26. Regret -End-

2.1K 130 34
                                    

Bel istirahat telah berbunyi. Kinal bersama Yona dengan tangan bergandeng berjalan keluar kelas. Memang bangsat si Kinal ini.

"Ve," Melody dan Frieska mendatangi meja Veranda. Gadis itu diam sambil menampilkan sebuah senyum. Senyum miris.

"Setelah kejadian ini, apa gue juga bisa percaya ke kalian?" Veranda tiba - tiba berucap. Shani, Melody dan Frieska mengerutkan dahi mereka. Apa Veranda juga kehilangan kepercayaannya pada mereka?

"Kita bakal bantu loe, Ve," Melody berucap demikian sambil mengelus sayang kepala Veranda. Memang mereka lahir di tahun yang sama, tapi menurut bulan kelahiran, Melodylah yang tertua. Meski hanya berbeda bulan, tapi Melody menyayangi mereka semua seperti adik - adiknya sendiri.

"Gue gak bisa diem," Shani yang kini membuka suara. Posisinya sama dengan Veranda, posisi yang tersakiti. Tapi ia akan lebih dulu memprioritaskan Veranda, sahabatnya.

"Kita harus susun rencana," Ucap Melody, keduanya mengangguk. Sementara Veranda diam, ia sesungguhnya sudah malas dengan semua ini.

Veranda memilih keluar kelas untuk sekedar merilekskan pikirannya.

Bukannya rileks, hati dan pikirannya semakin panas melihat pemandangan yang tak pantas disebut pemandangan itu.

Awalnya Veranda hendak kembali ke kelas, namun melihat Yona dan kinal datang menghampiri, ia mengurungkan niatnya. Mungkin mereka ingin menyampaikan kata - kata terakhir. Sapa tau besok mereka mati, pikir Veranda.

"Apa lagi?" Tanya Veranda ketika mereka ada dihadapannya.

"Ga ada si. Cuma mau ingetin, semua kejahatan bakal dibales ama kejahatan," Ucap kinal sambil tersenyum miring. Veranda menaikkan sebelah alisnya.

"Syukurlah kalo kalian sadar," Ucap Veranda.

Kini malah Kinal yang mengerutkan dahinya. Kenapa gadis itu berkata seolah olah ia lah yang membuat kesalahan. Jelas - jelas Veranda lah yang memiliki niat tak baik padanya.

"Ga tau malu banget ya. Loe udah manfaatin keadaan buat dapetin gue, dan sekarang loe bertindak kalo loe yang tersakiti. Daebak!" Kinal bertepuk tangan.

"Ga nyangka gue. Loe ngehasut Kinal ampe sejauh mana Yon?" Veranda tersenyum miring. Ia maju selangkah kemudian berucap, "Ternyata loe itu gak lebih dari iblis," Jari telunjuknya ia gunakan untuk memberikan dorongan pada dahi Yona. Kesannya impas, tapi tidak dimata Kinal.

"Heh, jaga ya ucapan loe!" Kinal mendorong Veranda. Cukup keras, hingga Veranda jatuh.

"T.. Terserah.. Terserah mau mihak ke siapa, Nal. Suatu saat nanti kalo kamu tau kebenarannya, aku akan tetap maafin kamu. Karena ini bukan sal—"

"Cukup Veranda! Jangan bertindak sok suci! Loe tuh cuma sebatas temen bangsat yang ngandalin keadaan, cih," Kinal berbalik menggandeng tangan Yona pergi menjauh. Sebelum mengikuti Kinal, Yona sedikit memberikan sedikit smirk pada Veranda.

"Kak Ve," Veranda tercekat ketika mendengar suara Shania. Apa yang harus ia jelaskan nanti?

Tangan Shania memegang pundak Veranda, membantunya berdiri. Shania menghapus air mata kakak tirinya itu.

"Jangan nangis," Shania memeluk tubuh Veranda. Bukannya menghentikan tangisnya, tangis Veranda semakin keras.

Heran, kenapa orang kalo dibilang jangan nangis malah makin kejer nangisnya

Shania tahu bahwa mereka berdua menjadi pusat perhatian disini. Ia pun membawa Veranda ke kelas.

Ia meminta Veranda duduk. Ia tak bertanya sama sekali. Ia hanya mencoba untuk mengerti keadaan kakaknya saat ini.

My Stupid girlfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang