Singapore.
Nana ikut bernyanyi bersama ARMY yang datang ke konser BTS hari ini. Gadis kelahiran 1997 itu riang mengangkat ARMY Bomb-nya yang menjadi salah satu kerlip Indah di antara ribuan lainnya. Fanchat diteriakkan, dan beberapa kali mereka bersorak senang karena tingkah laku para member di panggung.
Hingga lagu terakhir dinyanyikan dan seluruh member membungkuk ke penonton, Nana masih menjaga senyum terus ada di bibir. Memandang Jimin, dia jadi sangat bersyukur karena bisa dekat dengan malaikat BTS dan ARMY tersebut.
“Jimin-ah!! Saranghaeyo!!”
Nana berteriak nyaring mengikuti ARMY yang juga meneriakkan nama bias masing-masing. Dia melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Tidak terlalu berharap di-notice sebenarnya, tapi siapa sangka Jimin langsung menoleh ke arahnya dan tersenyum lebar.
“Nado saranghaeyo.” Jimin membentuk tanda cinta dengan dua tangan, membuat para penggemar berteriak histeris dan memuji tindakan lelaki itu.
Nana tersenyum lebar. Cantik sekali, sampai-sampai Jimin tidak ingin mengalihkan pandangan dan hal itu membuat member lain menggodanya. Namun, ia terselamatkan sebab panggung mulai turun dan mereka harus melambaikan tangan untuk terakhir kali kepada para penggemar.
“You’re so beautiful. Jimin sampai tak lepas pandangan kat you.”
Nana menolehkan pandangan ke gadis di sampingnya yang bicara.
“Haha, terima kasih.” Nana mengangguk sopan meski agak canggung. Dia hanya sedikit paham dengan bahasa Melayu dan Inggris.
“Korang dari mane? Ah, I mean, where are you from? Macamnya lain dari sini.”
“Aa... I’m from Indonesia, but I work in Korea.” Nana belepotan saat harus bicara bahasa Inggris karena minimnya kosakata yang ia punya. Jadi dia mengucapkan katanya satu persatu dengan tempo lambat.
“Oh... Macam tu ke. Mesti you happy bisa kerja kat Korea, kan?”
“Haha.” Nana tertawa canggung, terdorong rasa bingung harus menjawab apa. Andaikan ada Mia di sini, mungkin istri Jungkook itu bisa membantunya. Mia kan paham bahasa Melayu, meski tidak berasal dari suku itu.
“Oh ye, boleh tak ai bekawan dengan you di sosial media?” Gadis tadi mengambil ponselnya di saku.
“Oh, boleh-boleh.” Nana menyebutkan nama akunnya, sedang teman barunya itu cepat mencari. Sebentar saja, dia sudah jadi follower gadis cantik itu.
“Beautiful memang awak ni. Model ke?” pujinya saat melihat postingan Nana.
“Ya... begitulah.” Nana mengangguk-angguk agak bingung. Isi vanue sudah berkurang setengah, namun masih saja terdengar ramai.
“Jom, selfie.”
Nana mengerjap, tapi kemudian mengangguk-angguk paham dan tersenyum di samping gadis yang lebih rendah beberapa senti darinya itu. Beberapa foto diambil, dan ada juga video singkat yang dibuat. Cukup membuat Nana terhibur dan semakin senang.
“Ai mesti pulang sekarang. Semoga kita bise bejumpa lain waktu.”
“Iya.”