"Kamu kemana sih, Dev? Kenapa kamu gak kembali? Kenapa kamu gak jemput aku? Aku kesepian, Dev. Semuanya udah berubah, bahkan orang tua aku pu berubah. Ayah yang selalu manjain aku tadi malah nampar aku, dan ini karena Ali! Dev, aku mau ikut kamu..hiks.."
Kaca yang melapisi foto seorang pria yang nampak berwibawa dengan tuxedo hitamnya sudah mulai basah karena air. Bukan air hujan ataupun cipratan dari genangan, tapi air itu berasal dari pelupuk mata Prilly.
Direngkuhnya bingkai itu dalam pelukannya dengan isakan yang semakin menjadi. Tangannya terus mengelus foto wajah pria yang selalu ia tunggu selama ini.
"Aku kangen kamu, Dev."
Ceklek
Prilly menyeka air mata yang membasahi pipinya saat decitan pintu itu terdengar. Matanya memandang daun pintu yang perlahan terbuka, dan muncullah sosok Ali sedang menatapnya khawatir.
"Pril, kamu ga papa 'kan?" Tanya Ali ketika tubuhnya sudah dekat dengan gadis itu yang masih duduk diatas ranjang.
"Apa perduli lo? Bukannya lo seneng, lo seneng karena lo yang dibela, bukan gue! Bahkan ayah dengan teganya nampar gue demi lo! Lo bahagia, 'kan?!" Prilly melempar bantal yang berada di sampingnya tepat ke arah Ali.
"PERGI LO!" Sentak gadis itu menunjuk pintu kamarnya.
"Pril, dengerin aku dul-"
"Gak ada yang perlu di dengerin! Gue udah muak dengan wajah sok polos lo itu!"
"Tapi Pril-" Ali mencengkram kepalanya yang tiba - tiba berdenyut nyeri, ia meringis pelan bahkan Prilly tak mendengarnya.
Ali meninggalkan kamar Prilly tanpa berucap sepatah katapun, ia berlari kencang sebisanya menuju kamar tamu yang sekarang menjadi kamarnya.
Ali mengunci pintu kamarnya dan berlari menuju nakas, meraih sesuatu di salah satu diantara laci itu.
Ketemu!
Ali mengeluarkan beberapa butir benda kecil yang berwarna - warni dari sebuah tabung kaca yang selalu ia simpan.
Diteguknya benda kecil itu bersamaan dengan masuknya air yang juga ia minum tadi.
"Arghssh!" Ali mengeram tertahan, pria itu mencengkram ujung nakas. Menunggu reaksi dari benda yang baru saja ia masukkan ke tubuhnya itu bekerja.
"La ilaha 'ilallah."
Perlahan cengkeraman itu terlepas beriringan dengan rasa nyeri dikepalanya mereda. Ali mengatur nafasnya yang nampak tak beraturan.
Tubuhnya langsung lunglai di lantai setelah tenaganya terkuras tadi. Tangannya lalu meraih bingkai foto pernikahannya dengan Prilly.
'Aku gak tau apakah aku bisa liat cinta dimata kamu untuk aku nanti, tapi aku harap Tuhan masih mau memberikan aku kesempatan itu.'
🍃🍃🍃
Pagi pun menjelang, membangunkan Prilly yang masih asyik bergumul dengan selimut tebalnya. Gadis itu mengerjapkan matanya, membebaskan diri dari rasa kantuk yang mengukungnya. Setelah sepenuh sadar, ia beranjak meninggalkan ranjang untuk menyegarkan diri.
Butuh sepuluh menit untuk Prilly mengubah dirinya menjadi Prilly yang lebih fress dan rapi, ia pun turun ke bawah guna mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Namun langkahnya terhenti tepat di tangga keempat dari atas saat melihat Rizal yang menonton televisi. Prilly berniat kembali ke kamar, masih belum berani bertatap muka dengan ayahnya. Namun seruan dari Rizal yang memanggil namanya mampu membuat langkahnya terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Best man.
RomanceFaktanya, yang terbaik justru datang karena sebuah ketidaksengajaan. u c i e z z, 2018