Aku segera mendongakkan kepalaku di jendela ketika kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12. Kulihat langit yang mulai penuh dengan aneka kembang api, dan suara terompet pun mulai bersahutan mewarnai pergantian tahun kali ini. William kemudian menyusulku.
Kuambil ponsel yang sedari tadi tergeletak di kasur. Ada 2 pesan baru disana.
“Selamat tahun baru, Neth! Cerita baru untuk persahabatan yang gak akan pernah berlalu.” Aku tersenyum membaca pesan dari Joa.
Lalu aku membalasnya, “Selamat tahun baru juga, Jo! Love youuuuu...”
Kubuka satu pesan lagi yang belum kubaca, dari Friden.
“Selamat tahun baru yaaa Neth, semoga kebahagiaan berlimpah buat kamu di tahun ini.”
Aku tersenyum membacanya. Senang mengenal Friden, pribadi yang begitu dewasa, mampu menuntun seseorang ke arah yang lebih baik, juga ketulusannya yang selalu membuatku tidak enak hati tiap kali mengingat Friden menaruh rasa padaku sedangkan aku tidak bisa membalasnya.
“Selamat tahun baru juga, kak. Makasih untuk semuanya, semoga kakak bisa lebih bahagia dari aku,” balasku akhirnya.
Aku kemudian menghembuskan nafas berat ketika tak sengaja kutemukan nama Deven ada di barisan ketiga kotak masukku. Entah mengapa aku berharap nama Deven terpampang di layar ponselku sekadar mengucapkan selamat tahun baru.
“Kalau kangen, telepon aja,” kata William tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya yang masih asyik menonton kembang api.
“Will...,” panggilku.
“Hm?” jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
“Deven gak pernah tanya tentang aku?”
William akhirnya mengalihkan pandangannya menatapku,
“Pernah....”
“Kapan?”
“Waktu kamu sibuk belajar Matematika sambil telfonan sama Friden.”
Aku menyipitkan mataku berusaha mengingat saat Friden meneleponku semalaman untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada soal yang tidak kumengerti. Aku terlonjak mengingat saat itu William yang sedang menelepon seseorang bertanya padaku,
“Neth lagi telepon siapa?” Kuingat pertanyaan William saat itu dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.
“Kak Friden,” jawabku tanpa bertanya lagi kenapa William bertanya kala itu.
“Jadi yang waktu itu telepon kamu itu Deven?”
William hanya mengangguk.
“Jadi dia yang tanya aku lagi telepon siapa?” tanyaku lagi. William mengangguk lagi. Dan seketika aku merasakan apa yang Deven rasakan saat itu.
"Dia waktu itu coba nelfon kamu, tapi sibuk terus," kata William.
Aku meremas ponselku, ingin menghubungi Deven saat itu juga.
“Yang aku tahu kalian menjauh, selebihnya kalian harus bisa selesaiin semuanya sendiri. Sekali aja, hilangin ego kalian.”
William lalu menepuk bahuku sebelum akhirnya keluar dari kamar untuk menikmati kembang api bersama para tetangga di luar.
Aku menatap ponselku sebentar, sebelum kuputuskan mencari kontak Deven. Tapi, saat itu aku masih penuh keragu-raguan. Kembali aku meremas ponselku merasa tidak yakin untuk menghubunginya terlebih dahulu.
Kututup mataku sejenak, lalu kembali beralih pada ponsel,
“Selamat Tahun Baru.” Dan akhirnya hanya pesan itu yang mampu aku kirimkan pada Deven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Christaksara
Teen FictionKetika aku menulis kisah ini, aku sedang duduk menikmati senja yang terbit-tenggelam bersama ingatan tentang seseorang. Tentang dia yang dulu pernah ada. Dia yang punya seribu cara untuk membuatku bahagia. Dia yang mengganggu hari liburku hanya untu...