Suasana kantin siang itu terlihat sangat ramai. Dika dan Teo pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi ke sana dan memilih untuk mencari tempat lain untuk makan siang.
Sejak kejadian terakhir kemarin, Dika dan Teo jadi lebih sering berada di luar kelas saat jam istirahat. Alasannya tentu saja karena Teo yang selalu mengajak Dika untuk keluar. Sejujurnya Teo sengaja melakukan hal itu untuk menjauhkan sahabatnya dari jangkauan Reno. Teo tidak main-main dengan ucapannya sebelumnya, ia benar-benar menjauhkan Dika dari Reno. Dika sendiri tak pernah menyadarinya dan hanya menurut ketika diajak pergi kemana pun oleh Teo.
"Dik, enakan makan dimana ya?"
Dika menoleh ketika mendengar Teo, lalu memiringkan bibirnya dan terlihat berpikir sejenak. "Bangku deket pos depan?" ucap Dika yang langsung diberi gelengan kencang oleh Teo.
"Gak mau," tolaknya secara langsung. "Di sana banyak kucing, makanan gue dicaplok mulu sama mereka, ah." Teo mencibir kecil ketika menjelaskan dan membuat Dika langsung tertawa geli.
"Ya udah kita makan di mana dong?"
Baru saja Teo ingin menjawab, namun pandangannya langsung terpaku ketika melihat Reno di ujung lorong. Teo langsung segera menarik Dika dan membawanya kabur ke lantai atas.
"Loh?! Kenapa tiba-tiba lari, Teo?" Tanya Dika yang kebingungan. Saat ia mencoba melihat ke belakang, Teo mendorong Dika agar berlari di depannya dan dengan segera menutup keberadaan Reno dengan tubuhnya.
"Udah buruan, lama deh," kata Teo masih setengah berlari sambil mendorong tubuh Dika. "Gue laper!"
"Wah, wah, wah."
Mereka menoleh bersamaan ketika mendengar suara tersebut. Teo yang paling terkejut, nyatanya pilihan mereka untuk kabur ke lantai atas adalah kesalahan besar. Di depan mereka kini berdiri Varel bersama kawanannya dengan tampang angkuhnya seperti biasa. Teo dengan sigap langsung menukar kembali posisi hingga kini Dika bersembunyi di balik tubuhnya.
Varel memiringkan kepalanya. "Kenapa temen lo ditaro di belakang gitu?" Tanyanya datar sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Teo, ia menyeringai lebar. "Takut gua gigit?"
Teo berusaha mengatur ekspreksinya agar tak terlihat jelas bahwa sesungguhnya ia sangat takut Varel berbuat aneh lagi pada dirinya mau pun Dika. Sebisa mungkin ia mengatur ekspreksinya menjadi datar.
"Gue cuma mau lewat," kata Teo dengan wajah dingin yang berhasil ia buat. Varel menaikkan sebelah alisnya, merasa sedikit tergelitik saat melihat ekspreksi dingin itu. Rasanya Varel ingin langsung menarik Teo dan membawanya kabur. Ia memundurkan tubuhnya dan mengisyaratkan teman-temannya agar segera memberikan jalan untuk Teo dan Dika.
"Silahkan lewat, Tuan Putri," kata Varel dengan tampang meledek. Teman-teman Varel tertawa kencang, membuat Teo memanas. Namun ia harus sadar tempat, Teo tidak bisa melawannya untuk sekarang. Jadi ia memilih untuk mencoba mengabaikannya dan segera pergi.
Saat mereka lewat, Varel langsung menarik lengan Dika dan memisahkannya dari Teo. "Ah, cuma Tuan Putri yang boleh lewat," katanya lalu mendorong Dika hingga terhuyung ke belakang, hampir saja ia terjatuh dari tangga jika saja tidak langsung ditangkap oleh Reno yang kebetulan melewati lorong itu.
"Dika!"
Teo yang ingin berontak langsung tertahan ketika Varel memberi gerakan aba-aba pada temannya. Beberapa orang yang sering mengikuti Varel langsung memegang Teo dan mengamankannya.
"Kebetulan banget ada Reno, gua jadi gak perlu repot ngurus nih bocah." Varel berpetuk tangan dengan wajah puas. "Kalau gitu gua titipin dia sama lo, oke? Gua ada urusan penting sama temennya ini," katanya melanjutkan sambil menunjuk ke arah Teo dengan dagunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Tabu
RomansaDika tidak pernah berharap sesuatu yang lebih selama ini. Hidupnya sangatlah sederhana, namun ia tetap bersyukur dan bahagia. Namun tiba-tiba ia merasa hidupnya kurang semenjak pertemuannya dengan sesosok manusia yang membuatnya jatuh hati pada pand...