Kenapa?

6.5K 674 340
                                    

"Anneth!"

"Ya?"

"Kamu tahu kenapa aku suka hujan?"

"Kenapa?"

"Karena hujan datang saat bumi membutuhkan."

"Tapi kamu jangan jadi hujan...,"

"Kenapa?"

"Karena pada akhirnya hujan akan meninggalkan."

"Kamu cukup jadi langit, yang setiap harinya selalu ada."

***

            Usai memberi Bang Hamid selembar seribuan, aku mengalihkan pandanganku ke sekitar pangkalan angkot. Barangkali ada Joa yang bisa kuajak berjalan bersama menuju sekolah. Tapi, yang aku temui justru Deven yang sedang berjalan bersama Charisa. Entah kenapa aku merasa perlakuan Deven ke Charisa sedikit dingin meski ia masih menemani sahabatnya itu.

             Deven menoleh, dan tak sengaja mata kami bertemu. Tapi tak seperti hari-hari kemarin yang jika Deven melihatku dia akan berusaha menghampiri. Kali ini, dia justru menunduk mengalihkan pandangannya ke bawah. Memang sejak mengatakan bahwa Deven hanyalah luka bagiku, dia nampak menghindar. Dia tak lagi berusaha memperjuangkan maaf dariku.

            Aku pun turut mengalihkan mataku. Dan berjalan fokus ke depan. Seolah memang di bumi ini, dia tak pernah memiliki tempat spesial di hatiku. Ah, bersikap 'seolah' tak pernah menyenangkan.

            Kelas nampak sepi, hanya ada beberapa siswa yang baru datang sepertiku. Yang lain pasti sudah ada di ruang komputer, karena pelajaran pertama hari ini adalah TIK. Aku segera meletakkan tasku pada punggung kursi, lalu membukanya untuk mengambil LKS, satu buku tulis, dan kotak pensilku. Baru setelah menutupnya kembali, aku bergegas menuju ruang komputer.

"Neth!" seru Joa memanggil aku yang baru saja melangkah masuk.

"Sini! Ini udah kucariin komputer," katanya lagi. Aku mengangguk, lalu mendekatinya.

"Coba buka facebook kamu," bisik Joa setelah aku duduk di sebelahnya.

"Kenapa?"

"Buka aja," sahutnya.

            Aku segera membuka laman Mozilla, dan mengetikkan alamat facebook. Setelah kubuka akunku, ada beberapa pemberitahuan yang masuk. Kubuka terlebih dahulu postingan Friden yang menandai aku. Itu adalah foto-foto Friden di pameran bersama kami, dan yang paling awal muncul adalah fotoku yang hanya berdua bersama Friden. Lalu, ada beberapa fotoku yang diambil diam-diam olehnya. Iseng sekali.

            Kemudian aku beralih ke kolom komentar yang hanya ada teman-teman sekelas Friden disana.

Baila Shaquanda: Ciyeee...

Mutiara Naycilla: Jadian den? Wiiii...

Theresia Dian: Akhirnya setelah penantian lama den wkwk

Vitara Harahap: Uhuy

Sam C: yah keduluan wkwk

Navis: Sam mah semua juga diembat

Sam C: Kalau mau ngapain disia-siain

Navis: Buaya detected

Sam C: Wkwk, santai nav...

Sam C: PJ den, jangan lupa!

Navis: Urusan PJ setuju!

            Tak ada balasan dari Friden. Dan aku pun tidak memberi komentar, hanya menyukai postingan itu. Kembali, kubaca komentar-komentar yang seluruhnya dari kakak kelasku.

Mr. ChristaksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang