Lampu dikamar itu masih tampak terang benderang, menandakan pemiliknya masih terjaga di larutnya sang malam.
Berkali - kali Ali melihat ponsel lalu berganti melihat jam dinding besar yang dikamarnya.
Waktu sudah melewati tengah malam namun Prilly tak kunjung pulang, membuat Ali khawatir akan perasaannya tadi siang.
'Kamu dimana, Prilly?'
"Tuan Ali."
Ali menoleh ke sumber suara, tepatnya ke arah tiga pria yang ia suruh mencari keberadaan Prilly.
"Bagaimana? Kalian menemukan istriku?" Tanya Ali dingin. Ali yang lembut bisa berubah menjadi lelaki kutub ketika dirinya sedang dirundung emosi.
"Maaf, tuan. Kami sudah mencari disebagian ibu kota, namun nyonya Prilly tak kunjung ketemu," ujar salah satu pria bertiga itu.
"Bagaimana dengan yang lain?"
"Mereka sedang berusaha mencari nyonya Prilly di sudut kota yang lain."
"Cari dia sampai dapat atau jangan harap melihat matahari besok." Sisi mengerikan di balik kelembutan seorang Ali muncul. Ketika seperti ini, Ali tak akan main - main dengan ucapannya. Pria itu bahkan bisa berubah menjadi devil yang menakutkan bila ada yang berani menganggu orang yang ia sayangi, terlebih Prilly.
Ketiga pria bertubuh besar itu menganggu takut lalu meninggalkan tusn besarnya.
Sepeninggal ketiganya, Ali menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya, tangannya memijat kepalanya yang pusing memikirkan keberadaan Prilly.
🍃🍃🍃
Prilly berlari menyusuri jalanan yang masih sangat sepi, udara pukul dua pagi menusuk kulitnya. Tangannya mencengkram erat kemejanya yang sudah tak terkancing lagi, menghalau dinginnya angin pagi agar tak menusuk tulangnya. Kakinya terus berlari meski ada banyak luka disana karena tak memakai alas.
Kondisinya sangat memprihatinkan dengan rambut yang sudah berantakan dan tangis yang terus membanjiri pipinya. Wanita itu terus berlari tak tentu arah, menyusuri jalan sejauh mungkin. Wajahnya mengisyaratkan ketakutan yang teramat.
Kertas putih yang selama ini ia jaga telah ternoda oleh tinta hitam, meski hanya sedikit tapi tak membuat kertas putih itu kembali seperti semula kecuali Prilly menukarnya dengan yang baru. Tapi sayang, Prilly hanya memiliki satu kertas di hidupnya, dan kertas yang jaga selama 23 tahun telah ternoda hanya dalam beberapa jam.
Impiannya sebagai seorang istri untuk menjaganya demi suaminya kini pupus sudah oleh tangan kotor Rezky, kakak kelas yang pernah menjadi pujaannya dulu. Nyatanya, Rezky tak sebaik Prilly kira.
Bayang - bayang seringaian Rezky juga desahannya terus berputar di otak Prilly meski ia ingin mencoba melupakannya.
Setelah agak jauh, Prilly terduduk di sebuah halte yang tak terawat. Ia baru teringat sesuatu, tangannya merogoh tas kecilnya dengan gemetaran.
Layar ponselnya hidup, menampakkan foto pernikahannya dengan Ali yang baru Prilly setel dua hari yang lalu. Tangan pucatnya mengetik sesuatu disana, berharap sepenuhnya kalau seseorang kini sedang ia hubungi masih terjaga menunggunya.
"Halo, dear. Kamu dimana?" Prilly menggigit bibir bawahnya menahan tangis karena mendengar suara lembut di seberang sana mengisyaratkan kecemasan.
"Dear, kamu masih disana 'kan? Jawab aku!"
"Prilly, kamu dimana?"
"Pril! Halo! Katakan sesuatu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Best man.
RomanceFaktanya, yang terbaik justru datang karena sebuah ketidaksengajaan. u c i e z z, 2018