(Chapter 3: Awal mula masalah)

319 45 1
                                    

Masih banyak kekurangan dalam cerita seperti typo, kesalahan penulisan sesuai dengan EYD Terbaru (PUEBI). Ini merupaka SEMI FF(karakter tidak bisa disamakan dengan REAL-LIFE).

-Rated 17+

HARDWORDS, dimohon kebijakannya dalam memilih konten bacaan yang sesuai dengan usia. Gomawo-

***


<🐥🐻>

Aku menggantung jaketku, baru beberapa menit yang lalu aku sampai rumah. Hampir 7 jam aku menemani ibu untuk kontrol dan terapi, memang mustahil untuk sembuh tetapi hanya ini yang bisa kami lakukan. Finansial yang kian hari semakin menipis tidak mungkin bisa membayar biaya operasi apalagi resikonya juga sangat besar. Aku dan ayah belum siap menangung itu.

"Ayah!" kagetku saat kepala ayah menongol di pintu kamarku. Belum lagi wajahnya yang tersenyum seperti joker itu, membuatku takut saja.

"Ada apa, ibu sudah tidur?" tanyaku yang diangguki ayah. Dia masuk kedalam kamarku dan duduk diatas kasurku, akupun mengikuti ayah dan duduk disampingnya.

"Bagaimana hasilnya?" Tanya ayah dengan membungkukkan kepalanya seakan tahu apa yang akan kukatakan bukanlah hal yang baik.

"Sama saja. Ibu tidak bisa bertahan lebih dari 3 bulan kecuali kita melakukan operasi tapi mereka juga tidak bisa menjamin kehidupan ibu setelah operasi. Tapi setidaknya kita harus mencobanya yah, aku tidak bisa melihat ibu terus-terusan kesakitan yah." Kataku yang tercekat-cekat karena menahan tangisku.

Ayah terdiam. Dibandingkan aku, ayah lebih terenyuh mendengarnya. Aku tahu ayah memendamnya, raut wajahnya menunjukkan hal itu.

"Nak, kontrak ayah akan berakhir minggu depan."

Jlebb...

Perasaanku mencelos tidak berujung, disaat seperti? Bahkan gajiku, biarpun ditabung tidak sampai seperempat biaya operasi ibu, hanya gaji ayah saja yang bisa kami harapkan. Uang pensiun? Mana mungkin ada, ayah sudah mengambilnya sejak setahun lalu. Itupun dia harus menanggung resiko turun jabatan.

"A-apa... tidak bisa diperpanjang yah?" tanyaku.

"Tidak." Ucapnya. Kedua tangannya beralih memegang kepalanya yang terasa berat. Air matanya lolos dari naungannya, dia menangis pijar tak bisa membendung perasaanya yang teramat sakit.

Rasa haus yang kurasakan saat perjalanan pulang saat ini tidak terasa lagi, "Ayah apa yang harus kita lakukan?"

"Ayah tidak tahu. Semua sudah ayah lakukan, bahkan kita sudah punya kredit pinjaman yang belum dibayar, haruskah kita gadaikan rumah ini?"

"Tidak!" tolakku mentah-mentah. Menjual rumah ini sama saja dengan menjual semua kenang-kenangan yang keluarga ini miliki, aku tidak setuju.

"Ayah, masih ada jalan lain pasti! Aku akan melakukan apapun itu, bagaimana jika ayah menghubungi atasan ayah dan meminta aku untuk menggantikan ayah. Memohonlah demi ibu, yah!" saranku yang langsung di tidakkan ayah.

"Ayah sudah banyak menyusahkan sahabat ayah itu. Kalau saja ayah tidak menikah dengan ibumu, pasti saat ini ibumu sudah menikah dengan pria kaya raya yang dapat membantunya dikeadaan seperti ini... hiks"

"Ayah juga tidak bisa terus-terusan bergantung dengan keluarga Park terus-menerus. Selama 25 tahun mereka membantu ayah dan selama itu ayah tidak pernah bisa membalas budi mereka."

Benar juga, sahabat ayah itu sudah seperti ayah kedua bagiku. Aku memang tidak mengenal keluarga Park dengan baik, tetapi Pak Park memang sangat peduli dengan ayah. Semua perjalanan jatuh bangun ayah selalu dengannya.

Tapi sekarang kita harus bagaimana?

"Tunggu! Seul-ah..."

"Kenapa yah?" tanyaku yang frustrasi.

Ayah menatapku dengan yakin, seakan dia menemukan solusi dari puncak permasalahan ini. Tapi setelah itu dia kembali menundukkan kepalanya, mungkin solusi itu bukanlah jalan mudah yang bisa dilalui.

"Ayah?" panggilku saat ayah terlihat ragu-ragu mengatakannya.

"Apapun yang ayah pikirkan, tolong katakan padaku." Ucapku dengan lembut sambil memeluk pundak ayah, bersembunyi dibaliknya dengan tangisan yang lolos begitu saja.

"Ayah tidak ingin kamu melakukannya Seul-ah... kau anak satu-satunya yang ayah miliki. Ayah belum siap melepasmu."

Mendengar ucapan ayah membuatku tahu arah pembicaraan ini.

"Mungkin ini adalah bantuan terakhir Park Seo Joon untuk ayah. Dia berjanji akan memfasilitasi semua kebutuhan perawatan ibumu, tetapi itu tidak gratis Seul-ah..."

Apakah maksud ayah ada aku diantara segala bantuannya? Aku berperan sebagai imbalannya? Bukankah itu keterlaluan. Memang kami tidak mampu membayarnya tetapi...

"Ayah tidak akan melakukannya." Kata ayah menenangkanku.

"Kenapa? Bukankah kita benar-benar membutuhkannya yah! Aku hanya perlu menerima apapun yang diminta oleh sahabat ayah itukan. Aku akan melakukannya yah, jangan cegah aku. Hanya ini harapan kita, dimana lagi kita bisa mendapatkan uang cepat seperti ini."

"tetapi ini beda, nak."

"Apa yang membuat beda, yah? Apa ini berhubung dengan kejahatan, bom, atau kematian? Seul akan lakukan apapun itu yah, Seul tidak bisa kehilangan ibu. Seul sangat butuh kalian berdua, tidak ada yang bisa menggantikan kalian walaupun nyawaku sebagai imbalannya aku akan melakukannya demi kalian."

"T-tapi..."

"Ayahh..." ucapku yang duduk bersimpuh dihadapan ayah.

Aku tak punya apa-apa selain ayah dan ibu. Aku terjaga setiap malam dan air mataku sebagai harapanku, aku akan melakukan apapun itu asal bisa melihat ayah dan ibu tersenyum lebih lama bersama. Sekali saja aku ingin membalas semua budi mereka.

"Katakan apa yang harus aku lakukan. Kumohon....!" Pintaku sambil terisak-isak.

Ayah menarik nafas panjangnya,

"Menikahlah Seul..."

***



<🐥🐻>

Kalian maunya Seul sama Pak Park atau pria yang ditemuin Seulji di jalan?

Kalau aku sih maunya Seulji sama Taehyun hehe :v, jangan lupa vote dan comment yah kalau misalnya ada yang ngeganjal dihati kalian sekalian.


STAR MISSING ; seulmin (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang