•Jinan POV•
Hari ini pun telah tiba. Ya, hari ini adalah hari dimana sahabatku, Aya, akan di tempatkan di peristirahatan terakhirnya.
Keadaan ku sangat hancur pun dengan kondisi wajah ku. Saat Kinal tahu Aya meninggal dunia, ia sangat marah. Ia menghajar ku habis - habisan hingga aku babak belur dan yang lebih parahnya lagi, tidak ada yang mau menghentikan Kinal. Semua seolah enggan menolong ku. Mereka semua beranggapan bahwa kematian Aya adalah kesalahan ku. Walau sebenarnya bukan, tapi ya sudahlah.
Isak tangis mulai terdengar. Yang paling keras adalah Cindy. Dia begitu terpukul akan kematian Aya. Tak hanya itu, dia tentu di selimuti rasa bersalah yang teramat sangat. Paman Aya menyalahkannya.
Aku menghela nafas kasar. Tanganku bergerak merangkul bahu Cindy berharap ia dapat tenang.
Begitu merasakan rangkulanku, ia langsung memeluk ku erat. Tangisnya semakin pecah. Hati ku ngilu mendengar tangisannya.
"Jangan nangis",ucap ku pelan seraya mengelus punggungnya yang bergetar hebat.
" Seandainya aku gak pergi ninggalin dia sendiri, mungkin Aya masih sama kita!",Cindy makin mengencangkan tangisannya, bahkan ia meloncat - loncatkan tubuhnya di dalam pelukanku.
Aku memejamkan mataku, sebenarnya suasana hatiku tak jauh lebih baik dari Cindy. Tapi aku tidak boleh rapuh di hadapannya. Aku harus bisa menguatkannya.
Perlahan orang - orang mulai berhamburan alias pulang ke rumah masing - masing. Kini yang tersisa hanya aku, Cindy, Kinal serta teman - teman yang lain saja.
"K-kita pulang ya?",Cindy menggeleng kuat. Aku menghela nafas kasar. Kepalaku kini mulai berdenyut karena bingung bagaimana cara agar Cindy mau pulang. Tak hanya itu, tatapan dari teman - temanku juga sungguh membuat ku bingung harus bagaimana.
"Mendung. Kita balik",ucap Kinal pada semaunya terkecuali aku. Mereka sama sekali tak bicara padaku. Tapi tidak dengan Beby. Saat aku hampir mati karena amukan Kinal, dia lah yang menolongku, meski di awalnya dia membiarkan Kinal menghajarku hingga babak belur.
"Mau ujan, aku anter pulang ya?",ucapku pada Cindy. Gadis itu terdiam sejenak. Namun tak lama ia mengangguk.
***
•Author POV•
Kinal bersama teman - temannya yang lain kini berkumpul di apartement nya.
Hening
Ya, tak ada pembicaraan di antara mereka. Mereka sibuk dengan pemikiran masing - masing. Terutama Lidya yang kini merasa hubungannya berada di ujung tanduk.
Keheningan itu tidak bertahan lama ketika Beby membuka suara.
"Sekarang gue mau nanya ama kalian",ucap Beby seraya berdiri. Tatapan semua teman - temannya tertuju padanya.
" Sebenernya apa sih hubungan kematian aya ama Jinan? Gak mikir? Kenapa kalian nyalahin dia?",lanjut Beby. Kini mereka menatap Beby tajam.
"Ya jelas ada hubungannya!",ucap Viny tampak emosi. Beby melirik malas pada temannya itu.
" Apa?",tanya Beby membuat Viny terdiam.
"Seandainya Jinan gak bikin Aya patah hati, mungkin ini gak bakal terjadi!",sahut Kinal yang sedari tadi diam. Mata gadis itu memancarkan amarah yang begitu besar.
" Hah? Patah hati loe bilang? Jangan cuma liat dari sudut pandang Aya doang, liat sudut pandang Jinan juga! Dia juga terpukul, kita harusnya support dia! Bukan ngejatuhin dia! Mikir!",ucapan Beby sukses membuat mereka terdiam bahkan menunduk. Benar, yang di katakan Beby. Jinan bukanlah penyebab dari kematian Aya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid girlfriend [End]
Teen Fiction"Dia payah, bodoh, lemot dan cerewet. Tapi aku mencintainya" -Beby- "Aku memang payah, lemot dan bodoh. Tapi percayalah aku jauh lebih tulus dari mereka yang pandai merangkai kata - kata cinta" -Shania-