She Is From The Past

1.2K 131 47
                                    

Jimin diam menatap layar ponselnya yang mati. Dia menunggu panggilan dari Nana yang berada di asrama perlombaan. Yap! Kekasihnya itu bersikeras ingin mengikuti ajang penampilan bakat yang berhubungan dengan kue. Bukan perlombaan besar, tapi cukup diminati oleh orang-orang yang menyukai dunia kuliner.

"Kau tidak mau bakat kekasihmu ini dilihat banyak orang, huh?" Itu kata Nana ketika Jimin protes sebelum perlombaan dimulai, berhasil membuat lelaki kelahiran 1995 itu bungkam dan berdecak kesal. Suka tidak suka, dia harus menyetujui dan melepas Nana agar tinggal di asrama yang disediakan untuk para peserta.

Hh, kadang Jimin heran, kenapa Nana harus serealistis dan bekerja sangat keras disaat memiliki kekasih yang kaya dan siap mengeluarkan uang berapapun untuk kebahagiaannya. Sungguh, Jimin bingung.

Satu denting pemberitahuan membuat lamunan pria tampan itu buyar. Secepatnya ia mengambil si benda pintar dan membuka pesan yang masuk.

—Aku berhasil menjadi trainee prioritas! 😍 —

Lengkung bahagia hadir di bibir tebal menggoda Jimin. Segera ia membalas, mengucap selamat dan mengatakan bahwa Nana memang pantas berada di kelas A.

Sekitar beberapa menit menunggu, sebuah chat balasan kembali masuk, isinya tentang kebahagiaan Nana dan diakhiri dengan kalimat yang menyatakan bahwa ia merindukan sosok tampan yang biasa selalu dipeluknya hampir di setiap malam. Ah... membaca itu Jimin jadi tersenyum dan menjadi semakin berbunga-bunga. Namun, ketika hendak membalas, dering panggilan video lebih dulu terdengar.

Jimin tersenyum lebar ketika mendapati layar ponsel keluaran terbaru miliknya dipenuhi wajah cantik sang kekasih yang dirindu.

"Nana baru selesai mandi. Jimin sedang apa?" tanya si cantik seraya mengusap rambut yang basah.

"Heum... menunggu Nana pulang ke pelukan Jimin."

Nana mencebik lucu, tapi justru membuat Jimin terkekeh.

"Ayo ke sini," ajak Nana tanpa terduga. "Ada banyak peserta yang ditemui pacarnya."

"Benarkah?"

"Mm."

"Boleh masuk ke kamar, tidak?"

Gerak mengusap rambut Nana berhenti. Cukup lama ia diam memandang wajah Jimin yang tak menunjukkan rasa bersalah. "Mesum!" sentak Nana.

Alih-alih merasa kesal, Jimin justru tertawa senang dan mendekatkan wajahnya ke layar. "Kenapa? Apakah di sana ada larangan tidak boleh bercinta?" bisiknya nakal.

"Jimin!!" Nana memerah, tampak begitu menggemaskan dan lucu. Beruntung di sekitar tidak ada orang lain, jadi tidak ada yang akan mendengar percakapan kotor mereka.

Jimin tersenyum, menghela napas dan menarik punggungnya untuk kembali bersandar ke kursi. "Kau sendirian di sana?" tanyanya.

"Tidak. Satu kamar untuk dua orang."

"Oh? Lalu teman sekamarmu mana?"

"Dia keluar sebentar. Ngomong-ngomong, dia sangat cantik, baik juga. Bahkan saat pertama kali kulihat, kukira dia putri raja." Nana tiba-tiba bersemangat bicara, seolah sedang menceritakan orang yang dikagumi. "Dia sangat ramah, bahkan dia yang dulun menyapa saat tahu bahwa kami sekamar."

"Oh ya? Sepertinya aku harus berterima kasih dengannya karena sudah menjaga kesayanganku." Jimin menjilat bibir, lurus memerhatikan Nana yang menyipitkan mata.

"Awas kalau Jimin sampai naksir dengannya!" Nana mengancam dengan wajah cemberut dibuat-buat. "Dia benar-benar cantik dan anggun."

"Lalu?" Jimin mengangkat alis. "Nanaku juga cantik, sangat cantik malah. Jadi, apa yang harus dikhawatirkan?"

[Jimin ❣ Nana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang