Siapa yang masih bangun??
******
"Aku ingin menciummu."
Savy mengeluarkan pemikirannya dengan lantang tanpa keraguan. Demon tersenyum miring tak berkomentar. Merasa tak ada penolakan dari Demon, Savy semakin berani merendahkan wajahnya.
"aku menyukaimu Demon," bisik Savy tepat di depan bibir Demon.
Bibir kecilnya menyapu lembut bibir Demon. Tak ada gerakan lain selain tempelan bibir. Demon tak menutup mata, ia memperhatikan Savy yang menutup erat matanya. Ciuman tersebut tak berlangsung lebih dari sepuluh detik. Wajah Savy telah berubah menjadi merah padam. Matanya masih terpejam, ia tak berani membukanya.
"Jangan memaksakan dirimu Savy. Itu bukanlah rasa suka. Kau hanya kagum."
Mendengar itu hati Savy terasa sakit, Savy kini membuka matanya. "Apa itu sebuah penolakan?"
Demon meraih pipi gadis di hadapannya. Ia mengelusnya dengan lembut. Ini pertama kalinya ia menyentuh Savy tanpa sarung tangannya. Rasanya lembut membuatnya tak ingin lepas. Ditangkupnya kedua pipi Savy.
"Apa yang harus aku lakukan denganmu? Kau seharusnya tak boleh jatuh hati padaku Savy."
"Kenapa tak boleh?"
"Karena satu dua hal."
"Berikan aku alasan."
"Baiklah, yang pertama aku tak pernah melihatmu sebagai seorang wanita, aku hanya menganggaomu sebagai anak asuhku sama seperti Killian dan Lillian. Kedua, aku tak menyukai komitmen, aku tak bisa terikat dengan satu orang wanita saja. Ketiga, aku tak menyukai anak kecil."
Bagaikan petir di pagi hari, penolakan yang diberikan Demon langsung tepat mengenai sasaran. Savy malu setengah mati. Ia menepis tangan Demon yang masih mengelus pipinya. Air matanya tak bisa terbendung.
"Aku membencimu Demon! Aku membencimu!"
Savy lari keluar dari kamar pria itu. Ketika ia membuka pintu ia menabrak Ethan yang berdiri bingung di depan pintu. "Savy? Kenapa kau menangis? Hei kau mau kemana?" Ethan berteriak memanggil Savy tapi tak dihiraukan.
Ia masuk ke dalam kamar Demon dan melihat pria itu yang tersenyum licik. "Apa yang kau lakukan pada Savy?" tanyanya penuh selidik.
"Tidak ada."
"Lalu mengapa dia menangis?"
"Karena satu dua hal."
"Sebenarnya ada apa denganmu Demon? Apa obatmu sudah habis? Apa aku harus membawamu ke psikiater? Tingkahmu semakin hari semakin membuatku takut." Demon tertawa membuat Erhan semakin yakin bahwa sahabatnya itu benar-benar sudah gila.
"Kau akan ke London siang ini? Bersama Killian lagi?"
"Hm."
"Kau sudah menemukan Marcus D'Angelo?"
"Ya, dan ternyata tikus got itu sedang berada di London."
"Apa yang dilakukannya di sana?"
"Menjilat seorang menteri dan bermain-main dengan salah satu kenalanku, Ekon Barin."
"Ah... Pria itu..." Ethan mengangguk paham. "Lalu apa yang kau lakukan di sini Ethan?"
"Ah aku mendapatkan laporan tentang Alberto." Demon menumpu tubuhnya dengan telapak tangannya pada ranjang dan menatap Ethan tertarik. "Ck, moodku sedang jelek saat ini ku harap itu bukanlah sesuatu yang membuatnya semakin buruk lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANQUILITY (Complete)
Romance⚠Mature Content || 21+ * "Bantu aku membalaskan dendamku." -Savannah "Setelah keputusan ini, kupastikan mereka akan membayarnya. Kepala untuk kepala." -Demon *