I'm your husband || Sixteen : Photo of destruction

8.8K 674 44
                                    

Petir menggelegar yang disusul dengan hujan yang cukup deras di malam hari, membuat aura dingin di waktu malam semakin terasa dingin menusuk kulit.

Disaat yang menyejukkan seperti itu, biasanya orang - orang akan menghabiskan waktunya bersantai di sofa ataupun merelakskan diri di atas ranjangnya yang ikut terasa sejuk, tapi lain halnya dengan Ali. Disaat seisi rumah telah terlelap di kamar masing - masing, Ali malah berjalan mondar - mandir di ruang tengah dengan matanya sesekali melirik jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Sudah tigah puluh menit ia mondar - mandir di atas karpet ungu berbulu lembut miliknya, namun tak ada tanda - tanda pintu utamanya terbuka, membuat perasaan cemas di hatinya semakin bertambah.

"Ali, kamu ngapain disini?" Dian yang baru saja keluar dari kamar guna mengambil air di dapur sempat terhenti saat melihat seseorang yang masih berdiri tak jelas di ruang tamu.

Ali menolehkan kepalanya spontan. "Ma-ma? Eum.. nunggu Prilly pulang, Ma. Dari tadi dia belom pulang, apalagi ini hujan. Ali takut terjadi apa - apa sama dia," jelas Ali.

"Yaudah, kalo capek mending kamu tidur duluan aja daripada nanti kamunya drop."

Ali mengangguk patuh. "Iya, ma."

"Mama duluan ya, Li." Lagi - lagi Ali hanya mengangguk.

Dian pun melangkah meninggalkan Ali menuju dapur, Ali pun kembali memandang pintu utama dengan penuh harap bahwa pintu itu akan terbuka.

Ceklek..

Ali langsung berlari mendekati pintu saat pintunya terbuka dan memperlihatkan sosok Prilly yang basah kuyup.

"Terima kasih, Ya Tuhan. Kamu baik - baik aja." Ali menarik Prilly ke dalam pelukannya, persetan dengan bajunya yang ikut basah kuyup karena baju Prilly, Ali tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat melihat Prilly sudah pulang.

Prilly ikut membalas melingkarkan pelukannya di pinggang Ali, menghirup aroma pria itu dalam - dalam. "Aku gapapa, makasih udah khawatirin aku.."

"Yaudah, sekarang kamu ganti baju dulu," ujar Ali setelah melepaskan pelukannya.

Prilly mengangguk pelan dan membiarkan Ali mengiringnya ke kamar.

·

·

·

"Pril, aku minta maaf soal tadi siang."

Prilly menutup buku majalahnya lalu menatap Ali dengan dahi yang bergelombang. "Soal apa?"

"Soal obat itu, bukannya aku gak mau terbuka sama kamu tapi aku belum siap untuk bilang semuanya sama kamu. Aku janji akan ada saatnya kamu tau semuanya." Ali mengacungkan jari kelingkingnya layaknya anak kecil yang sedang membuat janji.

Prilly tertawa kecil dan menarik kelingking pria itu untuk turun. "Iya, aku juga minta maaf karena pergi gitu aja tanpa izin dulu sama kamu."

Raut wajah murung Ali langsung berbinar, ia mengangguk cepat dan kembali memeluk tubuh mungil istrinya.

"Sekali lagi makasih untuk maafnya.." Prilly mengangguk dalam dekapan Ali. Sejujurnya ia pun tak bisa marah kepada pria yang kini tengah membungkus tubuhnya, Ali adalah orang yang sulit untuk di benci dan Prilly mengakui hal itu.

Drtt.. Drtt..

Getaran yang berasal dari ponsel Ali mengacaukan moment romantis itu. Ali melepaskan pelukannya dan beralih meraih ponselnya yang berada di atas nakas.

Sebuah pesan tanpa nama tertera di lockscreen ponsel Ali. Jemari lentik Ali membuka pesan itu dan seketika matanya membulat sempurna, bibirnya terkatup rapat, nafasnya memburu, hatinya yang tersusun sempurna karena cinta langsung hancur layaknya kertas yang digenggam.

[✓] Best man.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang