Bel masuk sudah berbunyi, Joa akhirnya kembali ke kelasnya, dan Putri berhenti mengungsi. Setidaknya begitulah keluhannya tiap kali Joa datang ke kelasku. Dia akan selalu mengungsi ke bangku di depan kami.
Putri adalah teman sebangkuku. Dia sedikit gesrek dan agak ngawur juga orangnya. Tapi, menurutku dia pintar walaupun sering membuat guru kesal. Dia pintar, dan pandai menggunakan kepintarannya untuk menghibur.
"Neth, Deven semalem telfon aku," kata Putri sambil merogoh tasnya, mungkin mencari buku pelajaran.
"Emang kalian kenal?" tanyaku.
"Kenal. Dia kan temen SMPku."
"Ohh...," kataku manggut-manggut.
"Apa katanya?" tanyaku kemudian. Walaupun sebenarnya agak sedikit kesal mengetahui Deven menelepon perempuan lain juga.
"Katanya, 'besok gosipin aku yaa....'" Aku hampir tersenyum mendengarnya. Tapi, kemudian aku pura-pura membuat dahiku berkerut. Rasa kesalku mendadak hilang.
"Aneh kan?" tanya Putri, kali ini sambil menarik LKS Matematika dan sebuah buku tulis dari tasnya. Lalu, meletakkannya di meja.
"Iya aneh. Terus gimana?"
"Mau langsung aku tutup telfonnya. Tapi, katanya jangan dulu. Terus dia nyuruh aku nyatetin ini, suruh kasihin ke kamu," katanya. Putri lalu merobek dua lembar kertas di tengah bukunya, dan memberikannya padaku. "Ini...."
Belajar
.
Mencintaiku,
cukup sederhana.
Tak akan serumit rumus matematika.
Tak ada hitungan kecepatan macam fisika.
Hanya mencintai.
Maka, belajarlah.
"Naksir dia itu," kata Putri.
Aku beralih menatap jendela, menatap lurus ke kelas Deven. Kebetulan Deven juga duduk dekat jendela. Dan sedang memandang ke arahku sambil tersenyum. Aku yakin, dia sedang memperhatikan aku dan Putri. Dan dia pasti tahu, kalau aku sudah membaca puisinya. Aku membalasnya dengan tersenyum juga.
"Tapi Deven bener...," kata Putri, membuatku langsung menoleh ke arahnya.
"Bener apa?" tanyaku.
"Ya benerlah kalau dia naksirnya ke kamu. Kalau ke Gogo, bahayaaaa...," katanya dengan sedikit berbisik di kalimat terakhir. Aku langsung tertawa, diikuti dengan suara tawanya juga. Sampai akhirnya guru datang, dan mau tak mau kami harus berhenti menggosipkan Deven.
***
Aku berjalan menuju ruangan komputer yang berada tidak jauh dari kelas X.4. Hari itu ada pelajaran TIK, tapi Pak Donal sedang tidak bisa mengajar. Teman-temanku memilih tetap berada di kelas dan menikmati pelajaran kosong itu. Sedangkan aku memilih untuk ke ruang komputer untuk menyelesaikan tugasku minggu lalu.
"Anneth...." Aku menoleh ketika mendengar namaku dipanggil. Suara itu milik Jojo, teman SDku dulu yang sekarang satu sekolah denganku. Dia mendapat kelas X.4. Dan sepertinya juga sedang pelajaran kosong.
"Iya Jo?" kataku. Kulihat Jojo mendekat ke arahku yang sedang berada di depan kelasnya.
"Mau kemana?" tanya dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Christaksara
Teen FictionKetika aku menulis kisah ini, aku sedang duduk menikmati senja yang terbit-tenggelam bersama ingatan tentang seseorang. Tentang dia yang dulu pernah ada. Dia yang punya seribu cara untuk membuatku bahagia. Dia yang mengganggu hari liburku hanya untu...