15. Ribut besar

1.4K 169 40
                                    

Jangan marahin aku, aku cuma ngetik, aku cuma ngetikkkk

*

Suara bel apartement yang berbunyi membuat Shania terjaga dari tidurnya. Ia memijat dahinya yang terasa berdenyut karena menangis seharian ini.

Shania menghela nafas, setelahnya ia berdiri. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu masuk.

Begitu pintu terbuka, terpampang jelas wajah seorang gadis tomboy dengan rambut sebahu yang tengah menenteng sebuah kantong plastik berisi sesuatu.

"Cuci tuh muka" Ucapnya sambil melangkah masuk tanpa permisi seolah dia pemilik apartement ini.

"Hmm" Shania hanya berdehem saja. Ia menutup pintu kemudian melangkah ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Setelahnya, ia ke ruang tamu di mana kinal tengah duduk santai dengan kaki di goyang - goyangkan.

"Nah gitu dong, kan segeran dikit" Ucap Kinal dengan senyum mengembang. Ia menepuk bagian sebelah sofa, mengisyaratkan agar Shania duduk di sampingnya.

Shania yang malas bicara memilih duduk di samping Kinal. Kinal menatap dalam mata Shania. Terdapat kesedihan di dalam sana. Dan Kinal tidak menyukai hal itu.

"Gue bawain martabak rasa keju coklat. Katanya coklat itu bisa bagusin mood loh. Nih" Kinal mengeluarkan sekotak martabak dari kantong plastik itu. Dengan penuh kasih sayang ia menyuapi martabak itu pada Shania. Sementara Shania? Ia menerima itu dengan senang hati.

"Oh ya, Ve mana?" Tanya Kinal sambil celingak - celinguk mencari gadis yang ia juluki bidadari iblis itu.

"Tadi keluar beliin gue bubur ama obat" Jawab Shania jujur. Kinal hanya ber-oh ria saja. Ini adalah kesempatan bagus baginya agar bisa bersama Shania tanpa ada pengganggu . Eh wait, pengganggu?

Tampaknya memang benar yang Kinal katakan, Shania nampak lebih baik saat ini. Ntah itu karena martabak atau perhatiannya, ia tak mau terlalu memikirkan hal tak penting itu.

"Kalo loe butuh pelukan, peluk gue sini" Tawar Kinal. Shania tersenyum tipis, tak lama kemudian ia memeluk tubuh Kinal.

"Loe emang pelukable banget ya Nal" Ucap Shania sambil mempererat pelukannya. Sementara Kinal sibuk mengontrol dirinya sendiri. Dalam hati ia berdoa agar Shania tidak merasakan debaran jantungnya yang begitu menggebu.

Perlahan namun pasti, Kinal membalas pelukan Shania. Kini ia juga ingin mendapatkan ketenangan dari pelukan ini.

"Ga mau martabaknya lagi?" Tanya Kinal. Kinal dapat merasakan Shania menggeleng. Kinal menghela nafas saja. Ia membiarkan Shania nyaman dalam peluknya.





*


"Eh Beby"

Suara seseorang yang tak asing di telinganya membuat Beby menoleh. Ia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Hai Ve" Ucapnya ramah. Gadis yang menyapanya itu balas melambai. Kini mereka berjalan beriringan.

"Mau keatas kan? Bareng aja yuk" Ajak Veranda.

Yap, mereka kini tengah berada di lobby apartement dan siap untuk melangkah ke atas.

"Bawa apa Beb?" Tanya Veranda mencari topik pembicaraan. Beby menoleh ke arah benda yang ia pegang kemudian kembali menatap Veranda.

"Ohh, cuma spaghetti kok. Tau sendiri kan Shania tuh doyan banget ama ini satu" Katanya sambil sedikit terkekeh. Veranda memangut saja.

Mereka telah tiba di depan pintu apartement.

My Stupid girlfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang