I'm your husband || Twenty Five : Surprising fact!

8.8K 668 83
                                    

"Prilly sayang.."

Merasa terpanggil, Prilly mengangkat wajahnya hingga bisa melihat siapa yang memanggilnya tadi.

"Ayah, bunda. Mama sama papa juga disini?" Prilly bahagia dalam keterkejutannya. Keempat orang yang berati dalam hidupnya langsung pulang dari Eropa ditengah - tengah kesibukan mereka demi menyambut kedatangan putranya ke dunia.

Prilly memeluk satu per satu dari mereka dan terkahir dengan Clara yang terasa lebih lama dibanding yang lain. Dua minggu bukanlah waktu yang singkat untuk tak memendam rindu yang sangat kepada sang bunda.

"Hai jagoan oma," ujar Clara mengelus pipi gembul makhluk kecil yang masih tertidur dalam gendongan Prilly.

"Dia ganteng ya, persis kek opanya," sahut Rizal dengan kepercayan dirinya.

Clara memutar bola matanya. "Tentu saja dia ganteng, dia cucuku dan perlu anda ingat tuan Rizal, anda tak setampan dirinya."

"Iyalah, dia cucuku dan tentu saja dia gantengnya tertular dariku," ujar Tio yang mendapat pukulan pelan di bahunya oleh Dian.

"Inget umur. Udah tua juga, masih sok kegantengan," celetuk Dian yang mengundang gelak tawa diruangan itu.

Prilly pun ikut tertawa hingga tanpa sadar bergerak sedikit dan membuat putranya menggeliat kecil dalam gendongannya.

Semua orang yang ada disana pun berhenti tertawa agar makhluk kecil itu tak merasa terganggu.

"Apa kamu sudah menemukan nama yang cocok untuk dia, Prilly?" Tanya Clara yang mendapat gelengan pelan dari Prilly.

"Belom kepikiran bun, mungkin setelah aku keluar dari rumah sakit nanti aku pikirkan." Clara mengangguk paham.

"Oh iya, Devan mana?" Tanya Prilly setelah menyadari ketidakhadiran Devan.

"Dia tadi telfon, katanya untuk beberapa hari ke depan dia sibuk, mungkin gak sempet untuk jengukin kamu." Prilly hanya mengangguk sebagai jawabannya.

🍃🍃🍃

Tak terasa sudah seminggu Prilly berada di rumah sakit, akhirnya ia diperbolehkan pulang setelah dokter memeriksa keadaannya.

"Kamu istirahat aja, kondisi kamu masih belum terlalu pulih," ujar Clara setelah mereka sampai rumah.

Prilly mengangguk, lalu berjalan ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia langsung meletakkan bayinya ke dalam box bayi yang sudah disiapkan oleh Dian.

Setelah memastikan bayinya tidur, Prilly melangkah menuju balkon kamarnya. Angin yang bertiup pelan menyambut kedatangan Prilly setelah lama tak menyentuh lantai balkon. Matanya tertutup merasakan udara yang menyentuh dressnya dibalik cardigan tipis berwarna biru muda. Ia merentangkan tangannya, membuat angin menyentuh seluruh permukaan tubuhnya. Rasanya sudah sangat lama ia tak merasakan udara sesejuk ini, biasanya setiap malam selalu ia habiskan di balkon kini rasanya sudah hampir setahun ia tak melakukan hal itu.

Kelopak matanya perlahan terbuka dan langsung terjatuh ke balkon yang berada di bawahnya. Balkon itu terlihat sangat rapi seperti belum disentuh sejak lama, perlahan tatapannya berubah sendu saat mengingat pemilik dari balkon itu, Ali.

Prilly tak munafik kalau memang ia merindukan Ali, sebenci apapun Prilly kepadanya, nyatanya ia tak bisa membenci Ali terlalu dalam dan lama. Entah mengapa, Prilly merasa begitu sulit membenci sosok Ali meski lelaki itu menyakitinya.

Setiap tawa dan senyumannya, tatapan lembutnya, bibir merahnya dan bulu mata lentiknya. Prilly rindu semua itu disetiap harinya, mengisi kekosongan yang entah sejak kapan ada di dalam sudut hati kecilnya. Prilly menghela nafas memikirkan itu.

[✓] Best man.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang