Chapter 31

34.6K 3K 68
                                    

Holaa
Jangan lupa vote dan komennya

*

Savy kembali terbangun akibat suara tangisan lirih di sampingnya. Wajahnya disentuh lembut oleh tangan kecil. Matanya terbuka dan melihat taman bunga tempat mereka merayakan ulang tahun Lily.

Matahari bersinar terang membuat matanya silau. Sebuah bayangan tubuh pria melindunginya. Tangan pria itu terulur ke arahnya dan Savy meraihnya.

"Demon."

"There there princess." Savy mengerut tak paham.

Tunggu dulu, Savy melihat sekelilingnya dan menatap taman tersebut dengan bingung. Terakhir kali dirinya sadar ia berada di ruangan bersama Alberto, anak buahnya dan Lily.

Sekarang ia berada di sebuah taman?"

Savy merasakan Demon mengeratkan pegangan tangan mereka berdua. Savy kembali mengangkat alisnya melihat Demon dengan pakaian serba putih dan rambut yang tak di gel rapi. Ia terlihat kasual.

"Apa aku sudah mati?"

Suara tawa khas Demon terdengar membuah hati Savy terasa sakit. Ia tak ingin mati sekarang. Masih banyak hal yang ingin dilakukannya. Bagaimana dengan Lily? Demon? Ethan? Isaiah? Dan...anaknya?

Tangan Savy segera meraba perutnya dan ia tak bisa lagi menahan tangisnya. Demon memeluk Savy dengan hangat.

"Apa aku berada di surga?"

Demon kembali terkekeh dan menggigit pipi Savy dengan gemas. Ia tak menjawab. Demon hanya tersenyum dan berjalan meninggalkan Savy yang menghapus air matanya.

"Demon? Kau mau kemana?"

Savy mengikuti langkah Demon yang lebar. Ia bahkan berlari tapi punggung Demon semakin menjauh. Savy berlari hingga terngah. Ia terasa seperti berlari di tempat hingga akhirnya ia berhenti untuk mengisi udara untuk paru-parunya.

Demin pun ikut berhenti. Dua anak kecil berlarian ke arah Demon. Anak perempuan tersebut meminta Demon untuk menggendongnya. Sedangkan anak yang satunya lagi berjenis kelamin laki-laki memegang tangan Demon.

Mereka bertiga menoleh ke arah Davy dan memeberikan Savy senyuman. Napas Savy tercekat dan serasa tubuhnya terhisap oleh kekuatan luar biasa.

*

Savy terkesiap dan terbangun. Tubuhnya terasa berat. Lily menangis di perunya. Savy merasa sedikit lega dan mengusap kepala Lily.

"Savy? Kau bangun?" Savy mengangguk dengan sangat lemah. Ia termenung beberapa saat untuk kembali memikirkan mimpinya barusan. Siapa dua anak kecil tadi? Apakah mungkin?

Ia menggeleng dan memegangi perutnya yang rata.

Kini mereka di sebuah ruangan yang berbeda lagi. Ruangan ksosong hanya jendela kecil yang terletak cukup tinggi berfungsi sebagai sumber cahaya satu-satunya.

Savy memeluk Lily, ia kehilangan kemampuan untuk menghitung waktu. Ia sudah berjam-jam berada di sana. Tak ada suara selain suara dengkuran halus yang keluar dari mulut adiknya.

TRANQUILITY (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang