🍃
Jung Hoseok, satu-satunya putra tiga generasi dari sebuah keluarga konglomerat abad 20 di Korea Selatan. Lelaki 25 tahun yang cerdas, rupawan, dan pandai bergaul itu sedang berlibur ke rumah orang tua dari ibunya yang berlokasi di pelosok desa. Meskipun belum semaju teknologi di kota, tapi kakeknya sangat pandai beternak dan sang nenek adalah ahli di bidang cocok tanam, membuat keluarga tersebut tak kekurangan satu apapun.
Berbeda dengan Hoseok yang lulusan universitas ternama di luar negeri, sang kakek hanya lulus SMP dan neneknya bahkan tak pernah mengenyam bangku pendidikan. Tapi ia belajar banyak sekali hal dari kedua orang yang usianya telah lewat setengah abad tersebut.
Sudah seminggu ia tinggal di bangunan tua yang hampir sepenuhnya bermaterial kayu jati, furnitur-furnitur antik nan terawat, halaman rumah yang dipenuhi bunga, tanaman-tanaman hias sampai buah-buahan, selayaknya rumah peri di dalam dongeng.
Seperti biasa, setelah matahari terbit, Hoseok akan ikut kakek untuk mencari tambahan kayu bakar atau mengambil beberapa jamur di lereng gunung, mereka juga membawa alat berburu, siapa tahu bertemu dengan hewan yang tak beruntung menjadi santapan mereka hari ini.
Sudah lewat 2 jam, namun Hoseok dan kakek hanya berhasil menemukan 5 buah jamur kuping yang tadinya tumbuh di sebuah batang pohon yang telah tumbang dan lapuk.
"Kek, sepertinya di sekitar sini semua jamurnya sudah kita ambil tiga hari lalu, kenapa tak coba pergi ke hutan di seberang saja?"
Sang kakek tak bergeming, terus berjalan sembari menyisir tanah dengan kayu panjang yang ditemukannya di tengah perjalanan.
"Kalau kakek tak mau, aku bisa pergi sendiri kok."
Langkah kakek terhenti, pria berambut putih itu memutuskan untuk duduk di bawah pohon randu yang rindang. Mereka akhirnya melepas penat seraya menikmati kudapan yang dibungkus rapi oleh nenek.
"Setelah ini apa kita akan pergi ke hutan di seberang?" Penasaran Hoseok, karena kakek belum memberi jawaban sebelumnya.
Namun pria tua beralis tebal itu masih enggan berkomentar, meneguk teh lotusnya hingga habis lalu berdiri dan mengemasi barang-barangnya kembali.
"Hutan itu terlalu berbahaya untuk anak sepertimu." Celetuk kakek di tengah kesibukannya.
Kening Hoseok mengernyit,
"Anak sepertiku?""Anak yang terlalu percaya pada logika."
Hoseok nyaris menyemburkan tawa, namun ia menahan diri dan hanya mengeluarkan suara cekikikan kecil.
"Yang benar saja? Maksud kakek, di hutan itu kita tak boleh menggunakan logika? Memang ada tempat seperti itu?"
Kakek Yoon hanya menghela napas, mendecapkan mulut, lalu beranjak lebih dulu meninggalkan Hoseok yang buru-buru merapikan barangnya.
"Kek! Tunggu aku!"
Matahari sudah melewati atas kepala, isi keranjang mereka masih sama sejak berjam-jam lalu, dan mungkin para hewan liar di lereng ini tahu kalau manusia tengah berkunjung, jadi mereka bersembunyi di sarang masing-masing.
"Ayo kita pulang saja." Ajak kakek.
"Tidak bisa begini, kita ke hutan seberang saja." Timpal Hoseok penuh kontra.
Kakek sama sekali tak bergeming, entah ia memang tak mendengar, atau 'sengaja' tak menghiraukan tentangan cucunya.
"Ya sudah, aku akan ke hutan! Aku tak akan berjalan terlalu jauh dan pulang sebelum gelap!" Teriak Hoseok pada kakek yang berjalan cukup jauh di depan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] BTS ONESHOOT
Fanfiction🚫18+🚫 Semua kisah tentang mereka bakal terungkap, mulai dari kepedihan perpisahan, kesengsaraan pilihan hidup, keputusasaan cinta, kepahitan dunia, keelokkan takdir, kesenangan berahi, hingga ngerinya kematian. Bukan sekadar roman anak muda masa k...