Aku bernafas lega setelah keluar dari ruang guru. Entah kenapa tiap kali mendapat panggilan kesana, aku merasa seperti akan mendapat masalah. Untung saja hanya soal piagam olimpiadeku yang sempat dipinjam guru.
Dengan langkah santai, aku menyusuri koridor untuk terus lurus menuju ruang kelasku. Di depanku, Charisa berjalan seorang diri entah menuju kemana. Dia tidak menyadari kehadiranku di belakangnya. Kali ini, lagi-lagi tanpa Deven?
Dari bahasa tubuhnya, bisa kulihat Charisa sama sekali tidak nyaman dengan pandangan dari orang-orang yang mulai berdesas-desus. Sampai akhirnya Charisa memilih berhenti. Kutebak dia sedang fokus mendengar obrolan beberapa siswa dari kelas sebelahku yang sepertinya membicarakan dirinya. Mereka tidak sadar orang yang dibicarakan sedang berdiri di sebelahnya.
Eh? Ngomong-ngomong kemana tujuan Charisa sebenarnya? Mungkinkah menuju kelasku? Untuk apa?
"Katanya gara-gara Charisa mereka putus," kata salah seorang dari mereka, namanya Glory.
Aku yang awalnya tidak mau tahu urusan Charisa, mendadak menghentikan langkah. Kurasa aku juga salah satu objek yang mereka bicarakan.
"Gak heran sih. Kan katanya mamanya pelacur?" Gwen menimpali. Kulihat Charisa masih diam di tempatnya, tapi tangannya mengepal seolah seluruh emosinya ada disana.
"Iya! Dan anaknya malah jadi perusak hubungan orang," sahut Glory.
Aku masih diam memperhatikan Charisa yang berjalan ke arah mereka. Glory nampak terkejut mendapati Charisa sudah berada di depannya, terlebih lagi Gwen yang kerahnya ditarik paksa.
"Mama saya bukan pelacur! Dan saya bukan perusak hubungan orang!" teriak Charisa. Tubuhnya bergetar menahan emosi, dan nafasnya tidak beraturan.
Gwen dengan amarahnya juga langsung menepis tangan Charisa dari kerahnya.
"Kalo emang enggak, ngapain marah?" teriak Gwen balik sambil mendorong bahu Charisa hingga ia tersungkur. Sedang Glory hanya diam ketakutan. Yang lain mulai berkerumun mengelilingi mereka.
"Kenapa diem sekarang? Hah?"
Charisa masih diam, dia tidak berusaha bangun ketika terjatuh tadi. Hanya menangis dengan kedua tangan menutupi telinganya. Setengah hatiku ingin membantunya, tapi setengahnya lagi enggan, mengingat bagaimana Charisa tidak pernah menyukaiku.
"Dasar anak pelacur! Perusak hubungan orang!" Gwen kemudian meludah ke arah Charisa.
Tanganku terkepal melihat sikapnya. Perempuan macam apa yang berani meludahi orang? Dan perkataannya benar-benar sudah melewati batas. Aku mendekat ke arah kerumunan itu. Kutatap sebentar Charisa yang memejamkan matanya sambil menangis terisak. Baru kemudian beralih menatap Gwen.
"Hak kamu apa menghakimi orang?" bentakku pada Gwen.
"Dia yang duluan tarik kerah aku, Neth!" Gwen bahkan tak mau kalah dari aku yang katanya dia bela tadi. Benarkah pembelaannya untukku? Bukan untuk memuaskan egonya yang tak mau disalahkan?
"Dia tarik kerah kamu kenapa? Hah?" Gwen terdiam kemudian.
"Pertama, kamu gak perlu mengurusi putusnya saya sama Deven! Saya sama sekali gak butuh simpati kamu!"
Kulihat Nashwa baru saja menerobos kerumunan, dan emosiku semakin naik mengingat dialah orang pertama yang menyebarkan rumor tentang Ibu Charisa.
"Kedua," Kutatap Nashwa sebentar sebelum kembali beralih menatap Gwen. "apapun masalalu orang tua Charisa, kamu... sama sekali gak punya hak untuk masuk ke wilayah pribadinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Christaksara
Novela JuvenilKetika aku menulis kisah ini, aku sedang duduk menikmati senja yang terbit-tenggelam bersama ingatan tentang seseorang. Tentang dia yang dulu pernah ada. Dia yang punya seribu cara untuk membuatku bahagia. Dia yang mengganggu hari liburku hanya untu...