Nana menyandarkan punggung di kursi taksi yang dipesankan oleh Jimin. Rasanya penat setelah penerbangan Indonesia-Korea. Oh ya, ngomong-ngomong Nana juga orang Indonesia, sama seperti Mia, meski berbeda wilayah. Yah, mungkin lain kali diceritakan lebih jelas bagaimana awal pertemuan mereka, terutama dengan Jimin.
Bicara tentang pertengkaran mereka kemarin, sebenarnya sudah reda meski belum ada kata maaf yang diucap Jimin. Ah ya, sebenarnya Jimin sedikit kelimpungan saat tahu bahwa Nana tiba-tiba pulang ke Indonesia. Dia mengira Nana sangat marah sampai akhirnya meninggalkan dia. Pria tampan itu mencak-mencak, mengakibatkan seluruh anggota BTS terkena omelannya. Beruntung Nana cepat menjelaskan bahwa dia mengambil cuti dan hal ini sudah lama direncanakan. Maka selamatlah seluruh anggota BTS yang tinggal di dorm.
Menghela napas, Nana pun mengambil ponselnya yang berdering tanda ada panggilan video yang masuk. Dari Jimin, tentu saja. Tanpa make-up, muka Jimin tetap tampan. Pria itu bersandar di headboard ranjang. Rambutnya seperti belum disisir, tapi tidak masalah. Sekali lagi, Jimin tetap tampan.
"Tidak mau bicara?" tegur Nana setelah mereka saling diam selama beberapa menit. Kebetulan, sedang lampu merah.
Jimin diam, hanya menaikkan sebelah alis, lantas kembali fokus memandang Nana.
Baiklah, Nana tidak kehabisan akal. Digerakkannya jari, isyarat agar Jimin lebih mendekatkan layar, tapi lagi-lagi Jimin hanya menaikkan sebelah alis dan mengerutkan hidung. Membuat gemas saja. Tetapi bukan Nana namanya jika pantang menyerah. Gadis itu kembali menyuruh Jimin mendekat dengan wajah yang dibuat-buat kesal tapi menggemaskan. Dan... kali ini Jimin mengalah. Didekatkannya wajah ke layar, dan siapa sangka Nana menggunakan kesempatan itu untuk mengecup layar ponsel, lantas tertawa seperti tak berdosa.
Jimin? Akhirnya dia tersenyum simpul. Nana selalu punya kejutan untuk membuatnya tersanjung sebagai seorang kekasih.
"Datanglah ke sini," kata Jimin akhirnya.
"Untuk apa?"
"Datang saja."
"Hmm."
"Keberatan?"
Nana mengangkat bahu. Taksi sudah berjalan lagi. Jimin diam, menunggu jawaban Nana.
"Ahjussi, tolong antar aku ke tempatnya."
Jimin untuk yang kedua kalinya tersenyum. Dan di saat supir taksi bertanya arah tujuan, dia mematikan sambungan tanpa permisi. Yah... dia perlu bersiap, 'kan? Tidak mungkin gadisnya sudah secantik itu, sedangkan dia kumal seperti ini. Oho, tidak boleh.
∞•∞
Nana sampai setengah jam kemudian. Di tangannya ada tentengan kotak yang berisi kue. Yah, penyebab dia sampai lebih lambat, alasannya karena lapar tentu saja. Di belakang, koper yang secara otomatis mengikutinya berdiri dengan cantik. Hadiah dari Jimin saat pria itu tahu dia suka berbulak-balik antara Korea dan Indonesia. Supaya tidak lelah menarik katanya. Baik, 'kan?
Jimin membuka pintu setengah menit kemudian. Pria itu sudah tidak memakai kaos putih lagi, melainkan kemeja dan jeans. Rambutnya pun sudah disisir rapi, juga tubuhnya, harum parfum khas laki-laki. Nana tersenyum. Ini hal pertama yang menyenangkan saat pulang ke Korea.
"Nana." Jimin memanggil ketika Nana baru saja mendudukkan diri ke sofa yang empuk.
"Hmm?"
Tanpa kata, Jimin tiba-tiba ikut duduk dan langsung memeluk Nana. Erat sekali, seolah tidak mau dipisahkan meski hanya sedetik. Nana diam, namun balas memeluk Jimin dan mengusap punggung pria yang jadi kekasihnya ini.
"Kenapa?" tanyanya pelan.
"Maaf, karena sudah mengaturmu malam itu." Jimin bertutur dengan tulus.
"Hmm...."
"Aku ingin yang terbaik untukmu, Na. Maaf jika caraku menyinggungmu."
Nana hanya diam, membiarkan Jimin bicara lebih jauh untuk menyampaikan isi hati.
"Aku hanya mau kau merasa nyaman dan tenang. Aku tidak mau kau kelelahan, apalagi sampai diganggu orang lain. Aku merasa bersalah," kata Jimin lagi.
Tidak ada jawaban. Jimin pun menyurukkan wajahnya ke leher Nana dan memejamkan mata.
"Maaf," bisiknya untuk yang ke sekian kali.
Nana memutuskan untuk tak menjawab dan hanya mengusap rambut Jimin. Alasan Jimin sudah dipahaminya dengan benar, sejak awal malah. Jimin ingin yang terbaik untuknya, dan itu tidak pantas dijadikan bahan pertengkaran.
Cukup lama berpelukan, Jimin pun melepaskan diri. Ditatapnya wajah cantik Nana, kemudian disentuh dengan hati-hati, seolah itu benda paling rapuh dan akan hancur jika bersentuhan dengan kulitnya. Nana diam, melirik tangan Jimin yang berada di pipinya dan balas memegang tangan tersebut. Hangat.
"Boleh aku menyentuhmu? Aku sangat merindukanmu, Na."
Tuhan... wanita mana yang mampu menolak permintaan dari Jimin? Dibarengi tatapan sendu pula, memikat dan menghipnotis agar permintaan itu dituruti. Termasuk Nana, dia hanya bisa memasrahkan diri ketika Jimin mengecup, menyesap dan membuainya dalam sensasi baru yang sulit dikatakan. Seluruh kelembutan Jimin tumpah, membuat Nana seolah menjadi ratu dalam sekejap. Dia begitu dihargai, bahkan ketika Jimin ingin hal yang lebih jauh.
Jika kata mereka laki-laki selalu mampu merayu para wanita, maka itu benar. Jimin salah satunya. Dia perayu handal, bisa membawa wanita mana pun ke pelukan. Tetapi malam ini, Jimin mengukuhkan hati. Dia ingin Nana, hanya Nana dan cuma Nana. Janji tak tertulis tapi selalu berusaha untuk ditepati.
-FIN-
--Don't ask me mereka ngapain 👀 Yang penting ini bonus, foto si Babang--
He's mad? Maybe 👀
Btw adegan VC Jimin-Nana di atas ada di instastoryku yaaa 😂 Silahkan lihat di IG Jeon_Mia (promosi sekalian 😂)
Finally~ Purple U 😘💜