Mungkin Reno sudah mulai gila.
Hanya karena melihat senyuman Dika saat makan malam tadi saja, jantung Reno sampai berpesta di dalam sana. Rasanya sangat aneh dan tidak nyaman bagi Reno.
"Re, makasih ya." Dika yang tidak Reno sadari kedatangannya membuat pemuda itu tentu saja terkejut. Reno langsung berbalik dan menatap Dika.
"L-Lo! Jangan ngagetin napa!" Omel Reno yang salah tingkah. Ia membuang muka begitu melihat wajah Dika, mencoba menyembunyikan wajahnya yang malah terasa panas. Setiap melihat wajah Dika, senyuman tadi terngiang kembali.
Apa AC di rumah mati?!
"Ma-Maaf, gue gak bermaksud---"
"L-Lo juga! D-Daritadi bilang 'makasih' terus tuh buat apaan?!" Reno niatnya hanya ingin bertanya, tapi entah kenapa nada suaranya seperti orang yang sewot dan berkesan mengomeli.
Dika merasa tidak enak telah membuat Reno marah padanya, ia sama sekali tidak sadar jika sebenarnya Reno salah tingkah sejak makan malam tadi.
"Sorry kalau itu bikin lu kesel, gue cuma pengen ngucapin makasih aja karna menurut gue lu udah baik ke gue maupun adek gue."
"..."
"R-Re?"
Reno kembali membuang muka dari Dika. Ia tidak tahu harus merespon apa atas jawaban Dika barusan.
"Terserah."
"..."
Keduanya terdiam.
Dika menatap ke kanan dan kiri gelisah. Padahal sebelum makan malam tadi ia dan Reno terlihat baik-baik saja, kenapa sekarang Reno terlihat kesal sekali padanya. Apa tanpa sadar ia telah berbuat kesalahan? Itu yang sedang Dika pikirkan.
"Err, Reno? Gue kayaknya langsung pamit pulang aja, sebelum terlalu malem," ucap Dika mencoba mencairkan suasana kaku yang sempat terjadi beberapa waktu lalu. "Kalo gitu gue permisi ya."
Baru saja Dika berbalik dan berniat untuk pergi, Reno sudah lebih dulu berjalan dan pergi begitu saja meninggalkan Dika di kamarnya. Dika yang tidak mengerti hanya terdiam dan ikut berjalan keluar. Mereka pergi ke kamar Nino.
***
Keesokan harinya, Dika sudah duduk manis di kursi perpustakaan dengan beberapa buku di hadapannya. Padahal ini masih sangat pagi, tapi Dika sudah menjadi pengunjung pertama di perpustakaan sekolahnya, dan itu adalah hal yang biasa bagi Dika.
Teo yang baru datang langsung masuk ke perpustakaan dan menghampiri Dika yang sedang fokus menghafal sampai tak menyadari kehadiran sahabatnya itu.
"Woi, lemper!"
Dika menoleh begitu mendengar suara Teo, dahinya mengernyit sebal. "Lo sengaja banget sih. Udah tau gue gak pernah sarapan, malah ngomongin makanan," katanya terfokus pada candaan Teo yang memanggilnya dengan nama makanan.
Pelakunya bahkan hanya terkikik geli melihat respon Dika. "Yaelah, lu kalau mau gak usah kode," kata Teo sambil merangkul pundak Dika. "Ke kantin yuk!"
Dika hanya menatap Teo dalam diam.
"Gue yang bayarin!" tambah Teo sambil tersenyum lebar. "Kan tadi katanya lo gak sarapan lagi, yaudah ayo makan gue yang bayarin," katanya mencoba meyakinkan Dika sambil menaik turunkan alisnya.
Helaan nafas terdengar dari Dika, namun lelaki itu langsung merapihkan seluruh buku yang ia pinjam dan memasukkannya ke dalam tas.
"Yaudah, ayo! Bayarin ya?"
Teo menyengir senang. "Oke!"
Mereka pun segera bangkit dari kursi perpustakaan dan berjalan keluar dengan bersebelahan. Dika sudah menuliskan namanya di daftar pengunjung juga menuliskan buku yang ia pinjam, jadi sekarang tinggal menuju ke kantin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tabu
RomanceDika tidak pernah berharap sesuatu yang lebih selama ini. Hidupnya sangatlah sederhana, namun ia tetap bersyukur dan bahagia. Namun tiba-tiba ia merasa hidupnya kurang semenjak pertemuannya dengan sesosok manusia yang membuatnya jatuh hati pada pand...