Italic berarti masa lampau ya. Chapter ini gak ada Renonya, agak sedikit berfokus sama Teo, hehe.
Selamat membaca!
o0o
Suasana kelas di pagi hari masih tetap sama seperti biasanya. Dika, seorang murid teladan yang menjadi kesayangan hampir semua guru itu datang awal seperti biasa. Namun ada yang berbeda hari ini, ia melihat Teo sudah lebih dulu datang ketimbang dirinya. Dika pun langsung menghampiri Teo dan duduk di bangkunya.
"Pagi, Teo," sapanya dengan suara ramah seperti biasa. "Tumben dateng pagi banget?" Dika menaruh tasnya dan menoleh ke arah Teo. Ekspreksinya langsung berubah ketika melihat wajah Teo, ia terlihat ... aneh?
"Teo?"
Teo menatap Dika dengan pandangan yang sulit dibaca, tak lama desahan pelan keluar dari mulut Teo. "Kemarin kenapa Reno bisa ke rumah lo?" tanya Teo yang akhirnya bersuara setelah lama hanya diam menatap ke arah Dika. "Gue nelpon lo dan Reno yang angkat kemarin. Kalian ngapain berdua?"
Dika hanya terdiam. "Ah!" Ia langsung teringat akan ucapan Reno kemarin bahwa Teo menelponnya. "Kemarin Reno bilang lo telpon pas gue lagi di kamar mandi, katanya lo mau ngomong ke gue. Mau bilang apa? Maaf pulsa gue abis jadi gak bisa telpon lo balik."
Teo kembali terdiam, ia terlihat tidak suka mendengar bahwa Reno dan Dika sekarang sudah sedekat itu. Ia ingin melindungi sahabatnya, ia ingin menjauhkannya dari Reno sejauh mungkin.
"Kalian ngapain?" tanya Teo mengabaikan pertanyaan Dika sebelumnya.
Dika terlihat bingung, namun ia tetap menjawab. Ia bahkan menjelaskan secara detail dari awal Reno yang bilang bahwa Nino merindukan Arjuna, sampai ke Reno yang akhirnya memutuskan untuk datang ke rumahnya dan membantu ia membuat kue jualan sang ibu. Semua Dika ceritakan, kecuali soal dirinya yang menangis karena Reno. Itu adalah hal yang memalukan walau tentu saja rasa sakitnya masih ada sampai sekarang. Dika masih merasakannya.
"Jadi dia ke rumah lo? Kalian cuma berdua di sana?" tanya Teo kembali memastikan. Dika mengangguk.
"Tapi gak lama ibu dateng kok."
Teo menghela nafasnya lega, setidaknya Reno tidak berbuat macam-macam pada sahabatnya ini. Tangan Teo langsung mengelus puncuk kepala Dika dengan lembut. "Untung lo gak kenapa-napa, Dika. Gue sempet panik pas Reno yang angkat teleponnya," katanya masih tak menarik tangannya dan mengelus rambut hitam milik Dika.
"Dia gak apa-apain gue kok." Dika tersenyum, ia tidak tahu bahwa Teo akan sepeduli itu kepadanya.
Teo menarik tangannya, ia pun lalu tertawa entah menertawakan apa. Teo kembali menjadi seperti Teo sebelumnya, ia mulai meledek Dika dan bercanda dengannya. Mereka menghabiskan pagi itu dengan mengobrol berdua sampai akhirnya bel pelajaran pertama berbunyi. Dika bahkan lupa untuk bertanya apa yang ingin Teo sampaikan kepadanya.
***
Teo diam-diam memikirkan kejadian kemarin, saat Varel membawanya kabur. Ia mengingat jelas apa yang Varel katakan kepadanya dan itu sungguh menggangunya.
Varel berhasil mengurung Teo di gudang belakang sekolah, tempat yang dulu sempat dijadikan Varel untuk membawa Dika kabur, tempat di mana Teo berhasil menghajarnya dengan telak. Beberapa teman Varel sudah pergi dan menjaga di luar sambil menikmati rokok mereka, tentu saja mereka melakukannya diam-diam karena di sekolah ini tidak memperbolehkan muridnya untuk merokok.
Kini hanya ada Teo dan Varel di dalam gudang. Teo sebisa mungkin memberontak, namun Varel berhasil membuatnya terjatuh ke lantai.
"Brengsek, apa mau lo sebenernya?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tabu
RomanceDika tidak pernah berharap sesuatu yang lebih selama ini. Hidupnya sangatlah sederhana, namun ia tetap bersyukur dan bahagia. Namun tiba-tiba ia merasa hidupnya kurang semenjak pertemuannya dengan sesosok manusia yang membuatnya jatuh hati pada pand...