Aku bisa melihat hantu.
Kalian bisa menebak dari satu kalimat itu ke mana arah jalan cerita kali ini? Ya, silakan saja menebak, asal jangan harap tentang kisah percintaan beda dunia yang menye-menye, atau kisah tentang hantu dan manusia yang mempertaruhkan diri mereka untuk bisa bersama, jangan harap, sama sekali.
Kenapa?
Karena aku manusia egois yang bisa melihat hantu. Dan dia adalah hantu penganut teori egoisme terakut yang pernah kutemui.
Semuanya berawal sejak aku berusia 4 tahun. Seluruh keluarga dan tetangga bingung mencariku yang sedang asik bermain bersama teman-teman, mereka semua bertanya-tanya siapa yang bermain denganku di ladang–yang baru akhir-akhir ini kuketahui tak pernah dibuka untuk umum dan tak ada satu anak kecilpun yang berani main di sana– dekat rumah nenek.
Saat itu aku membawa teman-temanku ikut pulang, main bersama mereka di rumah nenek yang keesokan harinya memanggil orang aneh berpakaian tradisional yang disebut dukun. Dia mengusir semua temanku!Tak lama keluargaku kembali ke Seoul, aku tak ingat benar, namun ibu cerita kalau aku lebih suka bermain di loteng bersama teman 'tak kasat mata'ku ketimbang dengan teman-teman manusia yang kalau menangis ingin kujejali sepatu saja.
Seiring berjalannya waktu, teman-temanku mulai bosan karena aku lebih sering belajar, mereka akhirnya mencari teman lain yang bisa diajak main boneka, petak umpet, atau sejenisnya. Dan sekarang hanya tersisa satu teman yang tetap tinggal bersamaku, ia satu-satunya yang tak takut dengan dukun dan diam-diam mengikutiku ke Seoul. Ia yang paling tua, paling keras kepala, paling pendiam di antara yang lain, tapi juga yang paling bijaksana dan pengertian.
Namanya Johen de Hillstone, hantu berkebangsaan Belanda itu meninggal ketika Perang Inggris-Belanda Kedua tahun 1666 saat usia 21 tahun sebagai salah satu prajurit. Waktu itu ia mengikuti seorang relawan asal Korea yang menemukan jasadnya dan menemani sang tuan hingga akhir hayat, lalu ia hanya berdiam sendirian di rumah tuannya yang ternyata tak jauh dari rumah nenekku, sebuah rumah kosong tak terurus. Dari situlah ia mulai dikenal sebagai 'Hillstone si Pemurung'.
"Hahaha... Gila! Jelek banget!"
Julukan 'Hillstone si Pemurung' itu bakal lenyap seketika begitu kalian mendengar suara tawanya yang mirip kuda, seperti sekarang ini, dia sedang menertawakanku yang tengah belajar menggunakan make up milik ibu.
"Bodoh! Kau sangat bodoh, Sera! Ya ampun! Mana ada yang memakai eyeliner di alis?! Aduh! Perutku sakit! Kocak banget!"
Cermin di depanku bergetar karena tawanya yang terlalu keras. Energi hantu memang berbeda, ia bahkan pernah memecahkan bohlam saat marah karena aku mencuri pancake pisang kesukaannya.
"Kemarilah, Sera Bodoh. Biar kubenarkan."
Aku yang masih berumur 10 tahun ini menurut-menurut saja karena percaya padanya yang lebih tua dariku. Namun begitu aku kembali bercermin, wajahku malah terlihat seperti Kapten Jack Sparrow.
"Yak! Awas ya! Aku akan balas dendam! Tak akan kubiarkan Mama membuatkan pancake untukmu lagi!" Teriakku sembari meronta-ronta dan dia justru tergelak makin keras.
"Ada apa? Kenapa berisik sekali? Astaga!"
Bukannya marah karena alat make upnya bertebaran di lantai, Ibu yang membawa spatula di tangan itu justru tertawa terbahak-bahak.
"Ya ampun! Pasti ulah Johen, ya?"
Ya, semua keluargaku tahu tentang Johen. Sejak awal mereka memang terlalu menyayangiku, sampai saat orang lain mengira aku gila, tapi ayah dan ibu selalu percaya padaku, bukan tanpa alasan melainkan karena Johen juga yang menunjukkan keberadaannya. Ibu dan ayah tak bisa mengelak saat melihat halaman buku yang bisa berbalik sendiri, kursi yang bergerak tanpa ada yang menduduki, sendok dan garpu yang melayang di udara, dan hal-hal di luar nalar manusia lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] BTS ONESHOOT
Fanfiction🚫18+🚫 Semua kisah tentang mereka bakal terungkap, mulai dari kepedihan perpisahan, kesengsaraan pilihan hidup, keputusasaan cinta, kepahitan dunia, keelokkan takdir, kesenangan berahi, hingga ngerinya kematian. Bukan sekadar roman anak muda masa k...