Hari tersenyum tipis sambil memandang langit malam yang cerah dengan bintang-bintang yang indah dan bulan yang cantik. "Kamu tahu 'kan, bahwa penderita Hemofilia tidak akan bisa ngerasain hari tua."
"Kita sama," ucap Ara tanpa mengalihkan pandangan pada bulan. "Penderita Ataxia juga tidak bisa bertahan lama."
"Nenek kamu bukti nyata. Dia bisa kenapa kamu tidak?"
Ara memejamkan mata sebentar lalu menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyuman hingga lesung pipitnya terlihat. "Sebagian hidupku udah hilang bersama tangan dan kaki yang tidak bisa kugerakan. Bahkan aku merasa organ-organ di dalam tubuhku juga tidak berfungsi."
Angin berhembus pelan, membuat malam ini begitu dingin. Pancaran sinar bulan menerpa mereka berdua.
"Seharusnya kamu yang berjuang, Hari. Kamu normal," ucapnya rendah.
"Aku mau kuliah setelah lulus SMA, terus jadi psikiater. Sebelum aku meninggal, aku mau ngumpulin uang yang banyak buat bangun panti untuk anak-anak diluar sana yang hidupnya luntang-lantung, bingung ingin kemana. Memberinya pendidikan, biar masa depannya indah dan agar tahu bahwa hidup itu menyenangkan." Hari berhenti sejenak lalu berbicara kembali, "supaya mereka memiliki tujuan hidup."
Hari tertawa lirih. "Tapi, itu semua hanya 'misal' dan mustahil."
Ara menggeleng tidak setuju dengan ucapan Hari. "Karena rasanya mustahil, kamu nggak boleh main-main. Tadi kamu bilang ingin menjadikan mereka memiliki tujuan hidup, berarti kamu juga harus menetapkan cita-cita itu sebagai tujuan hidupmu."
Hari menggenggam tangan mungil Ara, sambil tersenyum. "Rasanya aku seperti punya umur 350 tahun lagi."
Dengan penuh tenaga, Ara menggerakan pelan telunjuk tangan kirinya. Ada pergerakan tapi sangat pelan, dan Hari merasakan itu. "Kita harus berjuang bersama."
***
Drabble from Firdisa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Drabble
RandomHallo, guys! Ini salah satu project di Penulis Indonesia. Semoga suka, dan selamat membaca. Ayo tingkatkan minat baca di Indonesia. Dan jangan lupa hargai penulis aslinya. @penulisindo