Sakit itu saat aku anggap kamu segalanya, tapi kamu anggap aku seenaknya
Thalia Novenda
***
Semua di dunia ini selalu berdampingan. Ada siang, ada malam. Ada hitam, ada putih. Ada baik, ada buruk. Ada suka, tentu saja ada duka. Seperti pada perasaan Thalia saat ini. Setelah mengalami duka lara yang dalam sehabis pulang dari rumah sakit dan juga karena kepergian orang tuanya ke Negara Menara Eiffel secara mendadak, Thalia bagaikan mendapat suntikan semangat kala ponselnya mendapat pesan masuk tadi pagi.
Thalia sangat menyesal tak segera membalas pesan itu kemarin malam lantaran ponselnya lowbatt. Pesan itu ia buka tadi pagi, sehingga senyum Thalia terbit menenggelamkan perihnya hati.
"Selama Papa Mama nggak ada, kamu tinggal sama Tante Anggi ya Tha?" Ratna menuangkan susu ke gelas kosong milik Thalia. Ucapan ibunya itu sontak membuat Thalia terbatuk-batuk karena tersedak roti selai yang baru saja ia buat.
"Pelan-pelan dong sayang." Aldhi menyodorkan segelas air. Persis seperti kejadian saat kedua orang tua Athan memberi tahu kabar baik ini.
"Beneran Ma?" Thalia menatap Ratna dengan berbinar. Ratna tersenyum senang. Memang anaknya ini sangat mudah sekali berubah. Kemarin saja ia menangis tersedu-sedu. Tetapi sekarang cengar-cengir tak jelas seolah melupakan beban yang ada. Sungguh, hati Ratna terenyuh dengan begitu mudahnya Thalia merasa baikan dalam situasi yang berat sekalipun. Menurut Thalia, ia tak ingin melewatkan banyak hal kecil yang ada di dalam hidupnya karena hal kecil itulah yang memiliki makna spesial di hidup gadis itu.
Ratna mengangguk. "Suka?"
"Pastinya dong!" seru Thalia riang.
"Besok mulainya, sekalian Papa Mama berangkat. Kamu jaga diri baik-baik ya Tha. Jangan lupa mi—"
"Iya Pa. I know. Papa udah bilang itu jutaan kali setiap Papa mau pergi. Thalia janji Papa," ucap Thalia yang memeluk ayahnya dengan rasa sayang luar biasa.
Aldhi tersenyum lalu mengecup tangan anaknya dengan sayang. "Anak Papa emang hebat."
Setelah sarapan roti gandumnya, Thalia bersenandung riang menuju rumah sebelahnya. Di sana, sudah ada lelaki dengan seragam yang sama sudah dipakai rapi olehnya. "Selamat pagi, Athan!" sapa gadis itu riang.
Athan menoleh lalu diam-diam bernafas lega. Ya Tuhan, betapa bahagianya dia melihat gadis itu dalam keadaan yang baik-baik saja. "Nebeng ya Than!" Thalia berujar lagi dengan riangnya membuat Athan tersenyum dalam diamnya. Thalia tetap sama, tak ada yang berubah meski telah dikecewakan dengan tak menolong gadis itu di saat ia membutuhkan bantuannya.
Athan masuk ke dalam mobil. Tadinya ia ingin berangkat naik sepeda, tetapi ia urung lakukan karena Thalia datang. Lebih baik menggunakan mobil jika bersama gadis itu. Selain agar tidak membuang tenaga karena gadis itu sangat berat, ia tak ingin jika gadis itu lebih parah karena terkena polusi serta paparan matahari yang menyengat.
"Naik!" tutur Athan tegas.
Thalia tersenyum ketika Athan tak memprotes seperti biasanya. Sebuah keajaiban yang besar.
"Gimana keadaan lo?" tanya Athan dengan ragu sekaligus cuek yang dibuat-buat padahal dalam hati yang terdalam ia sangat penasaran sekaligus khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable [REVISI]
Teen FictionThalia Novenda, gadis bodoh dan ceroboh. Sering kali bermimpi bertemu dengan pangeran. Lalu tiba-tiba ia kedatangan tetangga baru yang mirip sekali dengan pangeran yang ada di dalam mimpinya! Berbagai cara ia lakukan untuk menaklukkan Athanabil Adve...