Tak terasa jam sudah berubah menjadi hari, hari pun berubah menjadi bulan hingga kondisi janin Prilly kini menginjak bulan ke sembilan. Perutnya semakin membesar seiring berjalannya waktu.
Sembilan bulan lamanya ia hidup tanpa Ali, membesarkan malaikat kecilnya yang masih di dalam perut sendirian, menahan segala hormonnya yang tinggi ketika malam datang, dan selama sembilan bulan pula Devan selalu setia menemaninya sebagai teman, berusaha untuk selalu ada ketika Prilly membutuhkannya.
Pagi ini, udaranya terasa sangat sejuk, kicauan burung gereja terdengar bersahut - sahutan dari arah Timur. Panas pagi yang tidak terlalu menyengat kulit memaksa seluruh orang untuk kembali memaksakan aktifitasnya masing - masing setelah delapan jam istirahat. Begitu pun Prilly, seperti biasanya ia selalu menyiram taman kecil buatannya sendiri yang ada di depan halaman. Taman kecil itu terdapat beraneka ragam bunga yang indah dipandang mata.
Seluruh bunga yang ada disana terlihat basah karena baru saja disiram setiap paginya oleh Prilly. Ia menikmati aktifitasnya, selain untuk membunuh waktu, melihat berbagai macam bentuk dan warna - warni bunga membuat pikirannya terasa lebih tenang. Saat asyik menyiram tanaman lainnya, tiba - tiba Prilly merasa perutnya yang sangat sakit lalu tangannya reflek menjatuhkan selangnya begitu saja di atas rumput.
"Arghh!!" Prilly mengerang tertahan sembari memegang perutnya.
Tubuhnya tak sanggup untuk berdiri hingga hampir saja terjatuh jika saja tak ada tangan yang menopangnya dari belakang.
"Astaga Prilly, lo kenapa?" Tanya Devan panik. Seperti biasa, setiap pagi Devan selalu datang ke rumah Prilly tanpa absen. Saat tak menemukan sosok yang dicarinya, Devan sudah bisa menebak dimana keberadaan sosok itu. Ia berjalan kembali ke halaman depan rumah Prilly lalu memasuki pojok halaman yang tertutupi oleh pepohonan berdaun lebat. Alangkah terkejutnya ia saat melihat Prilly yang hampir terjatuh, reflek ia berlari dan menahan tubuh wanita itu.
"Sa..kit.." rintih Prilly yang semakin membuat Devan panik. Tak sengaja ia melihat cairan merah mengalir turun lewat kaki jenjang Prilly.
"Ya Tuhan Prilly, kita ke rumah sakit sekarang." Devan mengangkat tubuh Prilly ala bridal style menuju mobilnya. Tanpa pamit atau sekedar berucap sepatah kata apapun Devan kembali keluar dari pekarangan rumah Prilly.
Suasana mobil saat itu nampak tegang karena Prilly terus saja merintih kesakitan, Devan pun semakin menambah laju mobilnya sembari memberikan kalimat penenangnya kepada wanita itu.
Setelah 20 menit menembus kota Jakarta, akhirnya mobil Devan sampai di rumah sakit terdekat. Ia meminta bantuan para perawat untuk membawa Prilly segera. Perawat itu langsung menaruh tubuh Prilly di transfer bed dan mendorongnya masuk. Disepanjang koridor Prilly terus saja merintih kesakitan memegangi perutnya, Devan yang tak tau harus bagaimanapun hanya megggengam tangan mungil itu agar tenang.
"Pak, saya mohon anda tunggu sini," perintah salah satu perawat yang mendorong Prilly masuk tadi.
"Anda bagaimana sih? Dia butuh saya! Masa' saya gak boleh masuk?" Sentak Devan tak terima.
"Maaf pak, ini sudah jadi peraturan rumah sakit. Saya permisi." Perawat itu lalu masuk ke ruang ICU.
Devan meraup wajahnya frustasi. Pikirannya berkecambuk saat melihat darah segar yang terus mengalir di kaki jenjang Prilly tadi.
Deringan ponsel membuyarkan segala macam pemikiran Devan. Ia merogoh ponselnya yang berada di dalam saku celana lalu menempelkannya ke telinga tanpa melihat siapa penelfonnya.
"Halo- ... apa?! ... jangan boong, gak lucu tau gak! ... Ya Tuhan, dimana lo sekarang? ... apa?! Jadi lo- okeoke, gue nyusul kesana."
Devan menutup ponselnya sepihak. Ia mengacak rambutnya frustasi, pikirannya sangat kacau saat ini. Hatinya harus memilih antara tetap disini dan menemani Prilly sampai ia dinyatakan baik - baik saja atau segera meninggalkan tempatnya berdiri untuk menemui seseorang yang sama kritisnya seperti Prilly. Setelah cukup lama ia berpikir, Devan memandang pintu ICU itu sejenak lalu berlari menjauh, menuju seseorang yang lebih penting bagi Devan dibanding Prilly.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Best man.
RomanceFaktanya, yang terbaik justru datang karena sebuah ketidaksengajaan. u c i e z z, 2018