09

4.6K 797 48
                                    

Tidak ada seorangpun yang mau memiliki kehidupan seperti Hyunjin, menjadi anak pertama dari istri kedua adalah sesuatu yang membuatnya merasa malu. Bukan, bukan malu karena ibunya merupakan istri kedua dari sang ayah. Tapi ia malu, malu memiliki ayah yang terlalu pengecut seperti Minhyun.

Dulu Hyunjin pikir ayahnya adalah panutan untuknya, yang akan merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh Hyunjin kecil saat menangis, yang menjadi pahlawan terbaik untuk Hyunjin, yang selalu bekerja keras hingga jarang pulang demi membelikan Hyunjin sebuah mainan mobil remote control yang belum dimiliki oleh teman-temannya saat itu.

Tapi sekarang Hyunjin tahu, ayahnya yang dahulu selalu merentangkan tangannya untuk memeluknya saat dirinya menangis, kini sudah berbeda. Tidak ada pelukan hangat dari sang ayah, tidak ada kalimat "kamu jagoan ayah" yang sering ayahnya ucapkan saat Hyunjin jatuh untuk belajar menggunakan sepedanya pertama kali. Semuanya sudah berubah, bukan karena kehadiran Varo 5 tahun yang lalu. Bahkan jika Hyunjin bisa memilih, dirinya lebih memilih dibandingkan oleh Varo yang jelas-jelas adik kandungnya ketimbang dibandingkan oleh Jinyoung.

Yang dulu adalah teman satu sekolahnya saat SMP, dan berubah menjadi saudara seayah.

Hyunjin tak mau seperti ini, selalu disalahkan atas apa yang ayahnya lakukan. Hyunjin tak terima, namun tak bisa melakukan sesuatu. Dirinya terlalu lemah.

"Lo ngapain nangis njing!"

Seruan Felix itu sontak membuat Hyunjin langsung menghapus air matanya yang tanpa sadar sudah mengalir.

Hyunjin menggelengkan kepalanya, "Kagak papa"jawab Hyunjin pelan.

Felix berdecak kesal, dengan gerakan cepat ia langsung mengambil posisi disamping Hyunjin yang kini terduduk diatas kasur kamarnya.

"Kalo gak papa ngapain nangis? Mikirin apa lo lur?"tanya Felix lagi.

Hyunjin menghela nafas, kemudian ia menggelengkan kepalanya.

"Gue gak papa elah, udah sana susul Jisung dibawah. Bantuin dia buat mie"balas Hyunjin yang membuat Felix berdecak kesal.

Dengan segera Felix langsung memilih untuk turun dari kasur Hyunjin dan berjalan kearah pintu, berniat untuk menyusul Jisung yang memang sedang membuat mie instan didapur.

Namun sebelun Felix membuka pintu, pria berambut pirang itu kembali menatap Hyunjin dengan pandangan teduhnya.

"Gue emang bukan moodboster, gak bisa ngasih saran kaya Seungmin. Tapi bisalah kalo buat jadi tempat sandaran, jangan malu buat cerita sama gue lur. Kita udah bareng dari jaman bocah"Setelahnya Felix langsung membuka pintu kamar Hyunjin dan bergegas untuk menutupnya.

Tepat saat pintu berwarna putih itu tertutup rapat, seorang Hwang Hyunjin yang mereka bilang kehidupannya sempurna itu menangis. Menumpahkan air mata kekesalannya terhadap sang ayah.

Dulu ia pikir, Minhyun adalah panutannya. Namun sekarang. Bahkan rasanya untuk menganggap Minhyun sebagai ayahnya pun Hyunjin tak mau.


Mobil Fortuner putih milik Minhyun berhenti tepat didepan garasi rumah milik Bona. Minhyun terlebih dahulu, kemudian disusul dengan Hira disampingnya.

"Udah bilang sama mba Bona kan mas?"tanya Hira untuk kesekian kalinya kepada Minhyun.

Minhyun menganggukkan kepalanya, kemudian berjalan masuk kedalam rumah berukuran besar itu terlebih dahulu. Dengan pelan Minhyun membuka pintu bercat hitam tersebut, kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah miliknya, dan juga Bona. Sementara Hira mengekor dibelakang.

Pekikan nyaring milik Seonho lah yang menyambut keduanya, anak bungsu dari Bona itu langsung memeluk Minhyun erat, membuat Hira yang berada dibelakang Minhyun terkekeh kecil.

him not mine; Hwang Minhyun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang