Drabble

16. Gaun Pengantin

Rindu tidak pernah tahu jika dirinya berada pada jurang kematian. Terjatuh pada pria yang asal usulnya saja ia tidak tahu dari mana. Rindu tidak pernah tahu bagaimana ia bisa jatuh begitu dalam pada pria bernama Raka. Pemilik mata teduh yang mempesona.

Esok pagi adalah hari bersejarah, di mana ia dan Raka akan duduk bersisihan di kursi pelaminan. Mengenakan gaun berwarna putih sebagai simbol kesucian. Awal yang indah untuk hidupnya di masa mendatang. Perempuan itu bahkan sudah membayangkan akan menua bersama Raka dan juga cucunya kelak.

Bukankah itu hal yang berlebihan? Tentu saja jika orang yang ditanya adalah Rindu, ia akan menjawab tidak. Semua berhak menentukan apa yang menjadi akhir hidupnya. Oh ayolah, Rindu bahkan tidak membiarkan sudut bibirnya bergaris lurus barang sedetik saja. Selalu melengkung hingga bulan sabit di matanya terlukis secara sempurna.

Tapi ternyata semua harus berakhir bahkan sebelum sempat dimulai. Semua harapan Rindu harus sirna bersama dengan kenyataan yang sebenarnya. Perempuan itu terlalu senang sehingga tidak sadar bahwa makhluk yang ia cinta adalah hal yang tak kasat mata. Semua orang terlambat mengetahui, termasuk Rindu sendiri. Peringainya yang baik membuatnya nyata di mata Rindu. Dan bodohnya, Rindu percaya bahwa satu-satunya cara agar ia mampu berdampingan dengan Raka hanyalah kematian.

Hingga yang perempuan itu lakukan sekarang adalah tidur di atas ranjang. Ditemani sebilah pisau yang ia genggam di tangan kanan. Bersiap menyayat nadi sembari tersenyum lebar.

Di atas ranjang berbalut gaun pengantinnya, Rindu mengakhiri segalanya. Termasuk cinta dunia dan berakhir di akhirat.

Selamat datang untuk Rindu.

Rindu dan Raka harus bersama bagaimanapun caranya.

Kini, gaun pengantin bercorak merah darah menjadi saksi bagaimana Rindu terbawa mati oleh cintanya sendiri.

“Aku mencintaimu, Raka.”

Hanya itu kalimat terakhir yang Rindu ucapkan sebelum menutup mata untuk selamanya.

***

Drabble from Febyaaz