Disaat semuanya berlari kesana - kemari menghindari hujan, Prilly justru bertolak belakang dengan itu. Wanita itu sengaja membiarkan hujan membasahi tubuhnya, menyamarkan setiap luka di dirinya baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Hujan terkadang bisa menjadi penyamaran yang baik untuk menyembunyikan air mata, buktinya Prilly sekarang yang tengah menangis sangat kencang tanpa orang lain tau. Isakan tangisnya seolah tersamarkan oleh derasnya air hujan. Persetan dengan penyakit yang akan datang kepadanya karena hujan, Prilly saat ini sangat membutuhkan hujan untuk menyamarkan semua dukanya.
Udara yang semakin dingin tak membuat tubuhnya bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri, bibirnya yang membiru tak membuat tekadnya untuk berada disana goyah kecuali hujan perlahan menghilang.
Prilly terduduk di rerumputan yang ikutan basah di depan hamparan danau yang terkena gemericik hujan. Perlahan matanya memburam yang disusul dengan kegelapan yang tiba - tiba menyergapinya.
🍃🍃🍃
Cahaya lampu langsung mengenai retina matanya, membuat kelopak matanya reflek menutup kembali. Kegelapan yang menghantuinya tadi kini tergantikan dengan cahaya yang sangat terang. Pandangannya yang memburam mulai menjelas.
Dan Prilly baru menyadari keberadaannya sekarang sudah di ranjang kamarnya. Pertanyaan yang langsung menyergapinya hanya satu; siapa yang membawanya kesini?
Matanya menyapu sekitarnya hingga menemukan Dian dan Clara yang entah sejak kapan sudah berada tepat disampingnya kanannya dan Rizal juga Tio berada di sisi kiri ranjangnya.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik? Kamu mau sesuatu, hm?" Prilly mengeryit bingung melihat wajah keempat orang disisinya saat ini sumringah menatapnya.
"Engh.. Aku haus," jawab Prilly. Memang benar toh sejak kesadarannya kembali tenggorokan sudah merasa sangat kering layaknya di pada pasir.
Dengan cekatan Dian mengambil air lalu membantu Prilly meneguknya. "Ada lagi?"
Prilly menggeleng. Matanya masih menatap satu per satu orang dikamarnya dengan raut yang sama; penuh kebahagiaan di wajahnya.
'Apa mereka seneng aku pingsan?'
Pemikiran konyol itu langsung terpikirkan oleh Prilly saat melihat wajah kedua orang tua kandung juga mertuanya semakin bertambah lebar senyumannya saat melihat raut heran Prilly.
"Kalian bahagia banget, ya. Emangnya seneng kalo aku pingsan?" Tanya Prilly polos.
Keempat orang setengah baya itu tersenyum geli lalu saling menatap satu sama lain dan kembali memfokuskan pandangannya ke arah Prilly.
Tio mengelus rambut Prilly lalu menggeleng pelan. "Bukan itu, sayang."
"Terus apa yang bikin kalian seneng?"
"Calon anggota keluarga kita akan bertambah satu lagi." Prilly semakin bingung. Calon anggota keluarga?
"Maksud papa?"
"Selamat ya, kamu akan menjadi seorang ibu," jawab Rizal.
Deg..
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Best man.
RomanceFaktanya, yang terbaik justru datang karena sebuah ketidaksengajaan. u c i e z z, 2018