Bimbel Pertama

7.6K 561 89
                                    

             Hari ini adalah hari yang berbeda untuk Putri. Dia tidak lagi mengungsi ke bangku lain, karena Joa memilih bangku di depanku untuk diduduki. Karena ada Clinton di sebelahnya tentu saja. Clinton memang jadi sering ikut berkumpul semenjak berstatus sebagai pacar Joa. Sedangkan Deven? Jangan tanya. Dia lebih senang berjalan bersamaku dari pangkalan angkot hanya untuk berpisah sesampainya di sekolah menuju kelas masing-masing. Supaya rindu, katanya.

"Aku tuh single. Kalo jomblo cuma buat orang-orang yang jatuh dua kali," kata Putri.

"Maksudnya?" Baik aku, Joa, maupun Clinton sama-sama heran dengan maksud Putri.

"Ya jatuh dua kali. Jatuh cinta, terus jatuh beneran deh. Ahahahhhahah...," sahutnya sambil tertawa. Diikuti oleh suara tawa kami setelahnya.

"Bisa aja kamu Put...," kataku.

"Ngeles dia itu," sahut Joa.

"Jomblo ya jomblo aja...," Clinton menimpali.

Putri langsung menegapkan tubuhnya,

"Aku sih single yaa. Gak pernah jatuh," katanya kemudian. Aku hanya tertawa mendengar mereka berdebat.

Sampai kemudian, kudengar suara Ibu Ira, guru matematikaku, menggema dari toa yang ada di tiap-tiap kelas.

"Selamat pagi, diinformasikan kepada Anneth Delliecia, ditunggu kehadirannya segera di ruang guru."

Alisku seketika mengkerut sambil kutatap teman-temanku yang juga menatapku dengan tatapan bertanya.

"Kenapa ya?" tanyaku. Mereka kompak mengangkat bahu sebagai tanda tidak tahu.

"Kamu punya masalah?" tanya Putri yang langsung mendapat jitakan di kepalanya dari Joa.

"Aduhhh...," rintih Putri. Sontak aku tertawa melihat ekspresi Putri.

"Kalau kamu yang punya masalah aku percaya," kata Joa.

"Tos beb, samaan kita." Clinton menyahuti untuk kemudian mereka tos bersama. Sedangkan Putri hanya memanyunkan bibir sambil memegangi kepalanya.

"Eh... aku ke ruang guru dulu ya."

***

               Setelah berbicara dengan Ibu Ira, aku segera beranjak berdiri untuk meninggalkan ruangan. Saat itu, aku merasa senang dan takut. Senang, karena aku menjadi satu-satunya siswa kelas X yang terpilih untuk mengikuti bimbingan belajar selama tiga bulan. Itu adalah bimbingan untuk mempersiapkan beberapa siswa yang akan mengikuti Olimpiade Matematika, sebelum akhirnya akan diseleksi lagi menjadi dua siswa untuk mewakili sekolah. Dan takut. Takut kecewa jika tidak terpilih untuk mewakili sekolah.

"Ehm...."

Ketika aku keluar dari ruang guru, aku menoleh ke kiri saat mendengar seseorang berdeham. Aku tersenyum ketika mendapati Deven tengah bersandar dengan satu kakinya menempel di dinding. Tangannya dia selipkan di saku celana. Lalu, wajahnya yang tadi menunduk beralih menatapku.

"Hai...," sapanya dengan senyum manis yang membuat sesuatu di dadaku meloncat-loncat. Dia, kemudian berjalan mendekatiku.

"Hai...," sapaku juga.

"Ngapain?" aku bertanya.

"Kamu yang ngapain? Pagi-pagi udah dipanggil."

"Dipilih ikut bimbel buat olimpiade matik," sahutku. Lalu, aku dan Deven berjalan menuju kelas.

"Wihhh...," responnya.

"Kenapa?" kutanya.

"Kirain cuma aku yang ikut olimpiade"

Mr. ChristaksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang