○○○
Malam itu Lisa masih menunggui kim taehyung yang juga tak kunjung pulang, ia bahkan sudah melakukan panggilan via telphone juga mengirimkan beberapa pesan singkat yang tak biasanya di abaikan taehyung, tak sampai disitu saja, Lisa menanyai sekertaris park tentang keberadaan suaminya itu, yang ternyata pria itu masih berada di kantornya, sekertaris park bilang pria itu tak biasanya membaca berkas-berkas sedari tadi, sungguh tidak seperti kim taehyung yang ia kenal, tak mau ambil pusing gadis bernama Lisa itu lebih memilih mrnyelinap ke kamar milik putri bungsu keluarga Kim, kim jisoo, yang saat ini menjadi masalah utama baginya.
"Jisoo.....boleh aku masuk?" tanya Lisa yang kemudian diangguki Jisoo.
"tentu saja eonni" ucap lembut jisoo
Lisa sedikitnya aneh dengan kamar milik putri bungsu keluarga Kim itu, kondisinya sangat gelap, seolah jisoo sengaja mematikan lampunya, Lisa sedikit kesulitan dan akhirnya tersandung, namun beruntunglah tubuhnya itu tergeletak jatuh di tepi ranjang.
"anyway kenapa gelap begini?" tanya Lisa
"hanya ingin" jawab singkat Jisoo.
"siapa yang menghamilimu ?" tanya Lisa tanpa basa-basi yang justru tidak sama sekali Jisoo jawab, gadis itu hanya sibuk berkutat dengan handphone nya.
"maafkan aku eonni, dan terimakasih telah membantuku, jangan khawatir aku akan menggugurkanya secepatnya" ucap jisoo lagi, Lisa sangat terkejut saat itu, dia tidak ingin ikut campur mengenai hal itu, namun sangat amat di sayangkan jika Jisoo sampai melakukanya, mengingat dirinya saja yang mati-matian ingin hamil setelah tujuh tahun tak kunjung dapat, terlebih bagaimana nasib nya setelah ini? semua orang di rumah itu mengetahui bahwa Lisa lah yang hamil bukan kim Jisoo.
"bagaimana denganku? kau membuatku berbohong dengan mengatakan bahwa aku hamil, semua orang akan sangat kecewa, terlebih ibumu, kau tau bukan bagaimana sifatnya? terlebih padaku?" ucap Lisa yang kemudian membuat jisoo mau tidak mau merasa bersalah.
Jisoo melipat bibirnya saat itu, ia tak berani menatap handphone nya lagi, sontak saja ia langsung memeluki Lisa disana,
"aku...aku di tiduri orang tidak dikenal di club malam eonni, bahkan aku tidak tahu siapa ayahnya, bagaimana aku mampu mempertahankan janin ini, terlebih ayah, dia pasti akan membunuhku kalau sampai dia tahu, tolong aku..." ucap Jisoo yang kini sesenggukan mulai menangis, Lisa bukan orang yang mudah simpati sekalipun itu pada Jisoo adik iparnya, kenakalan jisoo bukan semata-mata ia ingin, lebih kepada kurang nya perhatian dari orang tua membuat Jisoo yang kesepian mencari kesenangan di luar rumah, terlebih kaka-kaka nya yang justru tak dapat diandalkan sama sekali, sedikitnya Lisa merasa kasihan pada gadis itu.
"lagi pula bagaimana bisa kau tidur dengan orang yang tidak kau kena...." ucapan Lisa mendadak terhenti mengingat kata-katanya barusan juga cukup untuk menampar dirinya sendiri, bagaimana bisa Lisa lupa kalau dirinya juga pernah tidur dengan orang yang tidak ia kenal, G dragon, pria itu.
"tapi kau ingat wajah pria yang menghamilimu itu kan?" tanya Lisa yang diangguki kim Jisoo, Lisa menghela nafasnya seolah lega melihat anggukan kepala dari kim Jisoo.
"aku akan memikirkan cara untuk masalahmu, sudah lah tidak ada gunanya menangis" ucap Lisa yang balas memeluk Jisoo sembari menepuki pundaknya.
"sungguh ?" tanya jisoo yang diangguki Lisa.
"aku mengerti, bahkan sangat mengerti kondisimu" tentu saja mengerti dia sendiri mengalaminya pikir Lisa dalam hati.
Jisoo yang masih sesenggukan itu semakin menarik Lisa kedalam dekapanya, memposisikan kepalanya itu di leher jenjang milik Lisa, tak tanggung-tanggung gadis itu bahkan menciuminya bertubi-tubi membuat Lisa setidaknya cukup terkejut, terlebih kim Jisoo yang mulai merambah bibirnya, gadis itu kembali menciumi Lisa yang kini melepas paksa tautan bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FUR LALICE (jilice) (GDlisa)
Fanfictionapa impian seorang wanita ? punya karir yang bagus? menikahi pria kaya ? begitu juga lalice. hidupnya terlalu mudah, sampai ia berada di titik jenuh untuk tidak merasakan apapun di hatinya.