Chapter 23

42.9K 3.1K 54
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa vote dan komennya
Pretty please???
ヾ(〃^∇^)ノ

*

Demon sudah menunggu satu jam lebih. Kini ia duduk di sebuah restoran di tengah kota Mexico. Senyumnya memudar semenjak tiga puluh menit lagi ketika orang yang akan ditemuinya memberitahunya bahwa ia akan telat satu jam lagi.

Tanganya bersedekap sembari menghitung detik dan menit. Di saat seperti ini otaknya kembali pada kobdisi princessnya di rumah. Hatinya sudah berkecamuk beberapa hari belakangan ini. Ia juga pergi begitu saja empat hari yang lalu tanpa mengucapkan selamat tinggal.

Seorang pelayan datang menghampirinya untuk menawarkan air putih lagi tapi ditolak. Restoran yang luas ini terlihat sangat sepi hanya Demon yang duduk di sana. Restoran tersebut sengaja dipesan seluruhnya untuk menghindari beberapa kemungkinan hal yang tak diinginkan.

Penjagaan ketat diarahkan agar Demon tak bisa bergerak sesuka hatinya. Bahkan sebelum memasuki restoran Demon harus meninggalkan semua benda yang bisa membahayakan. Pria itu menurut saja karena tak ingin berlama-lama. Meskipun demikian ia juga punya orang dalam.

Matanya terpejam dan menajamkan pendengarannya.

Terdengar langkah langkah kaki lebih dari satu orang. Yang satu terdengar berjalan santai dan dibantu tongkat berjalan, yang satu lagi berjalan dengan kaku di belakang.

Matanya terbuka dan kembali memasang senyuman khasnya.

"Maaf membuatmu menunggu lama."

Demon tak berdiri untuk menyapa, tangannya masih bersedekap menolak uluran tangan pria di depannya.

"Hola Mark."

Pria yang dipanggil Mark itu mengambil kembali tangannya kembali dan tertawa canggung. Ia adalah pria tua yang masih terlihat fit. Rambutnya yang mulai beruban menunjukan umurnya yang mulai menginjak kepala lima.

Ia adalah kepala mafia terbesar di Mexico dan beberapa kali menjadi partner transaksi ilegalnya. Tapi bedanya, Mark adalah pria tua yang sensitif dan terlalu protektif hingga selalu memperbesar ancaman sekecil apa pun itu.

Sama seperti sekarang ini, meskipun ia telah beberapa kali berhubugan Demon. Kedatangan pria itu masih menjadi ancaman tersendiri bagi Mark.

"Aku ingin kau mempertimbangkan tawaranku," kata Demon langsung to the point.

Pelayan datang dan menyiapkan hidangan di meja.

"Makanlah terlebih dahulu." Demon terkekeh dan mengambil pisau pemotong steak yang disediakan pelayan.

Ia sengaja memainkannya di depan Mark agar pria itu memperhatikannya. Ditusuknya steak di piring dengan keras hingga cairan steak tersebut menyembur ke arah kemejanya dan Mark.

Melihat itu Mark meletakan kembali pisau dan garpunya. Diteguknya wine dan menatap lurus Demon yang masih tersenyum.

"Itu bukanlah tawaran Demon."

"Itu tawaranku atau aku akan melakukannya dengan caraku sendiri."

"Apakah ayahmu pernah mengajarkanmu cara bernegosiasi? Dulu aku sangat ingat bahwa ayahmu adalah orang paling pandai dalam hal bernegosiasi tapi mengapa anaknya sama sekali tak memiliki bakat itu."

TRANQUILITY (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang