First published on 25 Des 2018, 3.58KST
🔫
Seokjin menuruni tangga menuju apartemen bawah tanah pengap dan sempit yang sudah ditinggalinya selama 1 tahun penuh.
Sarung tangan dan jaket kulit hitam di tanggalkannya dengan muka jijik. Ia melempar seluruh pakaiannya di wastafel kamar mandi, menyalakan keran hingga air-air itu berhasil membilas cairan merah kental yang sempat tak terlihat.
"Sialan, padahal sudah kuprediksi tak akan sebanyak ini." Umpatnya sembari membasuh leher dan pipinya yang terkena beberapa titik cipratan darah.
Dibiarkan air dari keran itu terus mengalir, sedang ia berjalan ke arah shower, membilas dirinya sendiri. Meski guyuran air itu diberi doa atau garam suci oleh pastor sekalipun, tak akan berhasil membunuh iblis dalam dirinya apalagi dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
Namanya Kim Seokjin, pria, 27 tahun, yatim piatu, sebatang kara. Tumbuh di sebuah panti asuhan kecil di desa membuatnya menjadi seorang anti sosial, tak punya teman, sejak sekolah dasar hingga SMA tak ada yang berani mendekatinya karena ia bukan tipe orang ramah, meski diam-diam memiliki banyak penggemar rahasia karena rasio ketampanan wajah di atas rata-rata.
Kini sudah hampir 5 tahun ia hidup sendirian di kota metropolitan Seoul. Mungkin orang-orang di sekitar mengenalnya sebagai pekerja serabutan, tapi orang-orang yang cukup dekat mengenalnya sebagai Assassin, Sang Pembunuh Bayaran.
Orang-orang yang cukup dekat itu tak lain adalah orang yang menyewa jasanya. Kebanyakan dari mereka ingin menyingkirkan lawan di politik atau apabila ada suatu perkumpulan yang tak disegani. Tapi bagi Seokjin sendiri, ia tak menerima sembarang tawaran, tak pula dengan imbalan yang terlalu kecil.
Pekerja serabutan? Miskin? Itu semua hanya pencitraan. Ia seorang profesional di bidangnya, tak pernah ada satupun kasus yang dapat dipecahkan oleh polisi. Tumpukan buku tabungan memenuhi brankas rahasianya, bukan hanya dari satu negara saja, ia menyimpan uang di beberapa negara Asia.
Seokjin melilitkan handuk pada pinggang, melenggang keluar, menyalakan televisi 14 inchi yang bersemut. Sembari bersenandung pelan ia membuka lemari es yang mengeluarkan berbagai macam bau, mengambil sekotak susu cokelat kesukaannya dan duduk di pinggir ranjang.
Siaran berita mengenai salah satu anggota kongres yang tewas menembak kepalanya sendiri setelah ketahuan melakukan korupsi besar-besaran itu ditayangkan di televisi.
Seokjin mengecek ponsel, menggeleng-gelengkan kepala menikmati senandungan lagu 'The Cuppycake' serta rasa manis susu cokelat yang membasahi kerongkongannya.
"Wah, jadi berita paling dicari lagi. Makanya jangan jadi orang jahat." Komentarnya ketika melihat berita yang sama berderet di layar ponsel.
Sebuah panggilan masuk membuatnya mengumpat keras. Tertera nama kontak '55', itu urutan pelanggannya.
"Ya, 55nim? Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya pada orang di seberang sana.
"Tidak, aku hanya ingin mengucapkan terimakasih. Kerjamu bagus."
"Tentu saja, saya tak pernah mengecewakan pelanggan."
"Hahahaha... Tapi pekerjaan tetaplah pekerjaan, kau sudah terlambat untuk pergantian shiftmu."
"Oh, sial, aku lupa."
Seokjin segera mencari pakaiannya di lemari.
"Hanya ada kompensasi 5 menit lagi."
"Kututup."
Seokjin segera memakai baju, mengemasi tas ransel dan bergegas menginjak dalam-dalam pedal gas CBR bututnya .
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] BTS ONESHOOT
Fanfiction🚫18+🚫 Semua kisah tentang mereka bakal terungkap, mulai dari kepedihan perpisahan, kesengsaraan pilihan hidup, keputusasaan cinta, kepahitan dunia, keelokkan takdir, kesenangan berahi, hingga ngerinya kematian. Bukan sekadar roman anak muda masa k...