Lose myself.
────୨ৎ────
HAVE you ever experienced something like this? Ketika di suatu tempat hujan turun begitu deras, tetapi di tempat lain tidak hujan sama sekali. Seperti berbeda langit, padahal masih dalam satu wilayah yang sama. Di depan kafe tadi, langit yang mendung seolah memberi harapan menjadi cerah, tapi ketika bus mendekat ke kantor, hujan malah turun begitu deras. Harapan kosong.
Petrichor hanya jadi ilusi di Kota Jakarta. Bagaimana bisa mencium bau alami air hujan yang jatuh ke tanah kering? Kalau semua permukaan tanah ditutupi dengan aspal dan beton. Ditambah ketika turun dari bus nanti, bagian bawah gamisku pasti basah. Hujan adalah karunia, tapi manusia benar-benar telah membuatnya menjadi musibah.
Handphone-ku bergetar lagi, kali ini kupastikan dua kali bahwa bukan nama Athaya yang tertulis disana. Aku tidak mau salah menyebutkan nama lagi dan berakhir diomeli tak jelas seperti tadi.
Namun, ketika melihat nama Abil Zulmi Arrafi—kakakku—yang muncul di layar persegi panjang itu. Aku malah lebih heran lagi. Pasalnya dia menghubungiku ketika ada sesuatu yang benar-benar urgent saja.
Hubungan persaudaraan kami berdasarkan asas simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Dia menghubungiku saat ada butuhnya saja dan aku pun melakukan hal yang sama. Saat kugeser panel di layar untuk menjawab panggilannya. Bus yang kutumpangi berhenti tepat di depan rel kereta.
"Assalamu'alaikum Fira, kira-kira kamu pulang jam berapa? Ini dosennya belum datang, Abang takut jam kuliahnya mundur dan gak bisa jemput kamu nanti," suara Bang Abil yang ngebass, terdengar dari speaker handphone. Aku menjawab salamnya.
"Bentar ... jam kuliahnya mundur atau mau jemput Ners Hasna dulu nih? Don't ever lie to me, Bang. Please udah ketahuan duluan," tanyaku tidak percaya.
Beberapa bulan yang lalu Bang Abil meminta Ayah untuk menemaninya melamar seorang perempuan bernama Hasna Syauqiya Zain. That was quite surprising for our family, pasalnya aku dan Ayah tidak pernah melihat Bang Abil menyukai perempuan sebelumnya. Bukan berarti Bang Abil gay, tidak! Hanya saja selama ini dia selalu fokus pada study S2 nya, tanpa pernah terusik dengan kehadiran perempuan di sekitarnya. Membicarakannya saja tidak pernah.
Yang lebih mengejutkan lagi, perempuan bernama Hasna itu adalah seorang perawat yang bekerja di bagian UGD Rumah Sakit Islam Jakarta. Aku tidak tahu bagaimana awalnya mereka bisa bertemu, tetapi aku cukup tahu bahwa perempuan feminim dan manis itu berhasil membuat beberapa sel saraf kakakku putus sampai hanya bisa memikirkan namanya saja.
"Yaelah ... Kapan Abang berani ketemu Hasna, tanpa ngajakin kamu? Kalo kamu nggak percaya, telepon aja Hasnanya atau sini datang ke kampus Abang. Orang dia kerja shift malam juga," ocehnya. Aku tertawa kecil mendengar suara kesalnya.
"Ya udah, nggak usah dijemput. Aku bisa pulang naik ojek online atau apalah nanti, sebentar lagi pulang kok. Cuma mau mampir dulu ke kantor, ada urusan mendadak," sambil mengatakan itu, mataku menatap ke kaca transparan berukuran besar di depan sopir.
"Ngapain kamu ke kantor jam segini, bukannya tadi bilang mau ketemu Najwa?"
Palang penutup jalan tertutup otomatis, diikuti suara alarm yang menggema, menjadi bahan peringatan untuk setiap kendaraan yang akan melintas. Aktivitas jalan raya mati sementara. Semua mobil langsung berhenti termasuk bus yang sedang kutumpangi. Guess what will happen?
Benar, itu tanda kereta akan melintas and I know this isn't gonna be good for me. Tiba-tiba saja aku merasa gelisah, tanganku begitu erat menggenggam pegangan bus. Suara alarm itu membuat jantungku berpacu dua kali lebih cepat.
![](https://img.wattpad.com/cover/128850276-288-k607051.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAF ✔
Roman d'amour(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) "Satu shaf shalat dibelakangnya adalah mimpi buruk." Kalimat itu sudah cukup bagi Shafira untuk menggambarkan bagaimana kehidupannnya setelah bertemu dengan seorang Athaya Khalil Adnan. [Spiritual-⚠Romance Act] ...