya bisa melakukan hal itu. Bermodal menangis semalaman, akhirnya Aldhi menuruti permintaan putrinya tersebut.
Pada saat liburan, Thalia juga merengek meminta untuk diajari naik sepeda. Pada awalnya Thalia bisa dengan mudah melakukannya. Tetapi tiba-tiba saja sepedanya oleng dan akhirnya ia terjatuh. Lututnya terbentur batu yang ada di jalan hingga mengeluarkan darah yang tak sedikit. Thalia menangis, pasti. Namun keinginannya untuk jago main sepeda tak pernah surut. Ia yakin bahwa ia pasti bisa. Namun, Aldhi dan Ratna terlanjur khawatir jika anak semata wayangnya terjadi apa-apa lagi sehingga Thalia tak diperbolehkan untuk mengendarai sepeda, sampai kapanpun.
Pesanan mereka sudah datang. Thalia segera melahap makanan khas Jogja itu dengan lahap hingga makanan itu berantakan di mulut Thalia.
Athan yang melihat betapa ganasnya Thalia saat makan tak bisa menyembunyikan tawanya. Ia rindu saat-saat seperti ini. Ia rindu makan bersama Thalia. Ia rindu melihat Thalia yang selalu makan dengan belepotan seperti anak kecil. Bahkan semenjak Thalia pergi, Athan merasa ada yang kurang saat ia makan sendirian.
"Tha, pelan-pelan dong!"
Thalia tak peduli. Ia terus mengunyah sembari berbicara. "Shumpwah inhi makhanan terenhak--uhuk uhuk!"
Dengan sigap Athan mengulurkan segelas air putih kepada Thalia. Lelaki itu juga langsung duduk di samping Thalia untuk memukul punggung perempuan itu dengan pelan. "Makanya jangan keras kepala! Tuh kan keselek!"
Thalia hanya nyengir lalu makan dengan lahap kembali tanpa menuruti permintaan dari Athan yang sedang geleng-geleng kepala.
Setelah makan, mendadak Thalia merasa mual. Rasanya perutnya seperti terlilit dan ingin rasanya seluruh makanan yang ia makan keluar dari perutnya. Mendadak juga kepala Thalia pusing seperti semuanya berputar-putar di atas kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable [REVISI]
Teen FictionThalia Novenda, gadis bodoh dan ceroboh. Sering kali bermimpi bertemu dengan pangeran. Lalu tiba-tiba ia kedatangan tetangga baru yang mirip sekali dengan pangeran yang ada di dalam mimpinya! Berbagai cara ia lakukan untuk menaklukkan Athanabil Adve...