Jangan berfikir bahwa segalanya telah berakhir. Sosoknya pergi bukan karena kalah, tapi mengalah demi kebahagiaan orang yang ia cintai.
Tapi kenapa hal ia harapkan justru berbalik dengan keadaan yang sekarang? Apa ia salah dalam mengambil tindakan? Kenapa orang yang ia cintai tak bahagia bersama orang yang telah ia beri kepercayaan untuk menjaga kebahagiaan orang yang ia cintai? Kenapa orang yang ia cintai justru menjadi terpuruk?
Dia duduk di balkon apartemen yang baru 1 hari ia tempati setelah beberapa bulan ia tinggal di luar negeri.
Nurhayati.
Masih ingat dia?
Dia kembali.
Mengambil kembali sesuatu yang akan menjadi miliknya.
Aya menatap langit senja yang begitu menenangkan. Tapi entah kenapa pikirannya tak bisa tenang memikirkan seseorang yang sampai saat ini memegang kunci hatinya sehingga ia tak bisa membuka hati untuk orang lain.
Sudah berbulan - bulan lamanya, ia lost contact dengan sahabat - sahabat koplaknya. Ia merindukan mereka. Tidak terkecuali Jinan. Ia juga merindukan Jinan, tapi lebih rindu Cindy, hehe.
"Sampai bertemu besok semuanya," Batin Aya sambil beranjak masuk ke dalam.
•••
Dengan penampilan yang sangat tertutup -menggunakan jaket hoodie dan masker-, Aya melangkah masuk ke dalam sekolah yang dulunya pernah ia injaki."Gue ga tau deh gimana reaksi mereka ntar," Aya bergumam demikian. Ia sengaja datang sedikit lama agar semuanya sudah ada di kelas.
"Wih anak baru coy," Jangan tanya itu siapa. Karena saya juga tidak tahu.
Aya mengambil duduk di kursi yang masih kosong. Suasananya sedikit berbeda. Entahlah, entah apa yang terjadi di antara mereka semua disaat ia tak disini.
Tak lama ia diam di tempat duduk, sebuah pemandangan mengejutkan membuat penghuni kelas terdiam.
"Anjir! Udah balikan lo bedua?!" Naomi membuka suara ketika melihat Beby dan Shania datang bersama. Sudah jelas mereka berangkat bersama.
"Mereka sempet putus?" Batin Aya.
"Wahhh ga bisa dibiarin kalian baikan dengan keadaan baik - baik aja. PB oi!" Desy ikut nimbrung.
"PB?" Tanya Beby dengan dahi berkerut.
"Pajak Balikan!" Ucap Desy memperjelas ucapannya.
"Ah gampang itu," ucap Beby. Semua bersorak senang terkecuali Kinal. Gadis itu diam dengan kepala tertunduk.
"Udeh lah Nal. Berenti jadi orang ketiga, gue BebNju defender ini," Ucap Viny sambil menepuk - nepuk pundak Kinal. Kinal tersenyum sambil mengangguk. Mungkin memang bukan dirinya kebahagiaan Shania. Bukan mungkin, namun jelas. Ia cukup sadar diri.
"Nal, liat noh yang di depan pintu" Viny menunjuk dengan gerakan dagunya. Kinal menengok ke arah pintu. Ia langsung meneguk ludahnya ketika melihat siapa yang berdiri disana.
Gadis dengan ponytail dan boneka kelinci putih dalam dekapannya.
"S-sisil," Lirih Kinal. Ia kira gadis itu sudah menyerah mendekatinya. Ternyata ia salah besar.
"Kinal honey bunny sweety!" Sisil langsung bergerak hendak mengejar Kinal. Tentu Kinak gerjep kabur keluar kelas untuk menghindari kelinci agresif itu.
Veranda yang melihat itu hanya diam. Fikirannya berkecamuk.
Sekarang apa yang harus ia lakukan?
Membantu Kinal mendapatkan kebahagiaannya atau menjadi kebahagiaan Kinal? Ah tentu saja menjadi kebahagiaan Kinal. Namun masih adakah harapan baginya?
Rutinitasnya memberikan coklat disetiap hari selasa ke dalam laci meja Kinal sudah berhenti sejak lama. Reaksi Kinal sama sekali tak peduli.
Veranda menghela nafas kemudian merebahkan kepalanya diatas meja.
Akhirnya yang ditunggu - tunggu Aya tiba. Jinan dan Cindy. Mereka datang bersama dengan tangan bertaut mesra. Namun Aya bisa melihat tak ada kebahagiaan dimata Cindy. Ternyata begitu besar pengaruh dirinya pada kehidupan Cindy.
"Aku keluar bentar ya sayang," Jinan berucap demikian seraya meninggalkan Cindy di kelas. Aya langsung saja bergerak mengikuti Jinan yang melangkah ke toilet.
Jinan masuk ke salah satu bilik toilet tanpa sadar ada seseorang yang mengikutinya.
Tak lama ia keluar dari bilik toilet kemudian mencuci tangannya di wastafel.
Ia terdiam ketika melihat pantulan seseorang denga hoodie dan masker yang menutupi wajahnya.
"Hei, masih inget gue?" Orang itu berucap demikian. suaranya sangatlah familiar di telinga Jinan. Ia berbalik menghadap oranf itu.
Perlahan tangan Aya bergerak menurunkan maskernya. Bisa dibayangkan bagaimana ekspresi Jinan saat ini. Ia terkejut sekaligus takut.
"S-setan!" Jinan hendak berlari pergi, namun Aya menahan pergelangan tangannya. Aya mengepal sebelah tangannya dengan rahang yang mengeras. Ia sedikit kesal karena Jinan menyebutnya setan.
"Gue bukan setan. Ini beneran gue, Aya" Nafas Jinan tercekat, antara percaya dan tidak percaya. Tapi sepertinya sosok dihadapannya ini terlalu nyata untuk ia anggap makhluk halus.
"A-Aya... " Jinan menggeleng kuat sambil mengerjapkan matanya. Dan sosok itu masih ada di hadapannya. Tubuh Jinan terduduk lemas.
"K-kenapa? Kenapa loe harus ngelakuin ini? Loe tau berapa besar rasa bersalah yang gue rasain?" Lirih Jinan.
"Ah yang bener? Kok gue gak yakin ya loe merasa bersalah?" Jinan mendongakkan kepalanya mendengar ucapan Aya.
"Gue balik. Gue mau ngambil Cindy dari loe," Ucap Aya to the point.
"Heuh, loe pikir bisa semu—"
"Ya, bahkan akan sangat mudah," Potong Aya sambil tersenyum miring.
"Ketika gue milih pergi, gue berharap loe bisa jaga Cindy dengan baik. Tapi ternyata loe gagal. Dan gue kembali untuk ngejaga Cindy," Ucap Aya kemudian pergi dari toilet.
Bersiap - siaplah untuk sebuah kejutan.
Tbc
Cieee yang pada ngira ini dah tamat awokwok.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid girlfriend [End]
Fiksi Remaja"Dia payah, bodoh, lemot dan cerewet. Tapi aku mencintainya" -Beby- "Aku memang payah, lemot dan bodoh. Tapi percayalah aku jauh lebih tulus dari mereka yang pandai merangkai kata - kata cinta" -Shania-