TUJUH

9.7K 908 61
                                        

Dika masih tidak yakin, bahkan saat ia sudah berada di dalam kamar Reno dan duduk di atas karpet bulu di sana. Pemuda itu merasa tidak percaya dan juga sangat senang di waktu yang bersamaan.

Dika menatap ke sekitar, melihat isi kamar Reno yang ternyata cukup rapih walau tipikal Reno adalah pemuda yang asal dan terlihat cuek. Dika tersenyum kecil.

"Kenapa?" Tanya Reno yang heran melihat tingkah Dika yang terlihat aneh. Dika pun segera sadar dan menggeleng pelan.

"Gapapa, Re. Maaf," balasnya kemudian tersenyum kaku pada Reno. Bodohnya Dika, ia malah melamun dan berkhayal sendiri.

"Sorry kalo kamar gue berantakan, gue gak suka ada pembantu masuk dan bersihin kamar gue," kata Reno sambil menaruh tasnya ke meja belajar kemudian segera melepaskan dasi, tali pinggang, juga jam tangan yang ia pakai saat di sekolah tadi.

"Menurut gue kamar lo termasuk rapih kok," sahut Dika. Dan memang benar, kamar Reno tak berantakan. Kasurnya tertata dengan rapih dan tak ada pakaian kotor di sana-sini seperti kamar seorang pria malas biasanya. Hanya saja meja belajar Reno terlihat agak berantakan karna buku-buku dan alat tulis yang tak tersusun dengan benar.

"Oh, bagus deh." Hanya itu yang Reno katakan, dan itu membuat Dika bingung harus mencari topik apa lagi sebagai bahan pembicaraan mereka.

Suasana canggung pun menyelimuti Dika, pemuda itu tampak duduk dan bingung ingin berbuat apa. Saat Reno melemparkan snack dan beberapa bungkus cokelat ke arahnya pun Dika sampai terkejut seperti memang di kejutkan, saking canggungnya.

"Apa sih, lebay lo." Reno mengernyitkan dahinya melihat reaksi Dika barusan, pemuda itu pun duduk di hadapan Dika dengan pakaian yang sudah terganti dengan setelan rumahan. Dika bahkan tak sadar kapan Reno mengganti pakaiannya itu.

"Tuh makan, gue sempet beli tapi gak kemakan. Lupa," kata Reno kembali saat melihat Dika hanya terdiam memegangi bungkusan makanan yang sebelumnya ia lemparkan tersebut. "Dan cokelat itu gue dapet kemarin pas hari kasih sayang, gue gak suka. Ambil aja, sisanya udah gue kasih pembantu gue."

Dika menatap bingkisan cokelat di tangannya. Jadi ini cokelat yang di dapat Reno kemarin? Padahal Dika juga berniat memberikannya, sayang sekali karna ia tak punya banyak uang untuk membeli cokelat. Alhasil uang tabungannya ia berikan pada ibunya. Tapi sekarang Dika sedikit lega, untunglah ia tidak memberikan apa-apa. Toh, semuanya hanya di berikan kembali ke pembantu yang ada di rumah Reno.

Dika tersenyum miris, kasihan semua orang yang telah memberikan Reno cokelat-cokelat ini. Karna pada akhirnya beberapa dari itu Dika yang memakannya, bukan Reno.

"Kenapa?"

"E-Eh, gapapa. Ehm, makasih."

Reno menaikkan sebelah alisnya. "Makan, kenapa diem lagi?" Tanyanya kembali sambil menatap Dika bingung. "Lo aneh banget sih."

Dika speechless. Dirinya memang mengakui bahwa sejak awal masuk ke dalam kamar Reno, pikirannya tidak bisa fokus dan malah berkhayal kemana-mana. Wajahnya terasa panas karna merasa malu.

"Heh, denger gak sih?" Reno pun terlihat mulai sebal di abaikan oleh Dika yang bertingkah aneh.

"Ah, maaf." Dika pun akhirnya bersuara, pemuda itu menggaruk belakang kepalanya pelan. "Makasih, gue makan ya," katanya kembali kemudian segera membuka bungkus makanan ringan yang tadi di berikan oleh Reno. Dika pun memakannya dengan perlahan, rasanya enak.

Dika jarang memakan makanan snack seperti ini, dan ini rasanya enak. Ah, ia jadi kepikiran oleh Juna. Apakah Juna akan menyukainya pula?

"Dika," panggil Reno. Dika pun mengangkat kepalanya yang tadi sempat tertunduk untuk menatap Reno.

Cinta yang TabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang