" Sayang, kita nggak pernah jalan-jalan gini ya?" Ucap Irene berjalan di sanding Wendy menatap keindahan sekitar istana yang luas itu.
" Mhh."
Irene menoleh ke sampingnya. Ia melihat wajah lesu Wendy.
" Ada apa denganmu?" Tanya Irene yang berhenti berjalan.
Wendy menatap Irene. Ia lihat Irene untuk beberapa saat dengan merasakan angin sejuk di pagi hari.
" Ada apa?" Irene mendekat. Ia pegang tangan Wendy dan mengelus pipi suaminya.
" Irene, apa kamu mau ke rumah sakit?"
" Mh? Kenapa ke sana?" Tanya Irene lagi.
" Me-menemui...... Mama Suho."
----
" Irene, sekali ini saja." Wendy berjalan cepat di belakang Irene yang masuk ke dalam istana dengan sangat murka. Seisi istana mendengar keributan Wenrene di ruang tengah. Begitu juga dengan Jisoo yang baru saja pulang dari rumah Jennie.
" Irene... Irene." Wendy berlari mengejar Irene.
" Apa!!? Kamu mau aku ke sana!? Aku tidak akan mau!!! Biarkan mereka menderita!!" Teriak Irene pada Wendy.
" Tapi Irene, Mama kamu sedang jatuh sakit. Dia terus memanggil namamu. Apa kamu tidak kasihan?"
" Kasihan? Buat apa? Aku bukan keluarganya. Dan sekali lagi perlu aku tegaskan padamu Wendy, kalau diam bukan ibuku."
Wendy menetapkan badannya perlahan. Ia menatap mata kebencian Irene. Irene menampilkan wajah angkuhnya pada Wendy. Lalu ia berjalan melewati Wendy masuk ke kamar hingga membanting pintu kamarnya. Jisoo berdiri tidak jauh dari tempat Wendy. Wendy mengangkat pandangannya ke arah adik iparnya itu. Memberi tatapan diam tanpa arti apapun.
----
Sibuklah seisi rumah sakit berdiri di depan ruang rawat inap keluarga Kim. Di depan sana terdapat beberapa pengawal kerajaan yang menjaga Wendy dan Jisoo yang datang berkunjung. Bisingan para pasien, perawat dan bahkan dokter sudah mulai menggema di sudut lorong rumah sakit. Mereka melirik ke arah pengawal kerajaan yang menutupi pandangan mereka ingin melihat suami Irene dan pangeran Jisoo.
Wendy duduk di kursi sebelah kasur wanita yang bernotabene kan Mamanya Suho. Jisoo berdiri di sebelah Suho yang menatap lesu Mamanya.
Wendy diam menatap wanita tua itu. Ia mengelus punggung tangannya sambil menatapnya yang tidak sadarkan diri. Tapi setetes air mata baru saja mengalir jatuh dari pipi wanita itu.
" Ahjumma, kamu pasti mendengarku." Kata Wendy sambil menatap lesu nyonya Kim.
" Aku berjanji padamu. Sebelum tahta kerajaan turun, Irene akan datang menemuimu." Kata Wendy.
Jisoo dan Suho hanya melihat dari belakang. Mendengarkan semua perkataan Wendy pada Nyonya Kim.
" Pegang janjiku. Kalau aku tidak bisa membawanya kemari maka aku----" Wendy berhenti berkata. Membuat pandangan Suho dan Jisoo bertemu.
Wendy menarik nafas panjang. Lalu ia keluarkan perlahan.
" Aku tidak akan menerima tahtaku sebagai raja...."
Jisoo melebarkan matanya. Begitu juga dengan Suho yang langsung terkejut dengan apa yang di katakan Wendy.
" Aku berjanji padamu, ahjumma."
***
Wendy baru saja pulang. Ia tidak langsung masuk ke dalam istana. Tapi sebelumnya ia melihat Irene yang berdiri di depan pintu besar istana seperti biasa jika Wendy pulang. Wendy hanya menatap sekilas Irene di sana. Ia lalu berbalik dan berjalan menjauh dari istana.
" Kemana?" Batin Irene.
Wendy berjalan cukup jauh dari istana. Ka melirik sekeliling trotoar. Tiba-tiba sebuah mobil sport biru berhenti tepat di depannya.
" Loh? Wendy?"
" Oh! Rose."
----
Rose berusaha menatap pandangan lain. Tapi matanya terus saja memancing untuk menatap ketampanan Wendy di depannya.
" Heiiss jinjja!" Gerutu Rose.
" Rose." Panggil Wendy.
" Ne!?" Rose benar-benar terkejut.
" Kamu mau kemana tadi?" Tanya Wendy.
" Ahh~~ anu....aku...ke...anu..itu..."
" Ke anu?"
" Ani..ani.." Rose mengibaskan kedua tangannya di depan Wendy. Pria itu hanya menatap bingung Rose di depannya yang terus memberikan cengiran khasnya.
" Gimana ni? Masa gue bilang kalau mau jemput si nyai. Ntar Wendy banyak tanya lagi. Mana tadi gue udah di jalan, si nyai malah nggak jadi. Ehhh,...malah ketemu sama pangeran masa depan gue~~ loh!? Maksudnya masa depan si nyai~~"
" Rose."
" Hah!?"
" Ada apa denganmu?"
" Nggak kok. Nggak ada apa-apa. Hehehe..." Lagi-lagi Wendy mendapatkan tawa gelak Rose yang sangat aneh baginya.
" Rose, kenapa kamu sangat cantik sekali?"
" Mwo-mworago?"
" Ntah kenapa aku tertarik padamu."
Rose mendelalak kejut. Ia menatap lebar Wendy yang bangkit dari duduknya lalu mendongak mendekati Rose dengan kedua tangannya yang menopang badannya.
" Kamu pernah merasakan ciuman seorang pria?"
" Ti-ti-tidak~~"
" Mau ku cium?"
"......"
Wendy menyeringai. Ia lalu membelai rambut panjang Rose sambil mendekati Rose dan membuang pelan nafasnya menerpa mengenai sekujur wajah Rose.
" Tutup matamu." Perintah Wendy.
Secara otomatis Rose menutup matanya.
" Rasakan......dan kecup bibirku dengan perlahan." Rose diam. Tapi dia mendengarkan.
Wendy mendekat. Ia tarik tengkuk Rose dengan tangan kanannya. Lalu kepalanya ia miringkan seraya dengan matanya yang menutup.
Dan......
Cup!!!
" Agghhhhh!!!!!!!!!!!!"
Irene membangunkan badannya di kursi sofa kamarnya dengan sangat terkejut. Menatap sekeliling sambil mengacak rambutnya.
" Ahhh!! Busso~~!! Kenapa aku memikirkan Wendy dengan Rose!?" Irene melorotkan matanya. Ia menjambak rambutnya sendiri.
" Wuaahhh..... jinjja!!!" Sibuklah Irene menggerutu berguling di sofa besar itu.
Author sengaja update sekarang karena Hp Author mau di servis. Jadi besok author nggak tau bisa apa nggak update.
Dan maafkan author kalau part hari ini pendek-pendek. Soalnya ff ini sebentar lagi mau selesai.
Tapi author masih nimang-nimang buat memperpanjang ff ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beauty and The Expert ✓ [C]
Fanfiction" Menikah dengan putri Irene!!!? aku nggak mau!!!! Dia beda jauh dengan kita Appa!!!? pokoknya aku nggak mau!!!" " Hei, ini memang janji ayahnya sebelum meninggal dunia. kamu harus menikah dengannya!" " ahhkkk!!!!!! aku nggak mau Appa!!!" " Gwaencha...