Rabu pagi, keadaan bandara internasional Soekarno-Hatta terlihat cukup ramai, banyak anggota keluarga yang berkumpul untuk melepaskan kepergian anggota keluarga mereka atau malah menunggu kedatangan seseorang. Sama dengan sekumpulan yang beberapa masih mengenakan seragam sekolah sementara yang lainnya mengenakan baju santai.
"Bolos ya lo?"tanya Hyunjin yang berdiri sambil meminum ice green tae dengan santai.
Sementara tersangka itu hanya tersenyum, menunjukkan giginya yang terpasang oleh kawat gigi berwarna transparan itu.
"Kan gue mau melepaskan kepergian lo bang, lagian ini pelajaran fisika gak bisa gue"jawabnya santai yang dibalas gelengan oleh Hyunjin.
Tangannya terulur untuk menepuk pundak pria yang menggunakan seragam sekolahnya dulu beberapa kali, "Jangan nakal. Nyesel nanti lu, kalo diajakin bolos sama para begundal itu jangan mau. Apalagi Yedam noh, jangan mau, diakan setan"ujar Hyunjin sambil menunjuk pria yang kemeja sekolahnya dikeluarkan dari celana.
Merasa namanya dipanggil, Yedam mendengus kesal. Kemudian ia mendorong bahu Hyunjin dengan pelan, sehingga membuat Hyunjin terkekeh geli.
"Apaan dah bang! Gue gak gitu!"sunggut Yedam tak terima.
Hyunjin hanya terkekeh kemudian menganggukkan kepalanya, keberangkatannya menuju LA akan dilaksanakan 15 menit lagi. Koper-kopernya sudah ia urus bersama dengan Felix yang juga ikut membantu tadi. Sementara bunda dan juga Varo masih duduk dibangku tunggu sambil menunggu Varo yang tengah melakukan sarapan.
"Lo gak bakalan balik kesini?"tanya Jisung penasaran.
Hyunjin hanya mengangkat bahunya tak acuh, "Disana gue kuliah sambil magang di perusahaan om Mark sebelum nanti perusahaan kakek dikasih ke gue. Kalo ada waktu luang gue main dah kesini"jawab Hyunjin yang membuat Jisung mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ayo dah ke bunda, kita perpisahan dulu sama bunda"ajak Felix yang diangguki oleh yang lainnya.
Jisung, Seungmin, Jeongin, Felix dan Hyunjin berjalan didepan. Memimpin perjalanan menuju kearah Hira yang duduk didekat dengan pintu keberangkatan, sementara Yedam, Raseung, Sunwoo dan juga Eric berada dibelakangnya. Mengikuti sembari terkekeh kecil.
"Bunda!"pekik Felix dengan kuat sementara Hira yang tadinya tengah diam sambil menyuapi Varo langsung tersentak kaget.
Hyunjin memukul kepala Felix dengan pelan, membuat sang empunya terkekeh menahan sakit. Saat ke-9 itu berhenti tepat didepan Hira, Hira langsung tersenyum lebar. Menyambut uluran tangan dari ke-8 teman anaknya dengan senyuman lembut terpasang diwajahnya.
"Gak sekolahnya Jeongin, sama Yedam?"tanya Hira yang dibalas dengan cengiran kedua orang itu.
"Hehehehe, iya bunda. Kan mau nganter bunda sama bang Hyunjin ke bandara"jawab Yedam yang diangguki oleh Jeongin.
Hira hanya menganggukkan kepalanya, kemudian ia kembali menatap kearah Varo yang tengah berusaha untuk menyuapkan sendok makannya kedalam mulutnya.
"Sana gih kalo mau foto-foto, bentar lagi mau take off"ujar Hira yang langsung membuat ke-9 remaja itu berhamburan untuk melakukan foto kenang-kenangan bersama dengan Hyunjin.
Hira menggelengkan kepalanya saat menatap Felix yang tengah bertengkar dengan Eric menggunakan bahasa Inggris dan dibalas dengan toyoran oleh Raesung. Perpisahan yang ia sangat hindari hari ini terjadi, setelah ia benar-benar resmi bercerai dengan Minhyun dan setelah menunggu Hyunjin menyelesaikan ujian sekolah minggu kemarin barulah rabu ini Hira melakukan penerbangan menuju LA. Barang-barang miliknya dan juga kedua anaknya sudah ia kirim terlebih dahulu, sementara hari ini Hira, dan juga Hyunjin hanya membawa koper berisikan baju-baju saja, itupun tidak banyak karena sebagian besar sudah ia kirim terlebih dahulu setelah Hyunjin melakukan Ujian Sekolah.
"Bundaaaaa, minum"
Hira menoleh kearah Varo yang tengah mengguncangkan botol minum bergambar karakter superhero itu. Hira hanya tersenyum kemudian ia membuka tutup botol minum milik Varo, sebelum akhirnya menyerahkannya kepada Varo.
Tak berapa lama pengumuman bahwa pesawat tujuan LA akan segera take off membuat Hira langsung menoleh kearah Hyunjin yang kini tengah memeluk teman-temannya satu persatu, Hira hanya bisa menghela nafas panjang. Membereskan tempat makan Varo, dan juga botol minum milik Varo dan ia masukkan kedalam tas kecil milik Varo. Ia bangkit dari duduknya, kemudian dengan pelan Hira membantu Varo untuk turun. Setelah memastikan bahwa tidak ada barang yang tertinggal, Hira langsung berjalan kearah Hyunjin.
Hari ini semuanya akan berakhir, buku miliknya sudah penuh dengan coretan tinta kehidupan yang memiliki banyak rasa namun sakit yang paling mendominasi. Tidak ada tangis kesedihan yang akan ia keluarkan saat malam hari, ataupun teriakan pertengkaran antara dirinya dan juga Minhyun.
Ini sudah selesai, tidak ada sebutan istri kedua yang melekat pada tubuhnya, tidak ada cacian yang tertuju kepadanya. Semuanya sudah selesai, tidak ada lagi Minhyun. Tidak ada lagi Bona, tidak ada lagi Jinyoung, tidak ada lagi Eunbi, dan tidak ada lagi Seonho yang menghantuinya. Tidak ada rasa bersalah, serta kekecewaan yang selalu mengikuti setiap langkahnya. Ia sudah selesai, dengan semua yang sudah ia perjuangkan hingga akhirnya Hira sampai pada titik ini.
Ini kesalahannya, Minhyun sedari awal bukan miliknya. Tidak ada alasan kuat untuk Hira mempertahankannya lagi, tidak ada alasan untuk bertahan dalam rasa sakit. Ini semua kesalahannya, yang tidak memberontak saat Minhyun menikahinya secara paksa, tidak marah saat ia tahu Minhyun menjadikannya istri kedua. Dan tidak mencoba untuk berpisah dengan Minhyun meskipun pria itu menolak.
Hira tahu, ia bodoh, ini kesalahannya. Maka dari itu, ia tidak mau mempertahankan lagi. Mencintai sendirian itu menyakitkan, rindu sendiri itu melelahkan. Maka dari itu Hira memilih untuk menyerah daripada harus merasakan sakit karena memilih untuk bertahan.
Teruntuk kamu, yang pernah menjadi pemilik hatiku.
Aku tahu, menyesal itu tidak akan merubah keadaan. Penyesalan yang selalu datang diakhir tidak akan pernah bisa berubah semudah itu. Aku tahu, kehilangan itu tidaklah mudah. Aku tidak pernah menyesal pernah mengenalmu, aku tidak pernah menyesal karena jatuh kepadamu. Karenamu, aku bisa merasakan sakit yang sama besarnya ketika aku mencintaimu.
Teruntuk kamu, yang sudah aku lepaskan dan tidak akan pernah ku kejar lagi. Maaf aku memilih untuk berhenti. Berhenti untuk mempertahankanmu, dan berhenti untuk berharap kamu adalah milikku. Maaf jika keputusan ini membuatmu sakit, namun percayalah. Keluarnya pelangi selepas hujan tidaklah semudah itu.
Aku meminta maaf jika sudah mengingkari janji yang kita ucapkan kepada Tuhan diatas altar 19 tahun yang lalu, maaf jika kamu merasa aku begitu menyusahkanmu. Kamu tak usah cemas, aku bisa mengurus dua malaikat kecil kita yang sekarang sudah semakin beranjak dewasa. Terimakasih karena masih mau menjadi ayah untuk keduanya, maaf jika kepergianku kali ini tidak mengabarimu. Terimakasih untuk waktunya selama ini. Aku pamit, semoga harimu menyenangkan. Tuhan akan selalu memberkati mu.
—aku, yang pergi dari kehidupanmu.
---
END
KAMU SEDANG MEMBACA
him not mine; Hwang Minhyun✓
FanfictionImagine story off Hwang Minhyun x OC. story by; Kairzel