Jimin bangun terlambat. Matahari sudah tinggi, tapi pria bermarga Park itu masih merenggangkan tubuh di ranjang empuk milik hotel. Penatnya konser masih terasa hingga sekarang. Hh, sudah resiko.
Satu nada pemberitahuan dari ponsel membuatnya meraih benda canggih tersebut dari nakas. Matanya menyipit saat membaca pesan yang dikirim oleh Nana, pacarnya. Foto gadis itu yang memakai gaun merah sepaha, kontras dengan warna kulitnya yang putih, tengah berpose di dekat kaca sebuah gedung.
Nana❤
Menggerakkan jari, Jimin pun mengirim pesan balasan yang berisi pertanyaan Nana sedang apa dan di mana.
Satu pesan balasan masuk. Sambil mengubah posisinya jadi tiarap, Jimin membaca pesan Nana.
Nana
Di depan kamarmu
Jimin spontan bangun. Matanya membulat, setengah tidak percaya dengan balasan dari Nana. Tetapi suara ketukan membuat pria yang memakai baju kaos dan celana pendek itu bergegas lari menuju pintu.
“Selamat siang, Kekasih,” sapa Nana sambil masuk begitu saja dengan tangan penuh paper bag. Mengabaikan Jimin yang melongo melihatnya memakai gaun yang sama dengan yang di foto tadi, dia menaruh semua paper bag ke tempat tidur yang selimutnya tidak dirapikan.
“Na, kau dari mana sebenarnya?” tanya Jimin setelah menutup pintu. Dihampirinya Nana yang membuka satu persatu isi paper bag, menambah kacau-balau tempat tidur dengan plastik dan kotak-kotak pembungkus dompet, tas dan pakaian.
Sejenak Nana mendongak, memandang Jimin yang bingung dengan kekacauan di tempat tidur. “Oh, aku ada pemotretan di dekat sini,” jawabnya sambil mengambil plastik-plastik yang berhambur.
“Di sini? Jepang?” Jimin memastikan. Dibantunya Nana memasukkan kotak dan plastik ke dalam salah satu paper bag.
“Iya. Awalnya aku tidak mau karena harus terbang ke sini, tapi melihat tempatnya dekat denganmu, ya aku setujui.”
Jimin menyipitkan mata. Tanpa diduga dia menangkup pipi Nana dan tertawa. Gadis itu hendak memprotes karena make-up-nya akan berantakan, tapi Jimin lebih dulu berkata, “Terima kasih sudah datang, Nana sayang.”
Nana batal marah. Gantinya dia mengembuskan napas dan menyerahkan sebuah kotak yang sengaja tidak dibuka sejak tadi. “Untukmu,” katanya.
“Isinya apa?” tanya Jimin sambil menerima kotak yang diberi. Isinya ringan, jadi dia tidak bisa menebak.
“Lihat saja sendiri.”
Jimin menimbang sejenak, tapi kemudian menaruh kotak tersebut ke tepi. Nana menatap curiga, terutama ketika Jimin membentuk sebuah senyum misterius di bibirnya. Eum… yah, seperti yang orang lain ketahui, kemesuman Jimin bukan hal bohong. Berduaan dengannya seperti ini sangat membahayakan. Meski di luar sana matahari sedang bersinar terang memberi pencahayaan, kemesuman Jimin tidak kenal waktu. Sama seperti Jungkook.
“Nana….”
“Apa?”
Jimin lebih mendekatkan wajahnya ke Nana. “Kau tidak mau memberiku sebuah ciuman, um?”
Nana mengerjap. Tuh kan… Jimin mulai lagi.
“Itu….” Nana serba salah. Matanya berputar gelisah. Jimin diam menunggu dengan raut serius yang membuatnya makin tampan. Ya Tuhan… Nana galau, malu juga.
“Jim, aku—“
Satu kecupan mendarat di bibir Nana, memutus ucapan gadis Kim tersebut. Jimin mengerling, jahil mencolek dagu gadisnya yang mengerjap lucu. “Selamat datang di tempatku, Sayang,” ucapnya dengan tangan mengusap rambut bergelombang Nana.
Semu merah itu muncul. Nana merona. Jimin terkekeh gemas, tidak tahan melihat gadisnya tersipu hanya dengan sebuah kecupan dan usapan di rambut. Namun mengingat kondisinya yang belum mandi—bahkan belum mencuci muka dan gosok gigi—membuatnya harus berdiri dan menuju kamar mandi. Tak lupa, diambilnya dahulu handuk yang tersampir rapi.
Nana memandang Jimin. “Kau belum mandi?” tanyanya.
“Mm, aku baru bangun,” jawab Jimin dari kamar mandi yang pintunya belum ditutup.
“Gosok gigi juga belum?”
Tanpa bersuara Jimin mengangkat pasta gigi dan sikat gigi yang barusan diambil. Tanda dia mengiyakan pertanyaan Nana tadi.
“Kau belum gosok gigi tapi sudah menciumku?!” protes Nana tidak terima.
“Kenapa memangnya? Toh, mulutku tidak bau dan yang terpenting kau menyukainya.” Jimin tersenyum di akhir kata, senang sekali dia melihat gadisnya memasang wajah cemberut.
“Yak, Park Jimin!”
“Apa, Nana sayang?”
“Mesum!”
“Pacarmu.”
“Jorok!”
“Kau merona saat kucium.”
“Yak!”
Jimin hanya tersenyum tanpa dosa sambil menggosok giginya. Nana berbeda, dia berdecak, memasang sepatunya dan bergegas berdiri seperti hendak pergi.
“Mau ke mana?” Jimin bertanya.
“Kamar Jungkook. Dia sendirian kan?”
Jimin terbatuk karena sikat giginya tidak sengaja mengenai tenggorokan. “Yak, kenapa kau ke kamar suami orang di saat pacarmu ada di sini?” protesnya langsung.
Bukannya menjawab, Nana malah menjulurkan lidah mengejek Jimin.
“Nana, kau—“
“Aku ke kamar biasku dulu. Annyeong, pacar.”
Sebelum Jimin mengomel dan menyusulnya, Nana lebih dulu menghilang dari pandangan si pria, meninggalkan Jimin yang merutuk dan cepat menyelesaikan urusannya. Tanpa berganti baju, Jimin berniat menyusul Nana yang kabur ke kamar Jungkook seperti katanya tadi.
Di sepanjang lorong Jimin mengomel, lantas bertekad akan menghukum gadisnya yang… ya Tuhan, nakal sekali bermain-main di kamar suami orang. Hukumannya? Oh, tentu saja rahasia. Hanya Jimin dan Tuhan yang tahu.
-FIN-
❣❣❣
Pasangan baluuuu 😘 Say hello dulu buat mereka~ 😁😁
Doakan Jimin langgeng sama Nana sampe pelaminan ya 😂
Dan jangan lupa tinggalin vote sama komentarnya 😘