DUA PULUH

6.7K 615 41
                                    

Rasanya seperti ada yang kurang. Dika merasa akhir-akhir ini Reno jadi jarang bahkan hampir tidak pernah lagi menghampirinya. Bukannya Dika berharap---ah, dia memang berharap bahwa Reno akan menghampirinya lagi. Namun nyatanya ada jarak diantara mereka berdua saat ini.

Dika jadi lebih sering bersama Teo, seperti dulu saat ia belum dekat dengan Reno. Tapi bedanya, akhir-akhir ini pula Dika sering bertemu dengan Varel karena pemuda itu sering sekali meminta Teo datang. Mereka jadi dekat, bahkan Dika sudah menganggap Varel sebagai temannya. Ia sudah tidak merasa takut atau canggung sama sekali ketika berhadapan dengan pemuda itu, Varel.

"Makan bareng Varel lagi?" tanya Dika saat bel jam istirahat baru saja berbunyi. Teo mengangguk pelan.

"Iya."

"Gue hari ini sengaja bawa bekel lebih, kali aja lo sama Varel mau," ujar Dika kembali sembari mengeluarkan tas bekalnya dari dalam kolong meja.

"Mau lah." Teo bangun lebih dulu, sebelum mereka keluar, seperti hari-hari sebelumnya akan ada dua pemuda yang datang untuk menjemput mereka berdua.

"Varel, kan?"

Mereka mengangguk ketika mendengar ucapan Teo, tanpa perlu repot untuk mengeluarkan suara, mereka berempat pun berjalan beriringan menuju kantin. Meja di ujung menjadi tempat langganan mereka.

Dika menoleh ke kanan dan kiri saat mendapati meja di ujung tampao sepi, bahkan hanya ada Varel di sana sendirian sedang memainkan ponselnya. "Yang lain kemana?" tanyanya pada dua orang itu.

"Gak tau," balas salah satu dari mereka yang bernama Dio. "Gue sama Evan juga cuma mau anter lo berdua, kita ada urusan," tambahnya lagi yang langsung berbalik arah bersama temannya yang bernama Evan itu, tanpa menunggu balasan dari Dika.

Dika mengerutkan dahinya, heran. "Ada apa ya, Teo?" bisiknya pelan, namun langkah kakinya berjalan kembali mendekati Varel.

Teo mengedikkan bahunya. "Mungkin sibuk ngurusin nilai, lo inget kan udah mau menjelang TO? Mungkin aja mereka mau pada siap-siap," katanya yang berasumsi sendiri.

"Siap-siap apa?"

Mereka kompak menoleh ke arah Varel saat mendengar suaranya. Dika duduk di hadapan Varel dan mengernyitkan dahinya samar. "Temen-temen lo, tumben gak ikut makan bareng," kata Dika. "Mereka sibuk siap-siap buat TO?"

Varel menutup ponsel yang sebelumnya ia mainkan, lalu mengangkat bahu sekilas. "Mereka bakal dateng kalau emang gak sibuk," ujarnya membalas dengan acuh tak acuh. Dika hanya mengangguk-angguk kecil.

Teo yang sudah duduk manis di sebelah Varel langsung mengambil segelas jus jeruk di atas meja. "Ini buat gue, kan?" katanya sebelum meminum minuman tersebut. Varel mengangguk sebagai jawaban, dan tanpa ragu Teo langsung meminum jus jeruk tersebut.

Entah sejak kapan, namun mereka benar-benar sudah terlihat seperti teman sekarang, tanpa ada status si pembully dan yang terbully.

"Gue bawa makanan lebih banyak hari ini, lo mau, Rel?" tawar Dika pada Varel dengan kedua tangannya yang sudah sibuk membuka tempat bekal makan siangnya. Dika tidak menawarkan Teo karena sebelumnya ia sudah menawarkannya pada pemuda itu, bahkan saat Dika baru saja membuka kotak bekalnya Teo sudah langsung mengambil sosis goreng milik Dika dengan santai.

"Gua lagi gak pengen makan," jawab Varel sambil melirik ke arah Teo yang sudah mau mengambil kembali makanan dari tempat makan Dika. Namun langsung ditahan oleh pemiliknya.

Dika menepis tangan Teo dan menatapnya galak, walau nyatanya tidak terlihat galak sama sekali. Dika tidak bisa untuk menjadi terlihat kejam barang sedikit pun. "Jorok, pake sendok atau garpu!"

Cinta yang TabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang